Bab 33

111 13 0
                                    

"Ingatan Edgar sudah kembali, Fi." Suara Billy terdengar di telepon. Nadanya riang, tapi sengaja disamarkan. Ia tak mau mengumbar kebahagiaan atas kembalinya ingatan Edgar saat berbicara dengan Fiona.

Fiona tidak bereaksi. Pagi-pagi sekali ia telah mendapatkan kabar itu dari Frans yang juga berprofesi sebagai dokter di rumah sakit tempat Edgar dirawat. Jadi, Fiona tidak kaget mendengar berita yang disampaikan Billy.

"Karena ingatan Edgar sudah kembali, kita bisa melanjutkan gugatan cerai ke pengadilan agama, Fi."

"Tentu. Kamu urus saja semuanya, Bil. Kamu tahu kondisiku yang sedikit merepotkan jika harus pergi ke sana kemari."

"Ya, baiklah."

"Aku ingin secepatnya perceraianku diproses, Bil. Berapapun biayanya tidak masalah bagiku."

"Sebenarnya ini bukan masalah biaya, Fi. Tapi aku akan mengusahakannya." Kemampuan finansial Fiona memang tidak perlu diragukan lagi dan Billy tidak pernah hitung-hitungan masalah uang dengan wanita itu. "Oh iya. Apakah kamu dan Edgar sudah bertemu?" Di tengah-tengah perbincangan Billy mendadak ingat sesuatu. Ia ingin memastikan apakah pertemuan Fiona dan Edgar yang telah membuat ingatan pria itu kembali atau bukan.

"Ya. Kami bertemu kemarin. Tapi aku meninggalkannya di kafe dan saat itu dia sama sekali tidak mengingatku," ungkap Fiona terus terang. Ia merasa tidak perlu menyembunyikan hal itu dari Billy.

"Apa mungkin setelah kalian bertemu, ingatan Edgar pulih?" Billy berusaha untuk menduga-duga.

"Aku tidak tahu, Bil. Kamu bisa menanyakannya pada Edgar."

"Ya. Aku akan menemuinya nanti." Billy memang belum berbincang langsung dengan Edgar. Ia hanya diberitahu Emily tentang ingatan Edgar yang telah pulih melalui pesan singkat semalam. Dan saat Billy mencoba menghubungi nomor telepon Emily pagi ini, ponsel wanita itu sedang tidak aktif.

Perbincangan mereka selesai. Fiona merasa sudah tidak ada yang perlu mereka bicarakan lagi. Wanita itu beralih menghubungi seseorang.

"Apa Ayah ada di kantor hari ini?" tanya Fiona pada seseorang di ujung telepon sesaat setelah panggilannya terhubung.

" ... "

"Katakan padanya aku akan datang berkunjung."

" ... "

Fiona menutup telepon setelah permintaannya disetujui. Tepat di saat itu Bibi Sul masuk ke dalam kamar Fiona setelah mengetuk pintu dua kali.

"Tolong beritahu Krisna agar menyiapkan mobil. Aku akan pergi ke kantor Ayah hari ini," suruh Fiona pada Bibi Sul yang bermaksud meletakkan sebuah piring kecil berisi beberapa butir anggur di atas meja.

"Baik, Nyonya," jawab Bibi Sul menuruti perintah majikannya.

***

Seperti yang dijadwalkan, Fiona datang ke kantor ayahnya siang ini. Ia diantar Krisna hanya sampai di depan lobi gedung. Selanjutnya seorang petugas keamanan mengantar Fiona menuju ke lantai 27 di mana kantor ayahnya berada. 

Rupanya Pak Burhan, ayah Fiona, telah menunggu putrinya sejak tadi. Ia bahkan rela menunda makan siangnya hanya demi menunggu kedatangan Fiona.

"Ayah tidak menyangka kamu mau datang kemari, Fi," sambut Ayah Fiona disertai senyum lebar. Pria itu berjalan ke arah kursi roda Fiona dan mendorongnya ke dekat sebuah meja kaca yang dikelilingi sofa-sofa. Pak Burhan duduk di salah satu sofa terdekat dengan Fiona.

"Ayah lupa aku tidak bisa berjalan?" sahut Fiona dengan nada datar.

"Kamu bisa menelepon Ayah kapanpun kamu mau. Ayah pasti akan datang menemuimu," ujar Pak Burhan tak kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan putrinya. "Sekarang katakan ada apa kamu menemui Ayah?" desak Pak Burhan seolah-olah tahu jika kedatangan Fiona membawa sebuah alasan kuat. Pasalnya Fiona tidak akan sudi membuang waktu dan energinya hanya untuk bertandang ke kantor ayahnya tanpa tujuan tertentu.

Fiona mengulum senyum getir. Sikap tak lazim Fiona ternyata bisa dibaca dengan mudah oleh Pak Burhan.

"Kudengar belum lama ini Ayah pergi ke suatu tempat dan suatu insiden terjadi di sana. Apakah Ayah berkaitan erat dengan insiden itu?"

"Insiden apa maksudmu?" Kening Pak Burhan mengerut usai mendapat pertanyaan dari Fiona.

"Ayah tahu Mira, bukan? Apa Ayah yang sudah mencelakainya?" Kali ini Fiona langsung bertanya pada ayahnya tanpa basa basi.

Pak Burhan terdiam sesaat.

"Ayah tidak tahu siapa Mira ... "

"Jangan berbohong padaku, Yah!" Fiona sedikit menaikkan nada suaranya. Ia hanya ingin jawaban 'ya' atau 'tidak'. Itu saja. Tanpa ada alasan yang berbelit-belit.

"Untuk apa Ayah berbohong padamu, Fi?"

"Yah." Fiona mulai tidak sabar menghadapi sikap ayahnya yang seolah ingin menutupi segalanya. "Aku tahu selama ini Ayah mengawasiku. Dan Ayah berusaha untuk membantuku diam-diam. Aku juga yakin Ayah tahu semua yang kulakukan. Jadi, Ayah ingin melenyapkan wanita itu dengan tangan Ayah sendiri agar tanganku tetap bersih. Iya, kan?"

Pak Burhan tertunduk. Bibirnya terkatup rapat. Ia terlihat enggan untuk mengatakan 'ya' atau 'tidak'. Sebaik apapun ia menyangkal, Fiona tidak akan bisa dibuat percaya olehnya.

"Ayah hanya ingin membalaskan rasa sakitmu, Fi," ucap Ayah Fiona. Secara tidak langsung pria itu mengakui perbuatannya. Selama ini Fiona terlalu banyak menanggung penderitaan dan sebagai seorang ayah, Pak Burhan tidak sampai hati melihat putrinya menderita seperti itu.

"Sebenarnya aku punya cara sendiri untuk mengatasi wanita itu, Yah," ujar Fiona. Ia sedikit menyayangkan tindakan Ayahnya, tapi semuanya telah terjadi. Untuk apa disesali?

"Ayah tidak bisa memercayai pria itu."

Rupanya selain memata-matai putrinya, Pak Burhan juga mengawasi Thomas, kekasih Mira yang diam-diam dibebaskan Fiona dari penjara dengan tebusan sejumlah uang. Pria itu juga tahu jika Fiona memberikan sejumlah uang pada Thomas.

Fiona tak melanjutkan perdebatannya tentang Thomas atau Mira. Semua hal tentang mereka telah berakhir. Tak ada gunanya mereka membahasnya.

"Ayah tahu kan, kedatanganku kemari punya sesuatu alasan?"

"Ya, tapi Ayah tidak tahu apa itu."

"Ingatan Edgar sudah kembali. Aku ingin minta Ayah melakukan sesuatu untukku."

"Katakan saja. Ayah akan melakukan apa saja untukmu."

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now