Sin 75⁰ - Sin 165⁰

1K 180 68
                                    

24. INM : KEBENARAN?

"ASU!! JUANCOK!!"

Rei menatap jengah saudaranya yang sejak tadi berteriak tidak jelas sembari membanting buku-buku di atas meja ke sembarang arah. Napas saudaranya begitu menggebu, tangannya mengusap surai blondenya begitu kasar, seolah hendak mencabutnya.

"Dengan lo teriak-teriak ga jelas kaya gitu, yang ada lo mirip monyet di Afrika," ujar Rei begitu malas.

Saudaranya itu menghela napas berat dan berjalan ke arah Rei. Rei menatapnya dalam diam saat saudaranya itu berdiri di hadapannya, dan tak lama dia menjatuhkan tubuhnya tepat di atas Rei membuat Rei ingin sekali menendang saudaranya ini ke Palung Mariana.

"Badan lo berat, seharusnya lo sadar diri," ucap Rei menyindir. Namun, saudaranya itu nampak tak perduli dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Bokap lo ngajak gelud njir! Lo tau? Dia bongkar makam Mama gue karena gue letak berkas dokumen di makam Mama." Saudaranya itu mengadu dengan kesal.

Rei mengangkat kepala saudaranya hingga wajah mereka saling berhadapan, lalu dia menyentil dahi saudaranya dengan kuat. "Bokap gue, Bokap lo juga," balas Rei sembari mengapit kedua pipi saudaranya.

Merasa tak terima, saudaranya itu menampik tangan Rei dari pipinya dan merengut. "Gue, kan, cuma ngasih tahu," katanya, lalu dia bangkit dan duduk di samping Rei.

"Lo yakin bakal baik-baik aja kaya gini?" tanya saudaranya itu kepada Rei.

Rei mengangguk dan melipat tangannya di depan dada sembari menyandarkan tubuhnya di sofa. "Gue baik-baik aja, lo tenang aja. Gue pengen lihat reaksi Aarov kalau tahu ketuanya berani melakukan itu sama orang banyak, bukannya seru?" Pertanyaan gila keluar begitu saja dari mulut Rei membuat saudaranya berdecak tak percaya.

"Gila! Lo lebih gila dari gue! Rei, gue paling tua di antara kita bertiga, gue pikir gue yang paling gila, ternyata adik gue lebih gila!" decaknya antara tak percaya dan kagum.

Rei tersenyum dan mengedikkan bahunya. "Di antara kita bertiga ga ada yang waras asal lo tahu. Emangnya lo lupa asal-usul keluarga lo sendiri?" tanya Rei.

Pertanyaan itu tentu saja membuat saudaranya tertawa terbahak-bahak. "Enggalah! Kita tumbuh di keluarga iblis kalo gue lupa, haha," jawabnya dengan tawa yang begitu menggelegar.

"Oiyah, menurut lo, Papa udah tahu tentang kematian Alvano?" tanya saudaranya itu setelah menghentikan tawanya.

Rei mengangguk. "Sebaik apa pun rahasia yang kita simpan, Papa pasti bakal tahu, lagipula, Papa akan dukung ini, secara―Alvano itu anak kesayangan Papa," jawab Alvano, dia memutar pulpen yang di pegangnya. "Siapa pun yang udah berurusan sama kita―terlebih, dia berani bunuh salah satu anggota keluarga, gue pastiin mereka akan menderita. Nyawa di balas nyawa," lanjutnya menjawab.

 Nyawa di balas nyawa," lanjutnya menjawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓] IT'S (NOT) METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang