Sin 75⁰ + Sin 15⁰ / Cos 105⁰ - Cos 15⁰

1K 182 88
                                    

27. INM : THIS IS AJUN NOT ARJUNA

Sepertinya dugaan Rei benar mengenai Arjuna. Rei ingin mengatakan jika Arjuna terkena DID tapi ternyata dugaannya salah, karena Arjuna terkena alter ego. Lihatlah sekarang, Arjuna bertingkah dia sedang sedih ketika dia dengan santainya memotong-motong tubuh tiga remaja yang di sekapnya menjadi layaknya daging cincang. Padahal dia hanya menggunakan pisau untuk memotong ketiga tubuh itu. Namun, bukan itu yang membuat Rei tak biasa, Arjuna melakukan itu semua sambil menangis.

Rei mengernyit heran saat Arjuna berjalan ke arahnya, tubuhnya di penuhi darah, wajah anak itu banjir air mata. Tiba-tiba, Arjuna merentangkan tangannya, Rei yang mengerti langsung ikut merentangkan tangannya. Dengan segera, Arjuna menubruk tubuh Rei dan memeluknya dengan erat.

"Biasanya kalau gue kaya gini, Alvano bakal ngelus kepala gue dan bilang kalau gue hebat." Rei mengerti, anak ini minta di puji.

Rei mengangkat tangannya dan mengelus kepala Arjuna. "Lo hebat," ujar Rei memuji. Namun, dengan kesal Arjuna melepaskan pelukan mereka dan menatap kesal Rei.

"Ihhh, lo ga tau, ya, nama gue?" tanyanya galak.

Rei terkekeh pelan dan kembali merentangkan tangannya. "Sini deketan, biar gue tahu siapa nama lo," jawab Rei.

Arjuna memanyunkan bibirnya dan kembali memeluk Rei, dia juga tidak perduli jika seragam putih milik Rei akan terkena noda merah dari tubuhnya. "Gue Ajun bukan Arjuna," katanya sambil mengangguk.

"Oke, Ajun, gue rasa lo udah kenal gue, kan? Karena gue tahu kalo lo bakal mempertahankan ingatan Arjuna, kan?" Arjuna atau Ajun itu pun mengangguk.

"Iya, soalnya Alvano nyuruh gue buat mertahani ingatan Arjuna kalau kami bertukar jiwa. Gue jadi makin sayang sama sahabat gue itu," jawab Arjuna dengan wajah lucu.

Rei menggeleng saja, bagaimana bisa Arjuna memiliki kepribadian lain yang ternyata seorang psikopat berkedok bocah lucu seperti Arjuna. Jika pun Arjuna melakukan pembunuhan di depan publik, orang tak akan percaya.

"Jadi, lo salah satu eksperimennya Alvano?" Arjuna kembali mengangguk, dia membenarkan hal itu.

Tiba-tiba, Arjuna tersenyum lebar, tangannya menunjuk ke arah tiga tubuh ynag sudah terpotong akibat ulahnya. Matanya berbinar cerah. "Kelerengnya indah, gue boleh ambil, ga?" tanyanya kepada Rei.

Rei ikut melirik ke arah yang di tunjuk Arjuna, setelahnya dia mengangguk. "Boleh," jawabnya.

Arjuna yang senang pun langsung melompat girang, dia berjalan ke arah tiga tubuh itu dan hendak mengambil kelereng yang dia maksud. Namun, Arjuna malah menendang kepala mayat itu saat dirinya sudah membuka kelopak mata si mayat.

Dia bangkit dan berjalan ke arah Rei, sorotnya begitu tajam, wajahnya tanpa ekspresi. "Kelerengnya udah jelek!" sungutnya kesal.

Rei yang memang sedari tadi diam dan menuruti kemauan Arjuna bukan berarti dia takut dengan Arjuna, dia ingin memperhatikan perubahan sikap Arjuna. Ternyata, Arjuna belum terlalu mahir mengendalikan moodnya saat dia bertukar jiwa.

"Ga papa, kita balik aja udah malem, nanti gue urus ini." Arjuna mengangguk dan berjalan mendahului Rei. Sedangkan Rei langsung menelpon seseorang setelah mengambil gambar tiga mayat itu.

"Raka, datang ke alamat ini dan tolong bereskan, ya. Ajak Gaffi juga, jangan Farrel, dia penakut."

Setelahnya, Rei pergi meninggalkan tempat itu menyusul Arjuna. Rei hanya sedikit khawatir, Arjuna sedang kesal, dia tak ingin jika Arjuna akan mengambil kelereng milik orang lain saat sedang di jalan.

×

"Rei?"

Hari ke sembilan Rei masuk ke sekolah ini, sejak kejadian kemaren malam, Arjuna dan Kainan tak masuk sekolah. Dan hari ini, Arjuna masuk ke sekolah dan menatap takut-takut ke arah dirinya.

Rei yang lagi baca buku di perpustakaan langsung menoleh ke arah Arjuna. Sejujurnya, Rei sedang tidak dalam kondisi suasana hati yang baik, kemaren dia baru saja mengeluarkan seorang guru secara tak terhormat dari sekolah ini, lalu dia di teror Nadil untuk segera membantunya.

"Kenapa?" tanya Rei yang masih fokus pada bukunya.

Arjuna menunduk dan memainkan jarinya, Rei melirik Arjuna sekilas saat Anka itu tak mengeluarkan suara apa pun.

"Lo takut sama gue?" tanya Arjuna tiba-tiba.

Rei menghentikan acara membacanya dan menutup bukunya. Dia berbalik ke sampingnya menghadap ke arah Arjuna.

"Bukannya terbalik? Lo yang takut sama gue, kan?" Rei bersuara ikutan bertanya.

Arjuna tersentak, dia mengangkat wajahnya dan menatap wajah Rei. Entah mengapa saat bertatapan dengan Rei, sesuatu yang terpancar dari netra remaja itu tak bisa Arjuna tolak. Sorot tajam tapi meneduhkan itu berhasil membuat semua orang terhipnotis dengan tatapan Rei.

"Iya, sih," jawab Arjuna begitu pelan.

Rei bangun dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Arjuna. Karena Rei yang memiliki porsi tubuh yang lebih tinggi, Arjuna jadi sedikit mendongak untuk menatap Rei. Rei sedikit membungkukkan tubuhnya agar tinggi mereka sejajar.

"Gue berencana ngelanjutin permainan yang udah di mulai sama Alvano. Lo mau ikutan?" ajak Rei.

Arjuna sedikit menimbang ajakan dari Rei.

"Lo bebas membalas mereka semua, ada gue, gue akan selalu di belakang lo, lo ga usah takut. Apa pun yang lo lakuin, lakuin aja, gue bakal jagain lo, kaya Alvano. Lo percaya sama gue, kan?"

Manis, begitu manis sekali seluruh ajakan yang ditawarkan oleh Rei. Arjuna jadi bimbang, memangnya tidak apa kalau dia mengapresiasikan seluruh perasaannya terhadap orang-orang yang sudah membuatnya terluka?

"Ada pepatah seperti ini : sesuatu yang terlalu di paksakan akan tidak baik hasilnya. Gue setuju, tapi cuma 30% setujunya. Karena menurut gue, kalau gue ga suka, gue bakal buat semua hal yang ga gue suka menghilang untuk selamanya. Ajun pasti seneng, kan?"

Damn it! Terkutuk lah seluruh tawaran yang di ajukan untuknya. Dan terkutuklah karena Arjuna dengan gampangnya menerima tawaran itu.

Rei tersenyum puas, dia kembali duduk dan menepuk bangku di sebelahnya. Arjuna yang mengerti pun langsung duduk di samping Rei. Rei mengeluarkan sebuah buku bersampul coklat dari dalam tasnya. Di bukanya buku itu dan terpampang lah banyak sekali foto dengan nama di bawahnya.

Arjuna melotot terkejut, dia mengenal orang-orang yang ada di dalam foto itu.

"Apresiasikan aja seluruh perasaan lo sama mereka. Gue percaya lo bisa, kalau lo capek, lo bisa minta bantuan ke Ajun." Arjuna mengangguk, entah mengapa dia sangat tertarik dengan seluruh tawaran dari Rei.

Diam-diam Rei merasa sangat puas, ternyata memancing Ajun untuk keluar begitu mudah, terlebih jiwa lain dari Arjuna itu sangat mudah sekali di hasut.

"Tapi gue ga tau caranya," kata Arjuna begitu pelan. Namun, Rei mendengarnya.

"Nanti gue ajarin, gue yang bakal atur itu semua. Lo siapin aja diri lo untuk berekspresi." Arjuna mengangguk ribut dan memeluk Rei, dia sangat senang saat ini.

"Makasih Rei!" ujarnya senang.

Rei tertawa pelan, tetapi netranya melirik foto-foto yanga da di buku bersampul coklat itu. Beberapa di antara foto itu sangatlah mereka kenal. Karena di sana terdapat foto Kara, Mario, Kainan, Nadil, Qawi, Nafis, Rezvan, Valdi, Danu, Azam, dan Fawaz.








Halo wins!
How's your day?

Aku balik lagi!
Masih flashback ke Arjuna.
Kaget ga? Kaget lah ya kan.

Next chapter 👉
Thanks for everything and I love you all 🖤

[✓] IT'S (NOT) MEOnde histórias criam vida. Descubra agora