Lamaran Panas-Dingin

47.4K 4.1K 69
                                    

Part ini agak panjang dari sebelumnya! Warning!! Siapin sesuatu biar kalian nggak mabok dan niat bunuh orang! :D

***

Alunan gending dan gamelan jawa yang memenuhi ruangan terhenti perlahan begitu Ares berdiri di belakang mic dengan senyum cerah menggoda iman. Setelan kemeja batik formal yang dipakainya membuatnya mendapat lirikan-lirikan genit dari beberapa sepupu perempuan keluarga Antares. Ares hanya tersenyum kecil, tatapannya jatuh pada Pras yang kelihatan sekali gugup. Kalau saja tidak mendapat tugas sebagai pambiworo (pembawa acara), Ares pasti sudah mendekati Pras dan menggoda calon adik iparnya itu terang-terangan. Rasanya mulutnya gatal kalau tidak menggoda Pras dan Sasti.

Ares berdeham keras sekali yang seketika membuat suasana hening. Senyumnya sengaja dipasung menawan dan disebarkan ke setiap sudut, baru kemudian mengucap salam sebagai pembukaan. Koor sahutan salam menggema memenuhi ruangan. Ares tersenyum kecil dan mengangguk samar, kemudian membacakan susunan acara.

Seperti acara lamaran pada umumnya, akan ada sambutan dari masing-masing pihak keluarga sebagai tata krama juga sebagai penyampaian maksud dan tujuan kedatangan. Dari pihak Handoyo, sambutan pertama disampaikan oleh Malik selaku pemangku hajat dan tuan rumah. Kemudian dari pihak Antares, sambutan disampaikan oleh Haris.

Acara sambutan berjalan lancar. Setelah dua belah pihak keluarga menyampaikan maksud dan tujuan masing-masing, Ares kembali mengambil alih acara.

"Terima kasih untuk Ayah dan juga Om Haris atas sambutannya, dan sekarang kita langsung saja ke acara yang selanjutnya, karena dari tadi kayaknya mempelai laki-lakinya sudah ndak sabar."

Riuh tawa dan ledekan sana-sini menghampiri Pras yang tersenyum kecil dengan rona pink di wajahnya. Ditambah jantungnya menghentak-hentak heboh semakin membuat Pras tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Organ penting itu serasa sedang berakrobat ria.

Sementara di kamarnya, Sasti hanya bisa menggigiti bibirnya dan tak henti menarik napas panjang-panjang. Tubuhnya agak gemetar dan jantungnya berpacu kesetanan. Kalau saja tidak ada Valindra di sampingnya, yang dengan setia mengipasinya, saat ini Sasti sudah mandi keringat. Dia gugup luar biasa.

"Santai, Mba. Kak Pras nggak bakal makan Mba kok, paling ngiler doang pas liat nanti," goda Valindra yang dihadiahi cubitan kecil dipinggangnya. Tapi bukannya kesakitan, Valindra malah terkikik. Dia menggiring pelan Sasti ke luar dari kamar dan duduk di ruang yang sengaja diberi sekat. Dari tempatnya, Sasti bisa melihat sebanyak apa keluarga yang hadir dan hal itu semakin membuatnya mati gaya.

"Wa, kok banyak banget yang dateng? Kayaknya Mba sama kakak kamu nggak ngundang-ngundang deh," kata Sasti ketika melihat ke ruang tamu. Valindra ikut memanjangkan leher. "Kebanyakan sih dari keluarga Papa, Mba. Mereka seneng banget pas denger Kak Pras mau lamaran, apalagi Papa bilanginnya super heboh. Ya gitu deh hasilnya."

Sasti hanya mengangguk-angguk pelan. Debar jantungnya semakin bertingkah kalap ketika Ares menyebut-nyebut tentang mempelai laki-laki. Lalu, tahu-tahu saja Ares sudah berdiri di depan sekat yang membatasinya dengan ruang tamu.

"Nah, ini mempelai perempuannya udah ke luar dari istana, eh dari kamar maksud saya. Mas Pras kayaknya udah ndak sabar mau lihat si Mba Calon Istri. Coba sebentar saya cek dulu, takut salah bawa," cetus Ares mengerling lucu.

Ares berdiri di depan sekat dengan senyum lebar dan uluran tangan. Senyumnya yang teduh seperti milik ayah, membuat Sasti sedikit tenang.

"Aduh, Mas Pras, maaf ya, jadi saya duluan yang lihat calonnya. Ayu tenan loh, Mas..." ujar Ares dengan tatapan menggoda. Seisi ruangan ramai dengan tawa, termasuk Pras dan Sasti yang menunduk malu dengan semburat merah jambu di pipi masing-masing.

PRAS-SASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang