Mengunjungi Masa Lalu

33.9K 3.7K 566
                                    

FI-NA-LLY!!!!

Setelah sekian lama menghilang, akhirnya saya bisa kembali dan melanjutkan apa yang pernah saya buat di sini. Jujur aja, awalnya saya cuma niat hiatus 3 bulanan (menyesuaikan masa T.A), tapi nggak taunya molor dan malah kebablasan >,< ditambah laptop saya sempet masuk bengkel dan beberapa draft yang udah saya susun menghilang, bikin semangat nulis saya ikutan amblas

Tapi, komentar dari kalian yang nggak habis membanjiri email saya, bikin saya up lagi. Rasanya terima kasih aja nggak cukup. Dan saya benar-benar minta maaf sama teman-teman semua, yang dari awal bertahan atau bahkan yang baru menemukan lapak ini, TERIMA KASIH BANYAKKKK masih bersedia meluangkan waktu untuk membaca bahkan ada yang sampai berulang kali membaca PRAS-SASTI. tanpa kalian, saya nggak punya semangat menulis lagi

MAAF karena kembali dengan cuma membawa satu chapter dan belum tentu nge-feel (nyengir nista), anggap aja ini awalan saya comeback. Tolong dimaafkan ya kalo jelek hahaha

Btw, saya tau kok rasanya digantung, makanya saya balik hahaha *plakk

Yang sampai sekarang masih menunggu, yang baru menemukan lapak ini, bahkan yang diam-diam menyembunyikan diri, chapter ini untuk kalian... semoga fiksi ini masih bisa menghibur dan memberikan sesuatu yang baik hehehe

p.s : kalo banyak yg lupa gimana storynya, baca lagi aja ya dari chapater awal *plakk*

So... Happy reading... ^^

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Derap langkah sepasang kruk yang digunakan Pras menggema di sepanjang selasar rumah sakit dan perlahan-lahan berhenti di dekat bangku panjang tidak jauh dari taman. Dia duduk pelan-pelan sambil membuang napas lelah dan meletakkan kruk di samping tempatnya duduk. Tatapannya memendar, menyisiri keadaan rumah sakit yang kelihatan lengang, lalu sekali lagi menarik napas panjang sambil memejamkan mata.

Setelah ratusan kali berpikir, Pras akhirnya memilih mengalah. Dia lelah pada setiap kekerasan hatinya, pada kekalahannya di masa lalu dan pada keegoisannya sendiri, sampai kemudian memberanikan diri menerima segala yang ditawarkan kenyataan. Sekalipun terasa berat, dia akan menghadapinya sesuai kemampuan. Melupakan memang hanya perihal waktu, mengingat pun begitu. Menyembuhkan, melupakan, dan sebagaimana luka pernah menggenggamnya, Pras ingin menyudahinya bersama satuan masa. Dia akan menghadapi segala yang seharusnya dia hadapi sejak dulu. Termasuk menemui Vera

Embusan angin menggoyangkan helaian rambutnya, disusul wangi lembut dari parfum yang sudah dihapalnya mati. Pras tersenyum tipis dan membuka mata. Dia mendapati Sasti sudah duduk manis di sampingnya lengkap dengan cengiran simpul yang tidak pernah membuatnya bosan. Sebelah tangan perempuan itu meraih jemarinya, menggenggamnya hangat.

Sudut bibir Pras terangkat samar. Jemarinya balas menggenggam jemari Sasti dan menatapnya dalam. Keduanya saling tatap, saling melempar resah masing-masing, seolah detak jantung yang menggila tidak cukup mewakili setiap ketakutan.

"Mas ganteng banget hari ini," ucap Sasti, berusaha mencairkan suasana.

Pras tersenyum tipis. Sasti selalu berusaha membuatnya kembali baik.

"Untungnya Sasti, ya, yang dapetin Mas. Coba kalo yang lain, Sasti mau konsultasi ke dukun aja lah."

Kali ini Pras tertawa. Tawa rendah yang mengundang Sasti ikut tertawa. Sebelah tangannya mengacak gemas pucuk kepala perempuan itu. "Ayo, kita jenguk pasien kamu."

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now