Lim x →0 (1- cos 2x / x tan 2x)

2.7K 289 33
                                    

01. INM : MENYAMAR MENJADI ALVANO

Alvaro Reifansyah atau yang lebih dikenal dengan nama Rei di sekolahnya, kini sedang berjalan di lorong-lorong kelas mengikuti seorang guru yang akan membawanya keruang kelas Alvano. Dokter yang waktu itu dipinta untuk mengatakan jika Alvano baik-baik saja, mengikuti perkataannya. Sampai saat ini, baik Papanya atau sekolah adiknya, tidak ada yang tau menahu tentang kematian Alvano.

Butuh waktu satu minggu bagi Rei untuk mengumpulkan informasi apa saja yang harus ia dapat dari sekolah ini. Tentu saja dibantu oleh kedua temannya. Satu hal yang Rei dapatkan adalah, sekolah ini adalah sekolah asrama putra dan menjunjung tinggi sistem feodalistik. Menurut Rei itu sangatlah kuno.

Sekarang Rei sudah berdiri di depan teman kelas adiknya. Guru laki-laki yang membawanya kini tersenyum kepada para murid dan menyuruh Rei untuk memperkenalkan dirinya. Rei maju selangkah dan tersenyum lebar.

"Hai, nama gue Alvano Raifansyah! Mohon bantuannya!" Rei tersenyum semakin lebar, bahkan dia juga sedikit melambaikan tangannya saat perkenalan. Beruntunglah Rei yang selalu memperhatikan tingkah laku adiknya saat berjumpa dengan orang baru.

Tampak terlihat murid di kelas menatap bingung ke arah guru mereka. Sang guru menghela napas. "Satu minggu lalu Alvano mengalami kecelakaan. Akibat benturan di kepalanya dia mengalami amnesia. Jadi bapak harap kalian mau membantu Alvano untuk mengingat tentang kita ya. Nah Alvano kamu boleh duduk di samping Arjuna."

Semua murid mengangguk dan menatap sedikit tidak percaya ke arah Rei. Tetapi Rei tetaplah Rei, dia tak akan peduli dengan semua itu. Rei duduk di kursi paling belakang di ujung dekat jendela. Teman sebangkunya adalah remaja berambut dark brown, memakai sweater berwarna hijau, wajah bulatnya yang menggembung lucu. Sorot mata polosnya yang mengintimidasi.

Siswa itu melihatnya dengan intimidasi membuat Rei jadi risih sendiri. Bersyukur sekali remaja ini, jika tidak sedang menyamar menjadi adiknya, sudah dipastikan teman sebangkunya ini berakhir mengenaskan di lantai.

Tiba-tiba saja teman sebangkunya itu mengulurkan tangannya dan menatap ragu kearahnya. Rei berpikir sejenak, orang yang amnesia tak akan merubah sifatnya. Jadi Rei tersenyum dan mengeluarkan jari telunjuk dan tengahnya seolah sedang bermain gunting batu kertas.

Teman sebangkunya mengerucut sebal dan mendengus. "Alvano ih nyebelin!" ujaran dengan ekspresi yang dibuat lucu itu membuat Rei bergidik ngeri.

"Anjir untung beneran imut sedikit! Coba aja kalo Farrel, apa ga udah gue tonjok." Rei membatin ngeri. Beruntung sekali teman sebangkunya ini sedikit imut untuk bertingkah seperti ini.

Rei merubah raut ekspresinya seolah-olah dia bingung. "Iya?" terlihat sekali jika teman sebangkunya itu menepuk dahinya sembari berekspresi sedih.

"Oiyah lupa! Maaf ya Alvano, gue baru sadar kalo pak Indra bilang Lo amnesia." Rei hampir saja tertawa, what the hell! Orang disampingnya ini sedang loading apa gimana. Rei tak habis pikir.

Lalu Rei terkejut saat teman sebangkunya itu tersenyum lebar dan memegang tangannya. "Kenalin, gue Arjuna Danendra! Gue sahabat Lo sejak kita kelas semester awal! Lo tenang aja! Gue bakal bikin Lo inget lagi sama gue!"

Rei sedikit mengangguk, Rei jadi kasihan melihatnya, udahlah lemot, kehilangan sahabatnya pula. Miris banget ga sih?

Rei tersenyum dan mengangguk. "Wah serius?!! Oke Ajun!"

Arjuna tersentak tapi setelahnya tersenyum. "Oke Vano."

Rei cocok menjadi aktor dalam meniru karakter seseorang, dia bahkan dengan mudah meniru sifat saudara kembarnya.

×

"Nomor 13, anjir angka keramat." Rei menatap pintu berwarna coklat yang menjadi pintu kamar milik adiknya. Sorot tajamnya menelisik guratan figur di pintu kayu ini. Matanya sedikit melotot kala melihat engsel pintu bagian atas sedikit mengendur.

[✓] IT'S (NOT) MEOù les histoires vivent. Découvrez maintenant