Nama Keramat

44.6K 3.7K 62
                                    

First of all, MARHABAN YAA RAMADHAAAANNN!! Segenap keluarga besar PRAS-SASTI mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa. Mohon maaf kalo-kalo saya ada salah dan udah bikin (mungkin) pembaca fiksi ini merasa di-php dan merindukan PRAS-SASTI hahaha *geplak* saya tau ini telat banget, tapi semoga nggak mengurangi feel ya :D

Saya lagi kurang fit makanya update molor banget >,< maaf yaaa... ini kan bulan puasa, dosa kalo ngga maapin saya *minta dijambak* hihihi

Okaaaayyyy happy readingggg *deep bow*

--------------------------------------------------------------

Pras tidak henti memerhatikan Sasti yang kelihatan gelisah di sampingnya. Berulang kali Pras mendengar tarikan napas panjang dari bibir Sasti dan jemari gadis itu saling memilin. Hampir setengah jam mobilnya membelah jalanan ibu kota tapi kegelisahan Sasti belum juga hilang.

"Kamu... gugup?" tanya Pras hati-hati.

Sasti menolehkan kepalanya dan tercengir miris. "Kelihatan banget ya, Mas?" tanyanya retorik, Pras mengangguk. "Padahal Sas udah kayak ibu-ibu mau melahirkan gini, tapi gugupnya nggak mau hilang juga," gumam Sasti pelan dan kembali menarik napas.

Hari ini Pras mengajaknya untuk menemui keluarga besar dari Anindya. Kalau saat lamaran dua minggu lalu beberapa saudara dari Haris ikut serta, sekarang gantian keluarga besar dari sang calon ibu mertua-lah yang ingin berkenalan dengannya.

"Hm, baju Sas nggak keliatan malu-maluin kan, Mas?"

Pras memperhatikan Sasti dari ujung kaki sampai kepala dan tidak menemukan keanehan sedikitpun dalam diri gadis itu. Sasti selalu bisa menyesuaikan penampilannya dan yang disukai Pras, Sasti tidak pernah berlebihan.

"Nggak. Kamu udah... oke," sahut Pras pendek.

"Cuma oke doang?" selidik Sasti, Pras mengangguk pelan. "Ya," katanya. Pras bisa melihat raut kekecewaan di wajah Sasti, tapi ia hiraukan. Pras paham kalau Sasti menunggu pujiannya, tapi ia masih merasa canggung untuk bisa memuji Sasti langsung. Selain Pras memang bukan tipe laki-laki yang mudah mengeluarkan kata-kata manis, ia juga tidak mau terlalu sering mengatakan gadis di sampingnya ini cantik-walau itu kenyataannya-karena kata-kata yang sering diucapkan, malah akan menghilangkan arti sejati kata tersebut.

Hari ini Sasti mengenakan rok mengembang selutut berwarna hijau toska dengan atasan yang dimasukkan berupa kemeja lengan pendek berwarna soft pink bertepi kerut di lengan dan kalung berbandul lempengan kayu berwarna cokelat tua, tak lupa flat shoes berwarna senada dengan roknya. Pakaian itu membalut tubuh ramping Sasti dengan pas. Rambutnya diikat ekor kuda dan tas bertali kecil berwarna cokelat tua yang tersangkut di bahunya, semakin membuat Sasti kelihatan tambah cantik.

"Ya kali gitu, Mas, bisa muji Sas sedikit, atau pake lagunya Lobow gitu yang Kau Cantik Hari Ini, siapa tahu aja gugupnya Sas bisa hilang."

Sasti bersungut pelan dengan wajah merajuk. Bibirnya mengerucut dan pipinya jadi kelihatan tembam. Pras tidak bisa untuk tidak tertawa melihat ekspresi Sasti. Gadis itu, kesal sekalipun, justru kelihatan menggemaskan.

Pras tersenyum kecil dan memberanikan diri mengulurkan tangannya, menyentuh punggung tangan Sasti dan menggenggamnya. Pras menyelipkan setiap jarinya di sela-sela jemari gadis itu, menariknya perlahan dan meletakkannya di atas pahanya.

Tangan Sasti terasa kecil dalam genggamannya. Dalam sekejap saja genggaman tangan Pras berhasil menyelimuti seluruh jemari Sasti. Setiap jari gadis itu terasa rapuh. Pras sampai merasa jari-jari itu akan patah kalau ia mengenggamnya terlalu erat.

PRAS-SASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang