Lim x → ~ = x² - 2x - 7 / 3x⁶ - 7x + 8

1K 185 45
                                    

18. INM : PINDAH SEKOLAH

"LO MAU PINDAH KEMARI?!!!"

Teriakan Arjuna memenuhi kamar asrama milik Rei—ralat milik Alvano. Mereka, Kara, Mario, Kainan, Nadil, Qawi, Valdi, Danu, Nafis, Rezvan, Azam, Fawaz, dan Rei langsung menutup telinga mereka.

Arjuna begitu syok mendengar perkataan dari Rei yang mengatakan jika dia akan pindah sekolah ke sekolah mereka demi menjalankan rencananya. Kainan yang melihat sang saudara masih melongo dengan mulut terbuka langsung menutup mulut Arjuna menggunakan telapak tangannya.

"Arjuna diem, ya," pinta Kainan sambil tersenyum. Arjuna mengangguk takut-takut.

"Maaf sebelumnya, gue bingung apa yang kalian omongin?" Mereka semua langsung serentak melihat ke arah Azam yang baru saja bertanya. Wakil ketua kelas 10-3  itu semakin bingung melihat tatapan dari para kawannya.

"Lah, iya juga, kita mau ngapain?" Fawaz yang merupakan ketua kelas 10-5 ikut bertanya lantaran bingung.

Valdi mendengus dan menunjuk Rei. "Dia—berniat bunuh kalian semua," Valdi berbicara sambil menunjuk Rei sinis, dia masih tak suka dengan remaja itu.

Fawaz dan Azam sontak melotot heboh dan saling pandang. "Alvano, lo gila?" Pertanyaan polos dari keduanya membuat Mario menggeleng miris.

"Bodoh!" ucapnya mengumpati ketiganya, dia hanya miris karena selain mereka berempat, tak ada yang tau tujuan Rei datang ke sini.

"Jangan bilang—lo yang bunuh lima siswa itu?!" Azam melebarkan matanya dan menunjuk Rei dengan mulut terbuka.

Rei meresponnya hanya melirik Rezvan dan Nafis. Kara yang menyadari arah tatapan Rei pun langsung  merasakan hal yang tidak menyenangkan. Entah mengapa suhu ruangan begitu terasa tercekik di tenggorokannya.

Rei menggeleng, lalu menatap mereka. "Bukan gue, tapi ada seseorang yang ngelakuin itu, tapi dia juga bukan pembunuh." Jawaban dari Rei tentu saja membuat mereka semakin bingung. Jawaban yang terlampau santai tanpa intonasi sedikit pun berhasil membuat buluk kuduk mereka merinding.

"Rei, hal gila apa lagi yang lo lakuin?" tanya Kara tiba-tiba.

Nadil yang merasakan hal aneh saat Kara berbicara pun langsung menyahutinya. "Kenapa lo manggil dia Rei? Namanya Alvano Raifansyah, ga ada kata Rei di namanya." Sahutan dari Nadil sontak membuat Valdi mengingat sesuatu, dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Rei yang hanya diam.

"Sekarang gue ngerti, lo bukan Alvano Raifansyah, pantas aja gue ngerasa asing sama sikap lo selama ini. Lo siapa?"

Mario tersenyum puas, habislah kau Rei, Valdi adalah orang yang tak segan-segan menghajar seseorang jika dia sedang marah.

Sedangkan Arjuna semakin menggigit jari kukunya, dia semakin ketakutan, kenapa dia harus berada di antara para iblis yang menyerupai manusia ini? Selama satu tahun sekolah di sini, dia mengetahui bagaimana sikap para siswa di sekelilingnya ini. Di mulai dari Valdi, Nadil, Mario. Tiga Sekawan yang mengandalkan otot saat berbicara. Lalu Qawi, Nafis, Rezvan, Kainan. Empat sekawan yang selalu mengandalkan otak jika berbicara dan terakhir, Fawaz, Kara dan Azam, tiga sekawan yang hanya diam memperhatikan. Sedangkan Arjuna? Cuma seorang siswa biasa yang suka tidur di kelas :).

"Percuma lo nanya sama dia, Alvano udah mati." Mario menjawabnya dengan begitu santai, mereka semua kecuali Kara, Kainan dan Arjuna sontak saja terkejut.

"Terus lo siapa?" tanya Nadil dan menatapnya nyalang.

"Pinang di belah dua," jawab Rei santai.

Qawi menggeleng dan memijat kepalanya. "Tinggal bilang kembaran apa susahnya, sih?" gumamnya tak habis pikir.

[✓] IT'S (NOT) METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang