Mengejar Rindu

76.7K 5.9K 2.4K
                                    

            Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam saat Pras selesai merapikan barang-barang di ruang kerja pribadinya. Ia menghela napas panjang, menatap keadaan ruangan itu. Jauh lebih baik, pikirnya. Membunuh rindu tidak pernah mudah baginya dan seperti hari-hari kemarin, hari ini pun Pras sedang mengulang kebiasaan yang mulai diterapkannya setiap malam; menyekap keinginan bertemu yang sangat besar dengan bergerak. Pras berusaha mengatasinya dengan terus merapikan banyak hal, mengerjakan apa pun, dan membenahi segala yang berantakan. Termasuk ruang kerja yang lama ia tinggalkan.

Ruangan itu berdebu. Terakhir kali ia mengunjunginya sehari sebelum keesokan harinya Sasti pergi, lalu setelahnya tidak ada lagi kunjungan ke ruangan itu. Mengingat hari itu, Pras mengembuskan napas berat lagi. Dadanya bergemuruh. Ia menatap seisi ruangan dan baru menyadari ruangan itu begitu dingin dan hampa.

Pras mencoba mengingat-ingat setiap hal yang pernah terjadi dalam ruangan itu dan menyadari satu hal, bahwa dulu, ia tidak pernah benar-benar mengijinkan Sasti memasuki ruang kerjanya lama-lama. Ia tidak ingin Sasti tahu apa yang disembunyikannya di dalam laci, di balik setiap lembaran kertas kerja, serta di hadapan dinding yang kosong yang sering ia tatap lama hanya demi mengulang kenangan dalam ingatan. Pras yang dulu tidak mampu membagi masa lalunya pada Sasti.

Sebelum hari-hari kepergian Sasti, ruangan ini adalah tempat bagi Pras menyimpan serta mengenang banyak hal. Tempatnya bercerita dalam diam dan meresapi setiap luka dalam kesakitan. Ia tidak pernah mengizinkan Sasti mengubah sesuatu di dalam ruangan itu. Ia tidak ingin ada perubahan yang menjauhkannya dengan masa lalu. Namun sekarang, ia berharap Sasti ada di sini, membantunya menyusun buku-buku sambil bercerita banyak hal. Membantunya merapikan kekacauan sambil bersenandung kecil. Membantunya meletakkan setiap buku sesuai tempatnya sambil tertawa senang. Pras menginginkan semua itu, sama besar seperti rasa inginnya bertemu Sasti detik itu juga.

Membayangkannya membuat Pras menggeleng, tersenyum sedih. Penyesalan tidak pernah datang di awal untuk mengingatkan.

"Kak Pras?"

Ketukan di pintu menyentak Pras. Valindra menyembulkan muka dari balik pintu dan kening gadis itu mengerut dalam. "Kok kakak belum tidur?" tanyanya sambil mengerling jam di tembok, "Ini kan udah malem banget," sambungnya.

"Sebentar lagi, Lin, tanggung," jawab Pras, menunjuk beberapa barang di sekitarnya dengan dagu.

"Emangnya Kakak ngapain, sih?"

"Beres-beres," sahut Pras.

Valindra menarik langkah memasuki ruangan dan mengerjap melihat perubahan di dalam ruang kerja pribadi kakaknya. Terakhir kali ia berdiri di sana, ruangan itu terasa seperti rumah kosong yang lama ditinggalkan penghuninya. Namun sekarang lain sekali. Buku-buku kedokteran serta novel milik Sasti berjejer rapi di dalam rak, berdampingan dengan buku-buku Pras. Sofa di tengah ruangan bersih dari debu dan beberapa pigura terpajang di atas meja kerja. Dua di antaranya adalah foto Pras dan Sasti dalam banyak gaya.

Diam-diam, Valindra tersenyum. Kakaknya telah benar-benar berubah.

"Lin, bisa bantu kakak sebentar?"

Valindra berjalan mendekat. "Bantu apa?"

"Pasang ini di sana. Bisa?" Pras menunjuk sesuatu di tangannya dan bagian kosong tembok yang berhadapan langsung dengan meja kerjanya secara bergantian.

Valindra mengerling sesuatu di tangan Pras. Itu adalah sebuah pigura dan lelaki itu sedang melepas plastik pembungkusnya. Ketika Pras membaliknya, Valindra menahan napas. Ia menatap kakak laki-lakinya lama, tertegun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now