Meyakinkan Hati

44.1K 4.7K 115
                                    

            Sepulangnya dari rumah sakit, Sasti langsung mengeram diri di kamar. Sasti mematut dirinya lama-lama di depan kaca seukuran badannya, mengikuti perintah Pras, lalu tersenyum-senyum sendiri persis orang gila.

            "Kalo gitu, pulang dari rumah sakit, kamu ngaca sepuasnya di depan lemari di rumah kamu."

 

            "Kenalan sama perempuan yang papa saya maksud. Kamu pengin tahu siapa orangnya, kan? Ya itu dia."

            Kalimat yang diucapkan Pras siang tadi terus terngiang dikepala Sasti, membuatnya betah meloloskan senyum lebar dengan wajah bersemu. Kalau ingat tadi siang, Sasti jadi malu sendiri. Bagaimana bisa dia cemburu pada dirinya sendiri? Tidak lucu sekali.

            Puas menatap bayangannya di cermin, Sasti merebahkan diri di atas tempat tidur. Sebelah tangannya merogoh ponselnya yang teronggok tidak jauh. Sasti ingin menghubungi Pras, tapi ia malu dan tidak enak juga. Mengingat kalau tadi siang dia sudah marah-marah tidak jelas pada laki-laki itu, membuatnya segan. Bagaimana kalau ternyata Pras masih kesal padanya? Walau saat ia turun dari mobil tadi, Pras menyuguhkan senyum tipis padanya, tapi bukan berarti laki-laki itu lupa, kan?

            Sasti menimang-nimang ponselnya. Jam bisu di tembok baru menunjukkan pukul delapan. Rasanya belum terlalu malam.

            "Dia udah pulang belum ya?" tanya Sasti bermonolog. Bagaimanapun, setidaknya ia perlu meminta maaf. "Ngga ada salahnya nyoba."  

            Mengumpulkan keberanian dan mengesampingkan rasa malunya, Sasti mengetikkan sederet kata dan mengirimkannya pada Pras.

            'Mas, udah pulang?'

            Sasti menggigit bibirnya harap-harap cemas, malah merasa ragu setelah mengirimkan pesannya. Apa Pras mau membalas pesannya atau malah mengabaikannya begitu saja?

            Satu menit berlalu dan ponsel Sasti akhirnya bergetar, menunjukkan gambar amplop yang buru-buru Sasti buka.

            'Sudah. Ada apa?'

            Bukannya merasa lega mendapat balasan, Sasti malah merasa gugup. Tangannya mendadak berkeringat. Ragu-ragu, akhirnya Sasti membalasnya.

            'Soal tadi siang, maafin saya ya, Mas. Saya udah marah-marah nggak jelas sama Mas.'

            Setelah pesannya terkirim, Sasti menarik napas. Dia baru akan mengambil minum tepat ketika ponselnya bergetar lagi. Satu pesan dari Pras.

            'Iya, tidak apa-apa. Memangnya sudah kenalan sama perempuan itu?'

            Bibir Sasti tertarik lebar. Tawanya lolos disertai rona pink di pipinya. Dengan lihai jemarinya bermain di atas keypad ponselnya.

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now