46

915 57 6
                                    

"Ahh!"

"Shh, rileks dek." Soobin menggeram, merengkuh lebih erat tubuh berisi yeonjun sembari menghentakkan pinggulnya secara konstan. Napas dia memberat, menerpa sepanjang garis leher si kecil sebelum mendesak lebih dalam nan intens.

Pita suara yeonjun tercekat, menahan lengan kekar soobin kelewat erat seolah mengisyaratkan pria itu agar tetap tenang dan pelan. Mata dia terpejam samar, mencoba mengimbangi hujaman organ genital soobin disela-sela desah lirih.

"Eungh mas."

"Tahan sebentar..."

Yeonjun menurut, menahan puncak kenikmatannya untuk sesaat sebelum melepas disertai tarikan napas tajam. soobin menggeram, lagi. Iris hitam dia menggelap, menekan lebih cepat begitu pelepasan hampir sampai.

"Haa." Melakukan gerakan terakhir sebelum mengurai penyatuan mereka, kepala yeonjun menoleh menatap iris gelap soobin.

Senyum dia terukir, menyambut pangutan hangat yang lebih tua dalam sekali sentuh. Lidah keduanya membelit, menghisap hingga melumat seolah tak ada hari lain untuk esok. soobin terkekeh, mengusap benang saliva yang teruntai diantara mulut mereka menggunakan ibu jari. "Capek hm?"

"Nggak terlalu, punggung junnie cuman pegel."

"Tidur aja, biar mas yang bersihin badan kamu."

Menuruti titah soobin untuk kesekian kali, kelereng cokelat terang yeonjun terus mengikuti langkah kaki si pria yang tengah membawa handuk bersih dan juga wadah kecil berisi air. Hati dia menghangat, mengubah posisi awal menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang dengan tumpuan bantal.

"Mama sama mbak arin mau kesini, sekalian ngasih undangan katanya."

"Undangan?" soobin bertanya heran, menggosok pangkal paha juga perut yeonjun lembut dengan begitu telaten.

"Hm, undangan nikah..." Ucapan yeonjun terpotong oleh tawa geli. Terlihat menggeliat tak nyaman kala usapan suaminya turun mengenai area pribadi. "... Mbak arin mau nikah, Mas gak tahu?"

Pada dasarnya soobin memang tidak tahu. Selama ini fokus dan prioritas utama dia selalu tertuju pada yeonjun. Jadi bagaimana mungkin soobin bisa mencari tahu soal info terbaru sang mantan kekasih. "Cuman mereka berdua 'kan yang datang? Mama sama arin."

"Gak tahu, Mama hanna bilangnya cuman mau datang sama Mbak arin. Emang kenapa?"

Kepala soobin menggeleng acuh tak
acuh, lantas memperbaiki letak kaki
Yeonjun agar berpangku diatas pahanya yang sudah terbalut celana kain pendek. "Kalau nanti mark dateng kesini juga, kamu jangan terlalu deket sama dia. Mas gak suka."

"Junnie tahu." Tanpa harus di beritahu pun yeonjun sudah tahu apa yang harus dia lakukan. soobin itu posesif, tidak tahu kenapa.

Acap kali yeonjun berdekatan dengan pria atau bahkan gadis lain, soobin akan langsung marah lalu mengukung dia dalam dominasi pekat. Kesal memang, tapi yeonjun mengerti semua itu terjadi karena perasaan soobin sendiri yang terlalu kuat. Mengakar terlampau erat dalam konteks mencintainya.

"Mas soobin kapan cuti?"

"Nanti dek, mau mas ambilin makannya kesini?" yeonjun bergumam samar tanda menolak, kemudian menutupi tubuh polosnya menggunakan selimut tebal sebelum berucap menunjuk lemari pakaian.

"Ambilin junnie baju dulu, dingin."

Yang lebih tua mengangguk patuh, mengambil sehelai pakaian untuk yeonjun setelah memilah selama beberapa menit. Setidaknya soobin harus memastikan kenyamanan lelaki manis itu terlebih dahulu.

"Sini mas pakein."

"Junnie bisa sendiri kok, oh iya. Tolong ambilin hp juga dong, itu tuh, ada diatas sana!" Menghela napas dengan segenap kesabaran penuh yang ada, soobin meraih ponsel hitam milik yeonjun diatas meja rias.

Happy MarriageWhere stories live. Discover now