Bab 8

177 15 0
                                    

Begitu tiba di kafe, Fiona langsung memesan satu kue muffin cokelat dan secangkir kopi hangat. Untuk itulah Fiona sengaja datang setengah jam lebih awal dari waktu yang ia tentukan. Wanita itu ingin menikmati kudapan favoritnya sendirian sebelum bertemu dengan Mira. Sementara Krisna, Fiona menyuruh pria itu agar menunggunya di dalam mobil.

Nyatanya rasa muffin cokelat buatan kafe itu tidak berubah. Dari awal Fiona mencicipi kudapan itu hingga sekarang, sama sekali tidak ada perubahan pada rasa ataupun teksturnya. Mereka konsisten pada resep dan selalu menggunakan bahan-bahan premium  berkualitas tinggi. Sesekali Edgar juga membelikannya kue muffin cokelat buatan kafe itu. Namun, terakhir kali Edgar membeli kudapan itu, ia justru memberikannya pada Mira. Fiona bahkan sampai mengepalkan tangannya ketika mendapat kiriman foto-foto mereka berdua.

Fiona meletakkan sendoknya saat bayangan Edgar tiba-tiba muncul dan mengusik pikirannya. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengenang momen menyebalkan seperti itu.

Fiona kehilangan selera dan menutup acara makannya dengan menyesap kopi hangat di dalam cangkir. Kenyataannya hati Fiona masih sehancur itu.

Usai Fiona meletakkan cangkir di atas meja, sesosok wanita muda berparas cantik masuk ke dalam kafe. Wanita itu tidak langsung mencari tempat duduk, tapi ia justru mengedarkan pandangan ke segenap penjuru ruangan. Ia tampak kebingungan.

Fiona mengenali wanita itu sebagai Mira. Di ponselnya masih tersimpan foto-foto wanita itu yang dikirimkan oleh orang suruhan Fiona.

"Mira!" Fiona melambaikan satu tangannya dan memanggil nama Mira.

Wanita itu menangkap isyarat Fiona. Ia memang Mira.

Mengetahui seseorang telah memanggilnya, Mira bergegas mengarahkan langkahnya menghampiri meja Fiona. Wanita itu sempat takjub melihat Fiona yang tampak sedang duduk di atas kursi roda.

"Fiona?" Begitu sampai di depan Fiona, Mira berinisiatif memastikan jika wanita yang memanggilnya adalah orang yang menelponnya tak kurang dari dua jam lalu.

Fiona mengangguk, lantas mempersilakan Mira agar menempati salah satu kursi yang kosong.

"Apa aku terlambat?" Mira melirik sekilas ke arah kudapan yang tersisa setengah dan isi cangkir yang sudah tidak penuh di hadapan Fiona.

"Tidak. Aku memang sengaja datang lebih awal," tandas Fiona.

"Oh." Mira sedikit merasa canggung pada wanita berkursi roda di depannya. Fiona memiliki wajah cantik dan penampilannya mengesankan jika ia berasal dari keluarga kaya. Namun, ia disabilitas.

"Apa kamu tahu siapa aku?" Merasa ditatap seperti itu, membuat Fiona seketika menggiring percakapan mereka kepada inti permasalahan.

"Tidak," geleng Mira. Suara yang keluar dari bibirnya terdengar lirih.

Seumur hidup baru kali ini Mira bertemu dengan Fiona. Sekalipun secara kebetulan, ia yakin belum pernah melihat Fiona.

"Kamu mengenal Edgar, bukan?" Fiona memancing.

Perasaan Mira tiba-tiba memburuk secara drastis saat Fiona menyebutkan nama Edgar.

"Edgar adalah suamiku. Apa dia tidak pernah mengatakannya padamu?" Dengan sikap tenang dan elegan, Fiona mengikis habis mental Mira.

Tubuh Mira beku. Kaku. Napasnya tercekat di tenggorokan.

Edgar tak pernah mengatakan statusnya. Mira juga tidak bertanya hal-hal pribadi Edgar. Yang Mira yakini hanyalah Edgar mencintainya. Dengan berbekal keyakinan itu Mira menjalani kehidupannya dengan pemikiran positif. Tak sempat terbersit di benak Mira jika Edgar telah beristri.

"Apa kamu tidak tahu foto-foto perselingkuhan kalian beredar luas di internet? Semua orang menghujat kalian, Mir." Fiona mulai melakukan serangan verbal pada Mira. "Apa kamu mau aku tunjukkan betapa pedasnya komentar mereka?"

Mira tidak berkutik. Wajahnya tertunduk dipenuhi rasa bersalah. Pun ketika Fiona menyodorkan ponsel ke hadapannya, Mira tidak sanggup untuk melihat ke dalam layarnya. Beberapa waktu belakangan ia terlalu sibuk pergi ke sana kemari untuk melamar pekerjaan. Mira tidak punya waktu luang untuk bersantai dan menekuri media sosial atau berita yang sedang tren di internet. Ia memanfaatkan waktunya untuk beristirahat seusai berkeliaran di luar sepanjang hari.

Fiona mengulum senyum getir melihat wanita di hadapannya menyembunyikan wajah. Fiona kembali menarik tangannya. Percuma ia menunjukkan layar ponselnya karena Mira tak bersedia melihat isinya.

"Kamu pernah menerima kue muffin cokelat dari Edgar, kan?"

Mira masih bungkam. Tapi, diam-diam ia berusaha mengingatnya. Dan benar. Edgar memang pernah memberinya kue muffin. Itu terjadi saat ia menerima teror bangkai tikus.

"Sebenarnya kue itu untukku. Edgar tahu aku sangat menyukai muffin cokelat. Dan sebelum kamu datang tadi, aku sempat menikmatinya. Kamu tahu, Edgar membeli muffin itu di kafe ini," papar Fiona.

"Maaf, aku tidak tahu ... "

Fiona mengembangkan senyum.

"Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak bersalah. Semestinya Edgar yang harus disalahkan karena dia yang memberikan kue itu. Tapi, sebenarnya aku sama sekali tidak mempermasalahkan kue itu. Aku hanya merasa kesal saja."

Mira mengangkat sedikit dagunya. Sepasang matanya mencuri tatap pada Fiona.

Sebenarnya apa yang diinginkan Fiona? Wanita itu bersikap santai di depan selingkuhan suaminya, tapi justru hal itu yang membuat Mira ketar-ketir. Itu jauh lebih menakutkan daripada sebuah ledakan amarah.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now