Sebegininya Cinta

68.1K 5.4K 1.1K
                                    

Sesuai janji saya, part tambahan yang kemarin belum rampung, sekarang nongooll!! Maaf yak agak lama ^^ Semoga nggak bikin siapapun kejang-kejang yak hahaha

Happy readiinggg!!!

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kening Pras mengernyit dalam melihat Sasti yang terus-menerus diam dan menghindari tatapannya. Sepulangnya dari rumah sakit, Sasti praktis tidak banyak bicara, wajahnya kelihatan murung dan pucat, bahkan tanpa mau mengganti baju lebih dulu, Sasti langsung merebahkan diri di tempat tidur, meringkuk memeluk guling. Bahkan menawarkannya minum juga tidak.

Pelan-pelan, Pras merangsek mendekat, ikut mendudukkan diri di samping Sasti dan memerhatikannya sejenak. Wajah istrinya terpejam lelah, tapi keningnya berkerut-kerut seperti menahan sakit. Pras jadi semakin mengernyit. Kemudian, satu tangannya terangkat, memeriksa subuh tubuh istrinya.

Tidak ada yang aneh, suhu badan Sasti normal.

Pras merangsek lebih dekat, meraih tangan Sasti dan mengenggamnya. "Kamu sakit, Sas?" tanyanya, lembut. Tapi tak ada sahutan. Lipatan di kening Pras semakin dalam. "Sasti, kamu kenapa? Lagi dapat tamu bulanan?"

Lagi-lagi tak ada sahutan.

"Sasti—"

"Sas nggak mau ngomong sama Mas," serobot Sasti, suaranya nyaris tak terdengar karena terlalu serak.

Alis Pras terangkat tinggi dan keningnya berkerut. Tapi, sudut bibirnya terangkat tipis. "Kenapa kamu nggak mau ngomong sama Mas? Mas bikin salah, ya?" tanyanya, mengulum senyum geli. Tidak biasanya Sasti kelihatan merengek manja begini. "Mas salah apa kali ini?"

Sasti tak langsung menyahut. Dia bangun lebih dulu, mendudukkan diri, dan menatap Pras lekat-lekat. "Kenapa Mas nggak mau jenguk Mbak Vera?" tanyanya, tanpa basa basi.

Senyuman di wajah Pras langsung menghilang, ekspresinya berubah datar dan kaku. Ia mengalihkan pandangannya dan memilih tak menjawab.

"Kenapa Mas diam? Sas tanya sama Mas, kenapa Mas nggak mau jenguk Mbak Vera?" tanya Sasti lagi, terdengar menuntut.

Pras menarik napas pendek. "Karena Mas nggak mau," balasnya, singkat.

"Kenapa Mas nggak mau?" timpal Sasti.

"Karena Mas nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa? Jemput Sas aja Mas bisa, kenapa jenguk Mbak Vera sebentar aja Mas nggak bisa?"

"Karena pasien itu... dia," jawab Pras, suaranya agak bergetar.

"Kenapa kalo pasien itu Mbak Vera? Memangnya kalo pasien lain yang minta jenguk, Mas mau datang?"

Pras tak buru-buru menyahut. Ia lebih dulu menghela napas dan mengembuskannya panjang. "Kita udah pernah bahas soal ini, Sas, Mas nggak mau bahas lagi," katanya final, tapi Sasti belum mau berhenti.

"Tapi Sas mau bahas lagi. Sas mau tau kenapa Mas nggak mau jenguk Mbak Vera. Kenapa Mas nggak bisa datang sebentar aja lihat kondisinya. Dan kenapa Mas—"

"Nggak ada gunanya kita bahas masalah ini lagi. Jawaban Mas tetap sama sampai kapan pun," sergah Pras.

Sasti menggeleng. "Nggak, Mas. Mas harus jawab dulu pertanyaan Sas, jangan terus-menerus diam. Sas nggak bisa kalo harus menebak-nebak apa yang ada dalam kepala Mas kalo Mas nggak berusaha jelasin—"

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now