Cewek Bunglon

43.3K 3.7K 92
                                    

            Sasti ke luar dari kamar dengan keadaan sudah mandi. Rambutnya tersisir rapi meski masih basah. Berulang kali ia memeriksa bajunya, takut-takut ada yang salah seperti tadi. Setelah yakin bajunya aman, Sasti menderap ke luar.

Sebenarnya jantungnya masih kebat-kebit hebat dan wajahnya masih memerah, tapi tidak mungkin juga Sasti mengabaikan Pras, selain tidak sopan, dia juga sadar kalau setiap organ dalam tubuhnya butuh melihat lelaki itu lebih lama.

Sasti berdeham pelan, menetralkan sedikit pita suaranya. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan begitu mendapati ruang tamu hanya dihuni Pras seorang.

"Kok sendirian, Mas? Mas Ares ke mana?"

Sasti sengaja mengambil tempat agak jauh dari Pras. Selain menyamarkan wajahnya yang merona, Sasti juga masih canggung mengingat kejadian tadi.

Mendengar suara Sasti, memaksa Pras mendongak dan memasukkan kembali gadgetnya ke dalam saku celana. "Ares sudah berangkat tadi. Mau bilang sama kamu, tapi kamu lagi mandi," sahutnya kalem. Sedetik, Pras memerhatikan Sasti. Gadis itu kelihatan lebih segar setelah mandi, meski matanya masih kelihatan bengkak.

Benar kata mama, pasti Sasti nangis semalam...

Sasti hanya mengangguk-angguk, lalu kelihatan agak salah tingkah ketika menangkap mata Pras tengah terarah padanya. Mau tidak mau, Sasti tersenyum tipis. "Hm, kok tumben, Mas, pagi-pagi udah ke sini? Kangen ya sama Sas?" Sasti memainkan alisnya lucu dengan sengaja, berusaha mencairkan suasana yang sedikit rikuh. Tetapi, alih-alih mendapat jawaban, Sasti malah mendapat tatapan jauh lebih dalam dari Pras.

"Hm, Mas?" Sasti berusaha memecah keheningan, tapi Pras malah menambahnya. Laki-laki itu masih menatapnya intens dan sedetik kemudian terdengar helaan napas panjang dari bibirnya.

Kening Sasti berlipat dalam mendengar helaan napas Pras yang seperti orang frustasi. Rasanya dia tidak melakukan apa-apa, tapi kenapa Pras kelihatan begitu lelah?

"Mas kenapa? Lagi sakit? Kok napasnya berat begitu?" tanya Sasti cemas.

Pras mendengus angin pelan. "Harusnya saya tahu kalau kemarin, kamu memang nggak baik-baik aja."

Kening Sasti mengernyit lagi lebih dalam mendengar Pras yang malah mengabaikan pertanyaanya dan sedikit tersentak ketika kata 'saya' kembali digunakannya. Rasanya kemarin ia bilang kalau ia menyukai ketika laki-laki itu membahasakan dirinya dengan 'mas', bukan 'saya'. Tetapi kenapa sekarang dipakai lagi?

"Hm, Mas, kenap—"

"Berapa lama kamu menangis semalam? Tiga, empat atau lima jam? Atau kamu malah nggak tidur sama sekali karena terus menangis?"

Sasti sempat terdiam sedetik. Suara Pras kembali terdengar dingin dan sorot matanya agak kuyu. Lelaki itu kelihatan habis bergadang tujuh hari tujuh malam.

Mengabaikan ekspresi Pras, Sasti kemudian menghela napas dan mengembuskannya berat. Dia mengerti ke mana arah pembicaraan laki-laki di depannya ini dan rasanya ia harus mengikuti. "Jadi, Mas pagi-pagi datang ke sini cuma mau tau berapa lama Sas nangis semalem? Ngga ada alasan lain? Kangen gitu misalnya?"

Sasti masih berusaha mempertahankan senyumnya dan membuat suasana tidak kaku atau tegang. Tapi agaknya berbeda dengan Pras. Karena lelaki itu malah mengangguk lemah.

"Ya," sahut Pras pelan.

"Iya apa nih, iya kangen atau iya mau tau berapa lama Sas nangis?" tanya Sasti lagi tercengir lebar, berusaha kelihatan baik-baik saja.

PRAS-SASTIOù les histoires vivent. Découvrez maintenant