Senyum Ares

37.2K 3.2K 48
                                    

For you guysss.... happy readinggg!! ^^

***

Suasana ramai dan riuh tawa serta gaduh alunan gamelan dan gending jawa memenuhi kediaman keluarga Handoyo. Beberapa sanak keluarga dan tetangga terus berdatangan dan tak henti memberikan doa. Jam di tembok baru menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit, tetapi meja-meja sudah banyak dipenuhi tamu undangan. Kebanyakan adalah dari keluarga besar Malik dan Jenar, selebihnya rekan kerja Ares, teman-teman Sasti dan tetangga yang memang sengaja diundang.

Dengan setelan kemeja batik formal seragaman berwarna campuran merah marun dan putih, Ares tampak hilir mudik, memeriksa lagi beberapa persiapan dan kesiapan segala hal sebelum keluarga Pras datang, termasuk memeriksa ulang bagian depan pernak-pernik yang menghiasi area masuk menuju rumahnya. Hiasan Tarub (dekorasi tumbuhan) yang terdiri dari pohon pisang, janur kuning, tebu, buah kelapa dan daun beringin sengaja dibentuk layaknya pintu gerbang. Hiasan itu dibentuk untuk menyambut kedatangan keluarga mempelai laki-laki dan para tamu undangan. Hiasan itu permintaan khusus dari sang ayah. Katanya, meski sudah tinggal di ibu kota, ayahnya tidak ingin meninggalkan tradisi.

Langkah Ares beralih pada panggung berukuran sedang yang hanya berjarak beberapa meter dari singgasana pengantin. Panggung itu sengaja didesain sederhana dan ada beberapa alat musik di sana. Sebagai tim sukses pernikahan Pras dan Sasti, Ares sengaja meminta teman-temannya untuk menyumbangkan sedikit suara. Karena jika tamu dan pihak besan hanya dihadiahi tembang-tembang kolot kesukaan ayahnya, tidak menutup kemungkinan mereka pingsan kobosanan.

"Gimana, Res?"

Tahu-tahu Malik sudah berdiri di samping Ares sambil memerhatikan sekitar. Ayahnya hari ini kelihatan lebih gagah dan tidak henti tersenyum sumringah. Beskap hitam yang membalut tubuh ayahnya semakin membuatnya kelihatan tampan meski tidak lagi muda.

"Sembilan puluh sembilan persen oke, Yah," jawab Ares mantap. Ia sengaja membuat daftar hal-hal yang memang memerlukan perhatian ekstra dan menandainya jika sudah sesuai keinginan. Bagaimanapun, ini adalah acara pernikahan perdana dalam keluarga kecil Malik Altair Handoyo. Dan bagi Ares pribadi, tidak ingin ada kekurangan dalam bentuk apapun.

Malik manggut-manggut senang, lalu melirik jam tangannya. "Sebentar lagi keluarga besan dateng, kamu rapi-rapi sana, biar gantengan dikit. Kali aja ada tamu yang ngelirik kamu."

Ares bersungut-sungut mendengar sahutan Malik. "Nggak rapi-rapi juga udah banyak yang ngelirik, Yah. Anak Ayah ini kan ganteng," sahut Ares agak keki. Malik menatap Ares dari atas sampai bawah, tampak menilai. "Iya ganteng, tapi nggak laku," komentarnya santai, kemudian berlalu begitu saja tanpa merasa bersalah, meninggalkan Ares yang melongo parah dengan rahang nyaris jatuh.

"Jangan bengong gitu, Le. Sana lihat adikmu, udah siap belum...."

Bibir Ares maju-maju mendengar celetukan ayahnya sebelum benar-benar meninggalkannya. Meski dengan langkah malas-malasan, Ares tetap bergegas mengecek sang adik yang sejak tiga jam lalu tidak kedengaran suaranya.

Langkah Ares terhenti di depan pintu kamar Sasti yang sedikit berantakan. Tangannya bersidekap di mulut pintu sambil tersenyum lembut melihat sang adik yang sedang sibuk dirias. Dua orang perempuan tambun kelihatan cekatan memoles segala alat make up di wajah adiknya dari setiap sisi dan menghias rambutnya sampai sedemikian rupa, sampai-sampai Sasti tidak bisa dikenali. Adiknya benar-benar berbeda hari ini, hasil puasa dan adat pingitan yang dilakukan kedua orangtuanya benar-benar berhasil. Kalau tidak dirias di rumahnya, mungkin Ares sendiri tidak bisa mengenali siapa yang saat ini berdiri di depannya.

PRAS-SASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang