7

1.7K 137 3
                                    

"Pak Soobin langsung pulang sendiri?"

Hwang Yeji, wanita cantik bersurai panjang dengan lipstik merah menyala bertanya kepada Soobin. Senyuman manis tersungging sempurna menyelipkan anak rambut pada belakang telinga secara sengaja. Bahkan kedua matanya mengedip dengan gaya malu-malu khas anak remaja.

Soobin hanya diam, menggaruk pelipisnya ragu sebelum berujar memberitahu. "Saya pulang sama istri, bu."

Senyuman Yeji sedikit luntur lalu melihat jari manis Soobin yang sudah dihiasi oleh cincin nikah. Dia sudah tahu perihal status pria ini tapi belum pernah melihat wujud istrinya sedikitpun. "Istri Pak Soobin kerja dimana?"

Kali ini diamnya Soobin cukup lama semakin risih kalau terus ditanyai sepanjang jalan. Terlebih beberapa murid belum sepenuhnya pulang dan menggosipkan mereka diam-diam. "Istri saya diam di rumah tidak kerja."

Tidak mungkin 'kan Soobin bilang istrinya masih sekolah. Disini pula.

"Oh, orang biasa ya pak? Padahal pak Soobin bisa cari istri yang lebih bagus, lho." Yeji berujar dengan tawa sedikit sinis merasa kalah sekaligus iri. Padahal hanya orang biasa menurut dia tidak ada bagus-bagusnya. Tampang juga belum tentu cantik.

Menghembuskan napas jengah langkah kaki Soobin berhenti seketika dengan raut wajah datar. Jelas, merasa sedikit tersinggung oleh kalimat bermakna ganda tersebut.

Antara menghina dan menghasut.

"Istri saya bukan orang biasa, dia istimewa."

"M-maksud saya bukan begitu Pak—" Wajah Yeji sedikit panik dengan senyuman kaku.

"Saya nikah bukan karena harta apalagi kewajiban tapi buat membangun keluarga dan hidup bahagia. Jadi kalau ibu mempertanyakan istri saya, itu artinya ibu juga mempertanyakan pilihan saya."

Meskipun hanya sebatas perjodohan tapi bagi Soobin status pernikahan itu bukan sekedar candaan apalagi permainan semata. Dia sudah bersumpah dan mengikrarkan janji dihadapan Tuhan.

Jadi sudah kewajiban Soobin untuk menjaga janji itu sebaik mungkin. Terlebih pernikahan ini adalah pilihan orang tuanya.

"Ah, maaf kalau perkataan saya menyinggung pak Soobin. Saya cuman-"

"Saya duluan bu Yeji, permisi." Soobin berbalik pergi begitu saja sedikit menunduk sopan sebelum benar-benar menghilang menuju ruangan sendiri. Mood Soobin berubah buruk, kesal luar biasa.

"Kak."

Tapi segera surut dalam hitungan detik begitu suara husky milik seseorang terdengar menyapa disertai senyuman khas menawan.

Dia buang jauh-jauh rasa kesal yang sempat singgah berganti mengulas senyuman tipis dan mengusap pucuk kepala Yeonjun lembut.
"Baru bangun?"

Remaja tanggung itu mengangguk sebagai jawaban, melihat kedua tangan Soobin yang tidak membawa apapun penuh tanda tanya.
"Tas Junnie mana?"

Tas?

Soobin meringis, mengusap dahi sendiri dan berdeham untuk menyembunyikan rasa bersalah di dalam hati.

"Saya lupa, maaf."

Yeonjun hanya bergumam samar dengan senyuman maklum. Meraih tangan Soobin sebagai tumpuan untuk berdiri kemudian menguap lebar sembari merenggangkan otot otot tubuhnya yang terasa kaku.

“Ayo pulang tapi ke kelas Junnie dulu buat ambil tas."

"Tunggu sebentar lagi, masih ada murid yang belum pulang.”

Soobin duduk di sofa dengan gerak tangan yang sibuk melipat jas hitam bekas selimut dadakan Yeonjun tadi.

"Kamu nggak ngiler, ‘kan?"

Happy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang