Sin (x - 75⁰ ) = ½ √3

1K 177 42
                                    

28. INM : PION

Rei berjalan menghampiri Arjuna, tangannya terulur mengusap kepala Arjuna, sedangkan Arjuna hanya memberengut sebal melihat kelakuan Rei. Tangannya sedikit tergerak untuk menampik tangan Rei. Rei terkekeh kecil, netranya melihat ke arah Kainan yang memegangi kakinya. Kemudian dia melihat ke arah Kara yang menatap mereka tanpa ekspresi.

"Kara, lo bisa berhenti sekarang." Tepat setelah mengucapkan kalimat itu, Kara langsung menjatuhkan tongkat yang di pegangnya. Kepalanya sedikit menggeleng kecil, dengan pandangan yang sedikit buram, Kara melihat empat orang dihadapannya. Tak lama pandangannya menjadi gelap.

Gaffi yang sigap langsung menangkap tubuh Kara agar tak jatuh ke lantai. Sedangkan Arjuna langsung membantu Kainan untuk berdiri dan memapah tubuhnya untuk berjalan.

"Kita ke asrama," ujar Rei sembari berjalan duluan.

Di lain tempat, Mario membasuh wajahnya di wastafel toilet, tubuhnya bergetar, apa yang terjadi padanya? Kenapa dia menusuk Nadil? Matanya melihat telapak tangannya sendiri, netranya bergulir  resah.

"G-gue kenapa?" gumamnya sedikit bergetar, dia melihat pantulannya di cermin. Rambutnya lepek karena keringat, wajahnya merah dengan buliran air yang masih membasahi wajah tampannya.

Mario berbalik saat ada seseorang yang menghampirinya. Raut wajahnya tampak bingung saat melihat orang itu. Rambutnya blonde, mata tajam yang meneduhkan dan wajah tampan yang sangat Mario kenal.

"Rei?"

Orang itu tertawa saat Mario memanggil nama Rei, tawanya begitu menggelegar, sudut matanya mengeluarkan air, tangannya memegang perutnya sendiri, lalu dia berhenti tertawa dan menggeleng. "Salah, bukan Rei, tapi Re," jawab orang itu memberitahu.

"R-re?" Mario semakin bingung kala orang yang bernama Re itu berjalan mendekatinya, di tangannya menenteng sebuah deregen yang cukup besar dan berat.

"Iya, Re. Gue Alvino Refansyah, Kakak kembar dari Vano dan Rei, salam kenal," jawabnya sambil tersenyum dan mengangguk. Raut wajahnya tampak bangga sekali saat dia mengenalkan dirinya.

"Vano punya kembaran lagi?" Mario memegangi kepalanya yang terasa berdenyut sakit, dia sungguh pusing dengan lingkungan sekitar Vano atau pun Rei, seperti memasuki lingkaran setan.

"Dari lahir, sih," ujar Re menjawab. "Sekarang, lo ikut gue, kita lakuin hal yang paling bener sekarang." Mario hampir saja memberontak saat Re menarik tangannya.

Keduanya berjalan terus hingga menuju tangki air yang berada tepat di rooftop gedung aula. Re melepaskan genggamannya dari tangan Mario, remaja itu berjalan mendekati tangki air dan memutar kunci tangki hingga air yang berada di dalam langsung meluncur keluar dari lubang tangki. Mario sedikit melompat saat cipratan air hampir mengenai sepatunya.

Setelah memutar kuncinya kembali, Re menaiki tangki dan menuangkan cairan yang berada di dalam deregen yang dibawanya tadi. Hidung Mario mulai bekerja sekarang, bau menyengat yang keluar dari cairan itu mampu membuat mata Mario melotot sempurna.

"Apa yang lo lakuin?! Lo buang bensin di tangki air?" tanya Mario sedikit berteriak. Namun, Re tertawa dan membuang deregen yang sudah kosong. Kakinya mulai melangkah turun dan kembali berjalan ke arah Mario.

Jika Re maju selangkah, maka Mario akan mundur selangkah. "Gue cuma mau senang-senang, lo tau pepatah kaya gini, kan ; nyawa di balas dengan nyawa. Tau dong, ya, hahha. Menurut lo gue bakal ngapain?" Re bertanya sembari tersenyum lebar, tangannya memegang sebuah mancis di tangannya.

"Coba inget ini, Alvino Refansyah, lo pernah denger pastinya." Re kembali berujar, dirinya sedikit terkekeh geli sembari berjalan memutar-mutar di atas rooftop, tangannya terbentang lebar, persis layaknya orang yang tengah bahagia.

[✓] IT'S (NOT) MEWhere stories live. Discover now