Saya Terima Nikahnya

41.2K 3.7K 63
                                    

            Mobil yang ditumpangi Pras terparkir di jalanan depan menuju kediaman keluarga Handoyo. Bunyi petasan yang meledak-ledak mengiringi langkah keluarganya melewati gerbang menuju lokasi hajatan. Senyum sumringah milik Malik, Jenar dan Ares juga beberapa sanak keluarga besar Handoyo menyambut kedatangan keluarga Antares. Suasana langsung berubah lebih ramai. Beberapa tamu undangan bahkan ada yang berdiri, sekadar untuk melihat jelas kedatangan besan dan melihat bagaimana calon suami Sasti.

Ares tersenyum lebar dan memukul bahu Pras tanpa tenaga begitu Pras berada di depannya. Wajahnya tampak sumringah, berbeda dengan Pras yang kelihatan sekali gugup.

"Baru ijab qobul, Bro, bukan malam pertama. Gugup banget lo," komentar Ares cengengesan. Pras balik meninju Ares lemah. "Gue doain lo lebih gugup dari gue pas ijab qobul nanti," katanya agak merengut.

Ares terkekeh geli seraya memindai penampilan Pras dari atas sampai bawah. Calon adik iparnya itu mengenakan beskap putih pasangan kebaya yang dikenakan Sasti, termasuk kopiyah berwarna senada yang menutupi kepalanya. Kalau saja tanpa kursi roda, Ares yakin jika Pras dan Sasti adalah pasangan pengantin yang bisa membuat para tamu undangan berdecak iri. Adiknya cantik dan Pras tampan, kombinasi sempurna yang bisa melahirkan generasi membunuh mata di masa depan.

Meski ia laki-laki tapi penilaiannya terhadap Pras tidak penah bisa buruk. Pras selalu tampil maksimal, sekalipun ke kantor. Dan hari ini, meski tubuh Pras dibatasi kursi roda, tapi calon adik iparnya itu tetap kelihatan tampan dan gagah.

"Well, gue akuin kalo hari ini lo ganteng, walau aslinya masih gantengan gue hahaha...."

Pras menarik sudut bibirnya dan menggeleng-geleng mendengar kenarsisan Ares. Calon kakak iparnya itu benar-benar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Lihat saja saat ini, bukannya merasa sungkan, Ares malah tertawa lebar.

"Yang bener itu gantengan gue, Res, soalnya gue udah laku."

Sahutan Pras praktis memangkas tawa Ares seketika dan merengutkan wajahnya. Ekspresinya tampak keki dengan bibir maju-maju, membuat Pras tertawa geli. Benar juga apa yang dikatakan Pras, kalau memang dia benar-benar ganteng, harusnya ia sudah laku.

Mendengar cekikikan lain dari arah samping Pras membuatnya mendelik. Valindra tengah mentertawakannya dengan geli yang tertahan. Gadis itu membekap mulutnya agar tawanya tersendat, tapi akhirnya usahanya sia-sia. Tawa Valindra menggema cukup keras dengan wajah memerah.

Merasa diperhatikan tajam, Valindra mati-matian menahan gelaknya dan berdeham-deham mengatur suara. "Ehem! Maaf, Mas, keceplosan," tukasnya sungkan yang masih kelihatan susah menahan tawa. Wajahnya merona.

Untuk sesaat, Ares memperhatikannya. Valindra mengenakan terusan putih tulang selutut dengan bahu tertutup dan panjang bagian tangan sebatas siku. Belt berwarna gold melilit pinggang rampingnya. Rambut gadis itu dikepang menyamping dan dihiasi melati di ujung kepangan, tak lupa jepit rambut berwarna senada bajunya yang terselip di bagian berlawanan. Heels setinggi tujuh senti meter menghiasi kaki jenjang gadis itu hingga membuatnya setinggi telinganya.

Ares sempat dibuat terdiam. Valindra yang pertama kali dilihatnya nyaris seperti bocah tiga belas tahun dengan tampilan kekanakan, karena hanya memakai jeans hitam dan kaus bergambar minion lengan seperempat serta tas kecil yang bertengger di punggung. Juga jam tangan besar berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang kecil. Rambutnya diikat tinggi serupa ekor kuda dan mukanya bersih tanpa make up. Benar-benar mirip anak SMP.

Tetapi saat ini, Ares mengakui kalau Valindra kelihatan anggun dan lebih dewasa. Pipi gadis itu merona, entah karena polesan blush on atau karena tadi mentertawakannya. Dan bibir plump-nya semerah cherry.

PRAS-SASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang