61 | supreme lord's sacrifices

308 43 18
                                    

"dasar lai busuk itu. menulis namanya sulit sekali. namanya sungguh aneh." injoon menggerutu sembari mengukir nama kuanlin di gembok penyatuan hati yang ia beli, "aku mengukir satu buah saja sudah cukup. jaemin sudah mengukir delapan buah untuk yang mulia. sepertinya ia ketagihan membeli gembok penyatuan hati."

lelaki mungil yang sedang dalam posisi duduk sembari mengangkat sebelah kakinya ke tepi kolam air mancur itu langsung bangkit berdiri dengan sigap dan memberi hormat begitu melihat sesosok berpakaian hitam muncul di hadapannya.

lelaki mungil yang sedang dalam posisi duduk sembari mengangkat sebelah kakinya ke tepi kolam air mancur itu langsung bangkit berdiri dengan sigap dan memberi hormat begitu melihat sesosok berpakaian hitam muncul di hadapannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"kepala paviliun? injoon memberi hormat pada kepala paviliun."

🔩

kuanlin tengah berjalan di pekarangan istana dal dengan para prajurit yang mengikuti di belakangnya. salah satu pengawal datang menghampiri dan memberi hormat padanya.

"tuan, saya baru saja menerima laporan. ada jejak yang mencurigakan. kemungkinan ada orang yang diam-diam masuk ke dalam istana."

"ayo jalan." kuanlin segera memimpin mereka masuk ke dalam istana.

🔩

hutan ansong, laut changyoon

sebuah bola kristal kecil muncul di tangan deokjun. ia segera melemparkannya ke dada injoon. lelaki mungil di hadapannya segera menangkap benda itu.

"kau harus cari kesempatan untuk meneteskan darah itu di gelang tulang melati yang dipakai melati."

"ini darah siapa?" tanya injoon hati-hati sembari terus memandangi bola kristal di tangannya, "apakah ini bisa melukai melati?"

"jangan tanyakan hal yang tidak seharusnya ditanyakan."

injoon nampak membuka mulutnya, tetapi ia menutupnya kembali.

"kenapa? setelah mengintai untuk waktu yang lama, kau benar-benar menganggapnya sebagai saudara baikmu?"

"bagaimana mungkin?" suara injoon tercekat, "aku hanya setia kepada kepala paviliun dan yang mulia kepala kota laut."

"bagus kalau begitu. jangan lupa dengan identitasmu."

"baik."

"jika identitasmu sebagai mata-mata dari kota laut terbongkar, menurutmu apakah kuanlin tetap akan menyukaimu? apakah melati tetap akan memperlakukanmu dengan setulus hatinya?"

injoon menunduk pasrah.

"jika aku tidak salah mengingat, kau sudah memakan habis obat penawar yang diberikan oleh yang mulia, 'kan?"

fairy and devil | nomin, markminWhere stories live. Discover now