Tan (x - B) = Tan x - Tan B / 1 + Tan x Tan B

999 167 65
                                    

#kalian semua psikopat! Aku ketar-ketir sendiri karena kalian🙃

÷

33. INM : DUO IBLIS LUCU


Arjuna berjalan mendekati Kara, remaja itu menepuk bahunya, Kara menoleh, wajahnya yang banjir air mata mampu membuat Arjuna hampir menangis, tapi Ajun kembali melarangnya.

"Gue berdosa karena udah bunuh orang tua gue." Lirihan Kara langsung membuat Arjuna memeluknya dengan erat.

Seolah mengerti akan kesedihan dari Kara, awan hitam mulai menutupi terangnya rembulan dan bintang, secara perlahan rintik air jatuh membasahi lantai dingin yang mereka pijaki. Rei mendongakkan kepalanya, samar-samar dia sedikit mendengar suara Alvano memanggil namanya.

"Perjalanan ini masih panjang, Van, jadi gue harap lo sabar," gumam Rei begitu pelan. Dia beralih melihat ke arah Arjuna dan Kara, lalu dia berjalan ke pinggiran rooftop. Netranya melihat bagaimana Re yang sedang berlari-lari bahagia di bawah sana, di belakangnya ada 4 orang yang mengikutinya.

"Segilanya Vano dan sesadisnya Re, masih ada Kak Vero dan Kak Veno yang berada di atas mereka," ujarnya sembari tersenyum miring.

"Ajun, katanya lo mau ketemu sama Re, kan? Ayo kita turun, di sini kita sudah selesai."

Arjuna langsung menoleh ke arah Rei ketika dipanggil, lalu dia menarik Kara agar berdiri membuat Kara mau tak mau melepaskan pelukannya dari sang Papa. Dengan girangnya dan tanpa beban, Arjuna menarik Kara agar ikut bersamanya begitu saja. Arjuna tertawa senang. "Ayo!!! Gue ga sabar ketemu sama Re!" serunya begitu riang.

Sedangkan Kara masih tetap diam, dia bingung dengan apa yang terjadi.

÷

"Ayo cepetan!!!"

Valdi berdecak kesal, dia baru saja tahu jika ada yang lebih gila dari Alvano dan Rei, dan itu kembaran mereka yang lain. Lihat saja, Re kini berjalan begitu riang padahal dia baru saja membunuh Fawwaz demi membantu Danu tadi. Dan sekarang, Re meminta mereka berempat untuk mengikutinya, katanya mereka harus ke tempat di mana bidak benteng berada. Awalnya Valdi, Qawi, dan Danu tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Re. Namun, dengan baik hatinya, Mario menjelaskan kepada ketiganya dengan Re yang langsung memuji Mario layaknya orang yang mendapat prestasi.

"Untuk apa kita di gedung kepala sekolah?" Qawi menatap bingung bangunan di depannya. Dia melihat ke arah Re yang baru saja berbalik, tangan anak itu terentang lebar dengan senyum bahagia terbit di wajah tampannya.

"Kita sudah sampai!!" ujarnya sembari terkikik geli.

Keempatnya memasuki gedung kepala sekolah dengan Re memimpin di depan. Mereka berjalan melewati lorong-lorong bangunan, tak seperti biasanya, lorong-lorong di gedung kepala sekolah sangat minim pencahayaan. Qawi hampir tersandung sesuatu saat berjalan. Awalnya biasa saja, hingga Valdi dan Danu juga ikut tersandung sesuatu.

Akhirnya, Qawi mengeluarkan ponselnya dan menyalakan flash ponselnya, keempatnya mematung, apalagi Danu yang hampir berteriak saat kakinya tepat bersebelahan dengan sebuah kepala berlumuran darah. Valdi yang berada di sebelahnya langsung membekap mulut Danu agar suara teriakan Danu tertahan.

Qawi menelan ludahnya gugup saat Re berhenti tepat dihadapan mereka, anak itu berbalik, wajahnya merengut, dia terlihat sangat—kesal?

Qawi memundurkan langkahnya. Bahkan, dia juga menarik Mario agar ikut mundur, untuk saat ini mereka harus menjaga jarak dengan Re.

"INI SIAPA YANG MAIN KAYA GINI TAPI GA NGAJAK GUE?!!!"

Valdi, Mario, Qawi dan Danu langsung menutup kedua telinga mereka saat teriakan Re begitu menggema di sepanjang lorong. Anak itu terlihat begitu kesal, kedua tangannya mengepal erat, wajahnya terlihat menggebu.

"Kalau gue mati sekarang, gue bakal minta sama malaikat buat jadi bestie gue, biar nanti waktu gue masuk neraka, gue bisa dapet keringanan," ujar Danu ketakutan.

"Sama, nanti kalau udah jadi bestie, tarik gue juga, ya," sambung Qawi yang ikutan.

Sedangkan Valdi dan Mario langsung memasang posisi siaga jikalau Re tiba-tiba menyerang mereka. Re sendiri malah menendang sebuha kepala di kakinya hingga menggelinding tepat di belakang di mana Valdi, Mario, Qawi dan Danu berada. Kepala itu berhenti tepat di depan kaki tiga orang yang berdiri menatap mereka.

Wajah Re yang semula kesal kini berganti cerah, dengan penuh gembira, Re langsung berlari ke arah mereka membuat Valdi dan Mario langsung menyingkir. Re terus berlari dan menubrukkan tubuhnya kepada Rei.

"Kembaran gue akhirnya dateng!" serunya begitu senang.

Tangan Rei langsung mengelus kepala Re. "Udah selesai mainnya?" tanyanya.

Re melepaskan pelukannya, dia menatap sebal ke arah sang kembaran. "Lo jangan jadi bego, deh, baru juga mulai, masa udah selesai, ga asik atuh," jawabnya sedikit kesal.

"Dengan lo ngatain gue bego, itu artinya lo juga bego, sadar diri makanya," balas Rei yang tak mau kalah.

"Lo jadi adik ngeselin amat, sih! Dasar Ipin yang kurang ajar!" Re kembali membalasnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rei.

Sedangkan Rei langsung memukul tangan Re membuat aneka itu mengaduh kesakitan. "Seharusnya lo jadi Upin itu yang bener, jangan sesat," ujar Rei kesal.

Re tertawa melihat wajah kesal sang kembaran. "Ululu, si Ipin kesal, haha, jangan kesal gitu, lo ga cocok begitu," balasnya tertawa, lalu Re kembali menekuk wajahnya. "Gue kesal, ya, anjir! Ini siapa yang main kaya gini tapi ga ngajak gue?" tanyanya lagi.

Arjuna menepuk bahu Re, bibirnya menyunggingkan senyuman manis. "Gue, hehe, maaf, ya, ga ngajak-ngajak, lo lama banget soalnya." Re mengernyit, dia menatap bingung ke arah Arjuna, kaya—lo siapa? Sksd banget.

Bibir Arjuna melengkung ke bawah, matanya berkaca-kaca, dia beralih menatap ke arah Rei. "Re ga mau maafin, Ajun," adunya kepada Rei.

Sedangkan Re mengerjapkan matanya berkali-kali, ini anak siapa, sih? Sok sksd, udah gitu cepuan, cengeng lagi.

"Lo anaknya siapa, sih? Cengeng banget elah," kata Re bertanya, dia merasa tak suka saat melihat Arjuna begitu manja kepada Rei.

Arjuna merengut, "Anaknya Ibu sama Papa lah! Lo itu yang anaknya siapa?!" Arjuna menjawabnya dengan sinis sembari bertanya.

"Gue anaknya Alvenzio, mau apa lo, hah?" jawab Re begitu songongnya.

Rei menghela napasnya, tanpa aba-aba, dia menarik kerah belakang Arjuna dan Re, lalu menggeret kedua anak itu menuju dinding saat keduanya hendak bertengkar lagi. Sedangkan lima orang lainnya hanya bisa menatap semua itu dengan speechless.

"Gue punya dosa apa, sih, sampe ketemu iblis kaya mereka?" tanya Danu begitu lesu, dia merasa kehidupan SMA nya sangat mengerikan.

"Mungkin karena lo tukang nyolong saldo di kartu siswanya Valdi, kali," jawab Qawi yang dipanggil setuju oleh Valdi.

"Itu karena gue ga ikhlas sebenarnya," kata Valdi menyambung.

"Ternyata bener kata Valdi, 'gue harus jadi orang gila biar tetap waras saat berada di antara orang-orang ga waras kaya mereka'. Val, gue dukung lo buat jadi gila sekarang," ujar Mario yang sudah lelah.

[✓] IT'S (NOT) MEWo Geschichten leben. Entdecke jetzt