Bab 11

164 15 0
                                    

"Aku tidak mau," tolak Fiona tegas. Dalam skenarionya ia tak merancang sebuah rencana akan kembali ke rumah suatu hari nanti. Kondisi finansial Fiona sangat bagus. Perusahaan kosmetik yang didirikannya beberapa tahun lalu berkembang pesat. Fiona bisa membeli rumah atau properti lain dengan kemampuannya sendiri. Tanpa mengandalkan kekayaan kedua orangtuanya, Fiona bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Kamu lebih suka mengasingkan diri di tempat seperti ini layaknya seorang penjahat?"

"Yah!" Fiona menjerit ketika Ayahnya menyebut kata penjahat.

"Kamu sengaja menghindar dari Ayah, kan? Kamu malu karena dugaan Ayah benar tentang suamimu?" Pak Burhan ganti mengungkapkan dugaannya.

"Kenapa Ayah bisa berpikir seperti itu?"

"Karena kamu menolak untuk pulang bersama Ayah. Apa gunanya kamu ada di sini sementara kamu masih memiliki kami? Kami akan merawatmu, Fiona." Ayah Fiona berusaha untuk membujuk putrinya. "Jangan pernah berpikir kamu akan membebani kami."

"Aku tidak pernah berpikir seperti itu, Yah. Aku hanya ingin hidup mandiri seperti wanita dewasa lain. Apa alasanku bisa diterima?"

"Tidak." Percakapan itu menjurus pada tawar menawar. "Karena kamu tidak sama seperti wanita dewasa lain."

"Karena aku cacat?"

"Kurang lebih seperti itu," sahut Ayah Fiona bernada lugas. Ia cukup tahu cara beradu argumen dengan putrinya.

Fiona melepaskan tawa getir.

"Pikirkan ucapan Ayah," ucap pria itu seraya mengangkat tubuh dari atas tempat tidur. "Kapanpun kamu berubah pikiran, beritahu Ayah. Ayah akan segera datang untuk menjemputmu. Sesibuk apapun Ayah, Ayah akan berusaha meluangkan waktu," ucap pria itu.

Ayah Fiona merupakan orang sibuk. Tak setiap saat ia bisa meluangkan waktunya. Oleh karena itu ia memerlukan seseorang untuk mengawasi kehidupan putrinya.

"Sebaiknya Ayah pergi sekarang. Ayah sedang sibuk, kan?" Fiona bermaksud mengusir secara halus. Pasalnya ia tahu benar jika Ayahnya orang sibuk.

"Kalau kamu ingin meminta bantuan Ayah, katakan saja. Ayah bisa melakukan segalanya untuk kamu," ucap Pak Burhan sebelum berlalu dari hadapan Fiona.

"Aku bisa mengatasi masalahku sendiri," balas Fiona yang tidak mau bergantung pada Ayahnya. Jika Ayahnya dapat melakukan banyak hal dengan memanfaatkan uang yang dimilikinya, Fiona pun juga bisa melakukan hal yang sama.

"Baiklah. Ayah pergi sekarang."

Fiona hanya mengangguk melepaskan kepergian Ayahnya.

**

"Wanita itu pergi membawa kopernya pagi ini."

Fiona sedang menerima telepon dari orang suruhannya pagi ini. Kabar yang ia sampaikan sangat melegakan wanita itu. Tapi, Fiona harus memastikan jika Mira benar-benar meninggalkan kota ini. Mira tak boleh kembali. Selamanya. Apapun yang terjadi.

"Pastikan tujuannya. Apakah dia pulang kampung atau pergi ke kota lain." Fiona memberi instruksi pada orang suruhannya.

"Baik, Nyonya."

"Laporkan padaku semuanya tanpa terkecuali."

"Saya mengerti, Nyonya."

"Aku akan mentransfer uangnya segera."

"Terima kasih, Nyonya."

Fiona menutup teleponnya dengan perasaan lega. Bekerja sama dengan 'orang' itu sangat memuaskan. Ia bekerja secara profesional dan sangat bisa diandalkan. Ia juga tak meninggalkan jejak atas tindakan yang dilakukannya. Tak sia-sia Fiona membayar mahal atas jasa 'orang' itu.

Usai memenuhi janjinya untuk mentransfer sejumlah uang pada orang suruhannya, Fiona meletakkan ponselnya di atas meja. Ia tak khawatir Bibi Sul akan membuka ponselnya karena Fiona telah mengunci aksesnya dengan menggunakan perpaduan beberapa angka. Lagipula Bibi Sul tidak akan selancang itu dengan membuka ponsel Fiona. Wanita itu sangat memercayai Bibi Sul.

Bibi Sul menerobos masuk ke dalam kamar Fiona sejurus kemudian usai mengetuk pintunya. Wanita itu membawakan sarapan Fiona.

"Ini sarapannya, Nyonya."

Bibi Sul meletakkan sebuah piring berisi omelette di atas meja dan segelas jus jeruk. 

Bibi Sul mundur dua langkah ketika Fiona mulai mengangkat garpu dan pisaunya. Ia terbiasa berdiri di belakang kursi roda Fiona selama majikannya menikmati makanan. Bibi Sul selalu siap melayani Fiona jika ia membutuhkan bantuan.

Akhir-akhir ini dalam hati Bibi Sul tumbuh rasa sayang pada Fiona. Sementara rasa iba dalam hatinya telah berakar dan berdaun. Mustahil ia akan berkhianat pada wanita itu.

Bibi Sul bisa merasakan betapa kesepiannya Fiona. Kesehariannya yang hanya diisi dengan kegiatan itu-itu saja, pasti membuat Fiona merasa bosan. Tapi, Bibi Sul tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk menghibur Fiona, Bibi Sul tak berani melakukannya.

"Bibi sudah makan?" tanya Fiona mengejutkan Bibi Sul.

"Belum, Nyonya."

"Pergilah makan. Nanti kalau sudah selesai kembalilah kemari," suruh Fiona yang juga masih menikmati sarapannya.

"Baik, Nyonya," jawab Bibi Sul patuh.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now