Bab 29

140 20 0
                                    

"Kamu tahu apa ini?" Fiona menggeser muffin cokelat miliknya yang masih belum tersentuh ke hadapan Edgar.

Edgar menatap ke arah muffin itu sesuai harapan Fiona. Namun, bibirnya masih terkatup rapat sekalipun pria itu tahu jika kudapan itu adalah muffin cokelat.

"Itu adalah muffin cokelat kesukaanku," ucap Fiona tak menunggu balasan dari Edgar. Ia memang berencana akan mendominasi pembicaraan ini. "Dan aku hanya makan muffin cokelat dari kafe ini. Dulu kamu juga sering datang kemari hanya untuk membelikanku muffin. Kamu lihat kasir itu? Dia pasti mengenalmu dengan baik."

Edgar menoleh ke arah yang ditunjuk Fiona dengan ujung dagunya. Seorang wanita muda dengan celemek merah dan bertopi merah tampak berdiri di belakang meja kasir. Ia sedang sibuk melayani seorang customer ketika Edgar menatapnya.

Sampai pada tahap ini Edgar masih belum mengingat apapun. Muffin cokelat dan kafe.

"Kita menikah lebih dari dua tahun yang lalu dan pernikahan kita sangat bahagia meskipun kita belum memiliki seorang anak," lanjut Fiona meneruskan ucapannya. Sementara Edgar kembali menarik tatapannya ke arah Fiona. "Tapi sesuatu terjadi dan merubah kehidupan pernikahan kita."

Fiona mengeluarkan sebuah ponsel dan mengutak-atik layarnya sebentar sebelum akhirnya menyodorkan benda itu ke depan Edgar.

"Itu adalah penyebab keretakan rumah tangga kita," ujar Fiona ketika Edgar sibuk mencermati foto-foto yang terpampang di atas layar ponsel dalam genggamannya.

Pria dalam foto itu memang dirinya, tapi Edgar masih tidak mengingat siapa wanita di sebelahnya. Itu jelas bukan Fiona.

"Kurasa kamu harus membaca komentar-komentar mereka atas foto-foto itu," ucap Fiona sengaja ingin mematahkan mental Edgar.

Dan siasat Fiona berhasil. Raut wajah Edgar berubah merah ketika ia membaca satu per satu komentar warganet.

"Perasaanku lebih hancur dari apa yang kamu rasakan saat ini, Ed." Fiona bersuara saat kedua mata Edgar memejam karena tak kuasa meneruskan membaca komentar-komentar para warganet yang begitu pedas dan sadis. "Tapi, seperti yang kukatakan sebelumnya aku sudah memaafkanmu. Saat ingatanmu kembali, kamu pasti akan mengingat bahwa aku pernah mengatakan hal itu padamu."

"Aku sudah menyakitimu, Fiona. Aku sangat jahat," ucap Edgar lirih. Pria itu tertunduk dan terlalu malu untuk menampakkan wajahnya di depan Fiona. Kedua matanya berkaca-kaca.

Sementara ponsel milik Fiona terlepas dari genggaman tangan Edgar.

Melihat sikap Edgar yang tampak dipenuhi rasa bersalah dan penyesalan, Fiona justru menyunggingkan senyum getir. Ia tidak akan tersentuh oleh hal-hal semacam itu.

"Tidak ada gunanya meratapi penyesalan, Ed. Tidak akan ada yang berubah sekalipun kamu meneteskan air mata. Kamu juga tidak akan bisa memperbaiki keadaan."

"Apa kita tidak bisa memulainya dari awal lagi?"

Fiona tercengang. Dasar tidak waras, makinya dalam hati.

"Kamu bahkan tidak bisa mengingatku, Ed."

"Tapi aku jatuh cinta padamu, Fiona," tukas Edgar emosional. Dan itu sangat mengejutkan Fiona. "Sekalipun aku tidak bisa mengingatmu, saat pertama kali melihatmu aku merasakan dadaku bergemuruh hebat. Aku mencintaimu, Fiona."

"Apa segampang itu kamu jatuh cinta pada seorang wanita?"

"Tidak. Bagiku kamu berbeda, Fiona."

"Kalau aku berbeda, kenapa kamu juga jatuh cinta pada wanita itu? Apa dia juga berbeda di matamu?"

Edgar tertohok. Ingatannya belum menjangkau 'wanita itu'. Jadi, Edgar tak bisa memberikan tanggapannya.

"Ayolah, Ed. Hubungan kita sudah berakhir. Tidak perlu mengatakan hal-hal konyol semacam itu. Aku sudah tidak mempan rayuan murahan seperti itu," pungkas Fiona seraya mengulum senyum sinis.

"Aku sedang tidak merayu, Fiona. Aku mengatakan apa yang kurasakan. Itu datang dari lubuk hatiku yang paling dalam," ucap Edgar berkali-kali lipat serius.

"Hentikan, Ed." Fiona menjangkau ponselnya dari atas meja, lantas menelepon Krisna agar bergegas menjemputnya.

"Aku bersungguh-sungguh, Fiona." Pria itu masih merengek seperti anak kecil.

Namun, untungnya Krisna segera muncul dari balik pintu masuk kafe. Dengan setengah berlari ia menghampiri kursi roda Fiona.

"Ayo kita pergi," ajak Fiona yang sudah tidak tahan berada di tempat itu lebih lama lagi.

Krisna pun melaksanakan perintah Fiona dengan sigap. Lagipula ia juga tidak suka membiarkan Fiona berbicara dengan Edgar.

Ketika kursi roda Fiona pergi meninggalkan kafe, Edgar hanya bisa menatap wanita itu dengan perasaan tak menentu.

Kenapa ia masih saja belum bisa mengingat tentang Fiona bahkan setelah bertemu dengan wanita itu? Apa yang salah? Apakah mungkin ia tidak akan mengingat Fiona selamanya?

Edgar mulai memukul kepalanya dengan tangan berulang kali, berharap tindakan ngawur itu bisa membuat ingatannya kembali. Sungguh, Edgar ingin mengingat semuanya meskipun ia akan meratapi lebih banyak penyesalan lagi nantinya. Edgar hanya ingin bisa mengingat wanita yang dicintainya itu.

Namun, bukannya ingatan Edgar kembali, pria itu malah merasakan tiba-tiba kepalanya sakit luar biasa. Sampai-sampai Edgar tak bisa menahan rasa sakitnya lagi. Pria itu jatuh dari kursi dan terkapar di atas lantai. Edgar pingsan!

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now