72). Extra Chap; Happiness

2.3K 154 22
                                    


~ That Night ~

Malam itu, dikamar tamu lantai dua sepasang pria tengah duduk berdampingan diatas kasur. Suasana canggung begitu kental terasa saat keduanya hanya terdiam tak membuka suara sedikitpun, hanya suara jam dinding yang menjadi penghalau suasana sunyi dikamar tersebut.

"Nan, gue minta maaf."

Nandra terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia menghela nafas panjang, "Kenapa bisa, Dew?" Tanyanya ragu.

"Sebut aja gue baperan. Tapi kebaikan lo ke gue bener-bener bikin gue suka sama lo," jawab Dewa yang diakhiri kekehan lirih.

"Kalo gitu... Makasih, Dewa."

Dewa menolehkan pandangannya pada Nandra, "Kenapa makasih?"

"Karena gak ada kata lain yang bisa gue ungkapin selain itu."

Keheningan kembali tercipta diantara keduanya. Baik Dewa maupun Nandra hanya fokus pada pikirannya masing-masing, jemari kurus Dewa kini sibuk memainkan tali dari sebuah guling yang ia pegang. Sedangkan Nandra hanya diam melamun disampimg Dewa tanpa melakukan apapun.

"Nandra ... Lo ... Sama Shinta pacaran, ya?" Tanya Dewa dengan suara kecilnya. Mungkin lebih pantas disebut bisikan.

Mendengar hal itu Nandra pun langsung memalingkan wajah kearah Dewa dan menatap pria jangkung itu dengan bingung, "Hah? Siapa?"

"Ya elo sama Shinta," jawab Dewa yang kali ini menunjukkan wajah murungnya.

"Lo tau darimana kabar itu?"

"He? Jadi bener ya? Lo udah punya pacar?" Tanya Dewa guna meyakinkan tuduhannya.

Nandra terdiam menatap Dewa yang kini sedang menatapnya pula dengan raut kecewa, jarang sekali Nandra melihat pria jangkung itu berekspresi seperti ini. Terakhir Nandra melihat Dewa yang murung seperti ini adalah disaat Dewa kehilangan ibundanya.

"Nan... Sorry, gue gak ada maksud apa-apa. Gue cuma pengen jujur aja tentang perasaan gue akhir-akhir ini, lo bisa anggap gue gak pernah ngomong apapun." Dewa berucap lirih seraya menunduk dalam, pria jangkung itu semakin murung diantara rasa malu dan kecewanya.

Nandra terkekeh ringan melihat reaksi Dewa yang menurutnya berlebihan, pria dengan perangai yang tenang itu segera merangkul Dewa penuh perhatian. "Lo itu kebiasaan ya suka ambil kesimpulan seenak jidat, lo dapet kabar itu darimana, hn?"

"Gak dari mana-mana sih, gue cuma merhatiin lo aja tiap nyamper kesana."

"Oh jadi selama ini lo tiap hari nyamperin gue karna pengen merhatiin gue ya?" Tanya Nandra lembut.

Dewa mengusap tengkuknya canggung, "Y-ya gitu deh. Gue seneng liat lo kerja, lo sering senyum tiap ada pelanggan, dan menurut gue pemandangan kayak gitu manis banget."

Helaan nafas berat terdengar kemudian. Nandra melepaskan rangkulannya dan duduk dengan tegap kali ini, "Dewa... Shinta bukan pacar gue."

"Hah? Serius?" Tanya Dewa yang kini menatap Nandra dengan kedua mata berbinar.

"Huum. Dan sebenernya gue ngerasa aneh ada di posisi kayak gini," gumam Nandra pelan.

"Aneh? Aneh kenapa? Gue minta maaf kalau lo ngerasa gak nyaman, gue tau kita cuma sahabatan dari dulu, dan gue udah—"

"Sssttt— bukan itu maksud gue," sela Nandra yang merasa bahwa Dewa kembali berfikiran negatif.

"Terus kenapa, Nan? Coba ngomong ke gue." Dewa merubah posisi duduknya menjadi menghadap pada Nandra dan menatap pria manis itu dengan penuh keseriusan.

Malchance (MileApo local) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang