62). Hari Duka

1.3K 149 18
                                    


Terik sinar matahari membuat Dewa menyipitkan kedua matanya yang memang sudah kecil sejak lahir itu. Beberapa kali ia melirik jam tangannya dengan wajah yang khawatir, sampai akhirnya wajah khawatir itu tiba-tiba berganti menjadi senyuman lega saat sebuah motor melaju dari kejauhan menuju ke tempatnya berdiri.

"Duh sorry. Lo udah nunggu lama ya?"

Dewa menggeleng pelan, "Nggak, kok. Thanks udah mau jemput gue, Nan."

Nandra mengangguk singkat lalu menyodorkan satu helm full face kepada Dewa, "Yuk buru naik. Gue pengen cepet-cepet sampe kosan, laper" ringis Nandra yang mengundang kekehan ringan dari Dewa.

"Yaudah. Minggir lo, biar gue yang jadi pak sopir hari ini" Titah Dewa yang dituruti begitu saja oleh Nandra. Lagipula hari ini Nandra sedang lelah akan pekerjaan yang sedikit sibuk menjelang akhir bulan.

Satu jam yang lalu, Nandra mendapat pesan dari Dewa yang meminta tolong untuk menjemputnya di area kampus. Pria berperawakan tinggi itu kehilangan uang bekalnya yang entah jatuh dimana, sebagai sahabat yang baik Nandra pun dengan ikhlas menjemput Dewa tepat setelah pekerjaan nya selesai.

Diperjalanan, keduanya berbincang dan bercanda seperti biasa. Walaupun hanya Dewa yang banyak sekali berbicara namun Nandra selalu meresponnya walaupun hanya dengan tawaan kecil.

"Eh kok berhenti disini?" Tanya Nandra saat Dewa menghentikan laju motornya di sisi jalan.

"Udah diem aja. Tunggu sini" Titah Dewa yang kemudian langsung meninggalkan Nandra ke seberang jalan.

Nandra pun memutar bola matanya malas saat melihat Dewa yang menghampiri salah satu penjual batagor disana, helm full face yang tadi Dewa pakai kini terjinjing apik ditangan kanannya, senyum lebar pria jangkung itupun tak luput dari pandangan Nandra.

Biarlah, selama anak itu merasa senang maka Nandra tidak akan melontarkan protes.

"Lo beli batagor duit darimana, Dew?" Tanya Nandra heran saat Dewa sudah kembali dan berdiri tepat dihadapannya.

Dewa terkekeh, "Gak usah banyak tanya. Yang penting kali ini lo gue traktir" jawabnya santai.

"Ngutang si goblok"

Nandra berdecak heran. Bisa-bisanya Dewa tertawa setelah menghutang pada seorang penjual batagor, padahal jika Dewa ingin maka Nandra bisa membelikannya toh Nandra masih mampu dan mempunyai uang. Namun Dewa adalah Dewa, bahkan saat Nandra memaksa untuk membayar batagor tersebut pun anak itu dengan keras kepalanya melarang.

"Nan!! Dibejaan ngajedog teh nya ngajedog atuh gusti, eta si mamang langganan urang. Kalem" Kesal Dewa dengan logat sundanya membuat Nandra terdiam bingung.

"Kali-kali atuh urang ngajajanan, tong maneh wae" Gerutu Dewa.

Nandra menggaruk kepala belakangnya bingung. Sungguh, jika Dewa sudah berbicara dengan bahasa kelahirannya, Nandra tidak bisa melakukan apapun.

"Diem kan lo," ledek Dewa membuat Nandra mendengus.

"Ya diem lah. Gue gak paham." Jawab Nandra malas.

Dewa hanya terkekeh lalu membuka tasnya berniat untuk menyimpan keresek berisikan dua bungkus batagor itu. Namun pergerakannya terhenti saat handphone di saku celananya berdering kencang, Dewa pun mengambil handphone tersebut dan mengernyit heran saat nomor tak ia kenali menghubunginya.

"Halo?"

Dewa menjawab telpon dengan wajah yang sangat serius, Nandra hanya diam sembari menyandarkan pinggangnya disamping motor.

Malchance (MileApo local) ✔️Where stories live. Discover now