Bab 7

221 16 0
                                    

Fiona meraih ponselnya, lantas mencari sebaris nomor yang tersimpan di kontak telepon miliknya. Sudah waktunya untuk bertemu dengan wanita itu setelah sekian lama menyimpan nomor teleponnya, pikir Fiona.

Bibi Sul baru saja keluar dari kamar Fiona semenit lalu. Dan wanita itu akan masuk kembali ke dalam kamar sekitar sepuluh menit kemudian setelah mencuci peralatan makan bekas Fiona. Kesempatan ini dimanfaatkan Fiona untuk menghubungi seseorang.

"Halo?"

Panggilan telepon Fiona dijawab suara seorang wanita.

"Apa kamu Mira?" tanya Fiona enggan berbasa-basi. Mereka bukan teman dan basa basi semacam itu tidak penting.

"Ya, aku Mira. Ini siapa, ya?"

Nada suara Mira terkesan dibalut ragu dan tanda tanya besar. Pasalnya baru kali ini Mira berbicara dengan orang asing yang mendapat nomor teleponnya entah dari mana.

"Aku Fiona. Bisakah kita bertemu di suatu tempat? Aku ingin mentraktirmu secangkir kopi dan sedikit berbincang denganmu."

Mira terdiam sejenak. Ia belum pernah mendengar nama itu sepanjang hidupnya.

"Kamu tidak sibuk, bukan?" Fiona berusaha membujuk dengan halus. Secara tidak sadar Mira telah dipaksa untuk memenuhi permintaan Fiona.

"Ya." Akhirnya Mira mengiyakan. Wanita itu sedang mencari pekerjaan beberapa waktu belakangan. Dan ia berharap panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan yang selama ini didambakannya.

"Di mana kamu tinggal sekarang? Kita bisa bertemu di dekat tempat tinggalmu," ucap Fiona.

Mira menyebutkan sebuah jalan.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan mengirimkan tempat di mana kita akan bertemu. Kamu bisa datang dua jam lagi, kan?"

"Ya, bisa."

"Kalau begitu sampai bertemu nanti."

Fiona telah meletakkan kembali ponselnya di atas meja ketika Bibi Sul tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamar. Telinga Fiona tak cukup peka untuk menangkap suara ketika pintu kamarnya diketuk Bibi Sul beberapa saat yang lalu. Fokus pikirannya tertuju pada sesuatu yang lain.

"Bisakah Bibi membantuku mengambilkan pakaian di dalam lemari?" pinta Fiona.

"Iya, Nyonya."

Fiona meminta Bibi Sul agar mengambilkan sehelai blus putih dari dalam lemari dengan bawahan rok panjang bermotif bunga warna-warni. Meskipun model pakaian itu terlihat sederhana, tapi Bibi Sul tahu benar berapa harga keduanya. Bibi Sul bisa membeli sebuah sepeda motor baru hanya dengan blus dan rok panjang itu.

Usai berganti pakaian, Fiona merias wajahnya secantik mungkin. Ia akan menemui Mira tak kurang dari dua jam lagi. Dan Fiona berusaha memaksimalkan tampilannya kali ini.

**

"Aku akan menemui seorang teman lama," ucap Fiona pada Krisna ketika pria itu telah selesai mendudukkan dirinya di jok belakang. Mereka bersiap berangkat ke tempat yang telah ditentukan Fiona. Di sanalah ia akan bertemu dengan Mira.

Krisna tak menaruh kecurigaan apapun. Ia selalu memahami apa yang dirasakan Fiona. Setelah sekian lama terkurung di dalam kamarnya dan merasa kesepian sepanjang waktu, Fiona perlu pergi ke luar dan mencari suasana baru. Terlebih lagi masalah yang mendera Fiona teramat berat. Lagi-lagi Krisna tak bisa memendam rasa empatinya pada wanita itu. Bertemu dengan seorang teman mungkin bisa membuat hati Fiona merasa senang, pikir Krisna.

"Kupikir kamu harus sering pergi keluar rumah," saran Krisna sedikit berani dari biasanya. Ia melirik ke arah spion tengah. Fiona tampak begitu menawan hari ini.

Fiona melebarkan tawa mendengar ucapan Krisna.

"Kamu tahu, aku hanya akan merepotkan kamu kalau aku sering-sering pergi keluar rumah," tandas Fiona di sela tawa.

Krisna mengurai senyum. Diam-diam ia bersyukur bisa menikmati gelak tawa di bibir Fiona. Ia sudah lama tak melihat wanita itu tersenyum seperti sekarang.

"Aku tidak merasa keberatan direpotkan," balas Krisna.

"Kamu tidak ingin minta naik gaji, kan?" pancing Fiona dengan maksud bercanda.

"Untuk apa aku minta naik gaji? Bayaranku yang sekarang saja terlalu besar dibandingkan dengan pekerjaanku. Aku tidak mau makan gaji buta," ujar Krisna berterus terang.

Fiona kembali melepaskan tawa. Jika bukan Krisna, Fiona tidak akan memberi gaji setinggi itu pada Krisna.

"Itu kafenya."

Begitu pandangan mata Fiona tertumbuk pada sebuah bangunan yang berdiri beberapa puluh meter di depan sana, wanita itu memberi isyarat pada Krisna.

Krisna mengarahkan mobilnya ke arah pelataran kafe yang dimaksud Fiona.

Janji temu dengan Mira masih setengah jam lagi, tapi Fiona sengaja datang lebih awal.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now