2

2.4K 179 2
                                    

Menopang dagu dengan sebelah tangan, bola mata Yeonjun terus bergulir melirik suaminya di samping. Mengira-ngira dalam hati kenapa sosok pria mapan seperti Soobin mau-mau saja menikah dengan dia?

“Pak, mau tidur kapan?”

Sekarang sudah hampir tengah malam tapi Soobin masih tetap asyik berkutat di depan layar laptop.

“Kamu tidur duluan nanti saya nyusul.” Dia berujar pelan, melepas kacamata yang bertengger dipangkal hidungnya sembari menatap wajah mengantuk Yeonjun.

“Udah ngantuk?”

Kepala Yeonjun terangguk pelan lalu menguap sedikit lebar dengan mata memerah menahan perih. Jari telunjuknya terulur mengetuk-ngetuk lengan Soobin, tidak tahu kenapa. Iseng saja.

“Pak Soobin kalau malem suka tidur jam berapa?”

“Jam 1 atau 2, ayo bangun. Jangan tidur disini.” Diusapnya kepala Yeonjun agar kembali bangun, dia juga sudah mengantuk kalau dipikir-pikir. Tidak mungkin terus memaksakan diri agar bekerja ekstra hingga larut malam.

Bangkit dengan ekspresi lesu, Yeonjun bergumam samar entah mengucapkan apa. Menarik lengan baju Soobin diam-diam dan membiarkan tubuhnya bersandar mengikuti setiap langkah pria dewasa tersebut.

“Buka dulu matanya Junnie, nanti jatuh.”

“Ngantuk... gara-gara kelamaan nunggu Pak Soobin kerja.” Yeonjun berbisik sebal sekaligus senang karena dipanggil dengan nama Junnie oleh Soobin, tanpa mau membuka mata dan terus menjadikan lengan Soobin sebagai pegangan untuk dirinya sendiri.

Walaupun belum bisa menerima pernikahan ini sepenuhnya tapi Yeonjun pikir tidak terlalu buruk kalau dia menjalin hubungan yang baik dengan Soobin. Anggap saja dia ini kakak idaman, bukan suami pilihan.

“Kamarnya deket, gak usah lebay!” Yeonjun tetap teguh menutup kedua matanya, beralih merangkul sebelah tangan Soobin erat-arat.

“Bapak jangan galak-galak, nanti Junnie aduin bunda baru tahu rasa!”  Menghembuskan napas lelah, Soobin hanya bisa diam membiarkan lengannya dipeluk kelewat erat. Sedikit kesulitan begitu masuk ke dalam kamar karena posisi mereka yang masih berdempetan.

“Kalau di rumah jangan panggil bapak, nanti orang lain ngiranya kamu anak saya. ”

Yeonjun nyengir, melompat ke atas kasur setelah itu menarik selimut tebal hingga batas dada. “Kalau gitu Junnie panggil Kak Soobin aja ya.”

Sudut bibir Soobin tertarik mengulas senyuman tipis. Ikut berbaring disebelah Yeonjun dan menyisakan ruang pada bagian tengah.

“Besok berangkat sama saya jangan pergi duluan kayak kemarin.” kata Soobin memberitahu, menoleh sedikit ke samping saat tak kunjung mendapat jawaban kemudian mendengus lirih pada detik itu juga.

Dia sudah tidur, cepat sekali.

.

.

.

Matahari pagi itu sudah mulai terbit memperlihatkan sinar hangatnya diufuk timur. Kicauan burung dan tetesan embun dingin menjadi penghias lain seolah menyambut hari sekaligus aktivitas baru.

Walaupun begitu pada satu ranjang
besar serta selimut tebal, Choi Yeonjun masih betah bergelung terbuai indahnya mimpi semu. Mulut dia sedikit terbuka, mata terpejam begitu erat serta tangan yang menggaruk-garuk perut rata malas. Dia tertidur begitu pulas.

Total tidak sadar akan kehadiran
Soobin di samping kiri ranjang.
Bersidekap penuh kesabaran tapi juga
gemas ingin menjitak kepala bersurai
Arang pasangannya. "Junnie ayo bangun!"

Happy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang