Bab 38

110 20 0
                                    

Setahun kemudian...

"Pecat dia. Aku tidak butuh orang yang tidak disiplin. Masih banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan kita," ucap seorang wanita cantik yang sedang berjalan perlahan keluar dari sebuah kafe. Ia berbicara dengan seseorang di telepon.

" ..... "

"Berikan gajinya sesuai dengan jumlah hari dia bekerja," ucapnya kembali dengan nada memerintah. Tak lama setelahnya ia menutup sambungan telepon tanpa menunggu balasan dari lawan bicaranya.

Tidak terasa setahun telah berlalu. Kini Fiona sudah pulih sepenuhnya usai menjalani terapi yang cukup lama dan melelahkan. Ia bisa berjalan normal kembali seperti sedia kala. Hanya saja Fiona tidak boleh berjalan terlalu lama atau berlari. Itu akan membuat kakinya terasa sakit.

Siang yang panas ini Fiona bertemu dengan salah satu klien di sebuah kafe untuk membicarakan proyek kerjasama mereka. Dan perbincangan mereka telah selesai beberapa menit yang lalu.

Fiona mengedarkan tatapan ke sekeliling dan tidak menemukan keberadaan mobilnya. Krisna belum datang, pikirnya.

Tadi Fiona datang ke kafe dengan menaiki taksi karena ada sesuatu yang tidak beres dengan mobilnya. Oleh karena itu ia menyuruh Krisna agar membawa mobilnya ke bengkel untuk diperbaiki. Ia juga berpesan agar Krisna meneleponnya jika sudah selesai. Tapi, hingga detik ini Krisna belum memberi kabar apapun. Itu artinya mobil milik Fiona belum selesai diperbaiki.

Fiona memutuskan untuk memesan taksi. Karena ia pikir mungkin butuh waktu sedikit lebih lama untuk memperbaiki mobilnya dan Fiona tidak bisa menunggu. Ia mesti kembali ke kantor secepatnya karena harus menghadiri rapat peluncuran produk. Fiona tidak bisa terlambat karena perusahaan itu miliknya. Apa kata para karyawannya jika ia terlambat?

"Fiona?"

Suara itu cukup mengganggu pendengaran Fiona yang sedang mengutak-atik ponselnya untuk memesan taksi. Di depan sebuah kafe dan suasana panas yang menyengat, Fiona sangat tidak berharap akan ada seseorang yang menyapanya seperti itu. Terlebih lagi ia bukan orang populer. Fiona tidak pernah membuat konten pribadi di media sosial. Lagipula tak banyak orang yang mengenal Fiona. Lingkungan ini bukan wilayah tempat tinggal Fiona.

"Kamu Fiona, kan?"

Awalnya Fiona ingin mengabaikan suara itu, akan tetapi sapaan itu kembali terdengar. Apalagi pemilik suara itu sedikit menarik ujung blazer hitam Fiona.

Sontak Fiona menoleh karena tindakan pemilik suara itu sudah sangat mengusik dirinya.

Seorang pria kurus tampak berdiri di hadapan Fiona. Jaket denim yang dikenakannya cukup bersih dan terkesan sebagai bukan barang murahan. Sepatunya juga terlihat lumayan bagus, begitu juga dengan gitar yang menggantung di pundaknya. Hanya saja sebuah topi bisbol berwarna hitam menutupi sebagian wajahnya.

"Edgar?" Gumaman itu keluar dari bibir Fiona tanpa disadarinya.

Meskipun penampilan Edgar sangat jauh berbeda, tapi tidak membuat Fiona lupa pada pemilik sosok tubuh di hadapannya. Bagaimanapun juga Fiona pernah menjadi istrinya selama dua tahun.

"Ya, ini aku, Sayang."

Sayang? batin Fiona muak. Setelah semua yang terjadi, pria itu bahkan tidak malu menyebutnya Sayang?

"Kita sudah bercerai, Ed. Urusan di antara kita sudah berakhir. Jangan memanggilku dengan sebutan itu. Aku muak mendengarnya," ucap Fiona ketus.

"Tapi aku masih belum bisa melupakanmu, Fiona."

"Itu bukan urusanku, Ed."

"Aku senang kamu bisa berjalan lagi," ucap Edgar seolah ingin merayakan pertemuan ini layaknya sebuah reuni yang sayang untuk dilewatkan tanpa berbagi obrolan.

Fiona melenguh kesal. Kenapa di saat seperti ini mobilnya justru mengalami masalah? Kalau saja mobilnya baik-baik saja seperti biasa, maka ia tidak perlu bertemu dengan Edgar. Sungguh, Fiona sangat menyesali pertemuan ini.

"Lihatlah aku sekarang, Fiona. Apa kamu tidak kasihan melihatku seperti ini? Apakah kamu tidak berpikir untuk kembali dan memulai semuanya dari awal lagi? Aku hancur tanpamu, Fiona," ucap Edgar setengah meratap. Tujuannya hanya agar wanita itu bersimpati akan derita yang ditanggungnya selama ini.

"Aku kasihan padamu, tapi aku tidak bisa memulai dari awal lagi." Fiona mengambil dompet dari tas kecilnya dan bermaksud mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan pada Edgar. Namun, pria itu justru mencegahnya.

"Aku tidak butuh uang, Fiona. Aku ingin kita bersama lagi," ucap Edgar. Pria itu berusaha meraih tangan Fiona.

"Aku tidak bisa, Ed. Kumohon menjauhlah dariku." Fiona berusaha menepis tangan Edgar.

"Aku berjanji akan memperbaiki semuanya, Sayang. Aku sadar hanya kamu yang benar-benar kucintai. Mira hanyalah sebuah kesalahan masa lalu bagiku. Apa di hatimu tidak ada sedikitpun perasaan yang tersisa untukku?"

"Tidak," tegas Fiona.

"Aku tidak bisa percaya kamu sama sekali tidak punya perasaan padaku. Dulu kita saling mencintai, bukan?" Edgar tak bisa menerima jawaban Fiona dengan lapang dada. Ia tidak percaya begitu saja pada ucapan wanita yang pernah menjadi istrinya itu.

"Tapi kamu sudah menodai cinta kita, Ed. Kamu tahu, aku seorang pendendam. Sampai kapanpun aku akan terus mengingat apa yang pernah kamu lakukan padaku."

"Tapi kamu mengatakan memaafkan semua kesalahanku... "

"Ya, memang. Tapi bukan berarti aku bisa kembali padamu seperti tidak pernah terjadi apa-apa," balas Fiona sengit. Sialnya ia belum berhasil memesan taksi tadi dan Edgar keburu datang. Ia tidak akan bisa dengan mudah pergi dari hadapan Edgar. "Sekarang pergilah dari hadapanku. Aku sangat sibuk hari ini," usir Fiona terang-terangan.

"Apa kita bisa bertemu lagi lain kali? Kamu tidak mengganti nomor teleponmu, kan?"

"Tidak ada lain kali, Ed. Kenapa kamu masih belum menerima kenyataan kalau kita sudah bercerai, hah?!" Fiona meninggikan suara saking kesalnya pada Edgar yang terus saja memaksanya untuk kembali.

"Karena aku mencintaimu, Fiona. Aku sangat sangat mencintaimu. Aku menginginkan dirimu, Sayang," ucap Edgar yang tiba-tiba mencekal lengan Fiona dengan kuat. Membuat wanita itu tak bisa berkutik di depan Edgar.

"Lepaskan aku, Ed. Aku akan berteriak kalau kamu memaksa," ancam Fiona serius. Di saat seperti ini ia tak bisa mengandalkan orang suruhannya apalagi dirinya sendiri. Tenaganya tidak akan mampu melawan seseorang seperti Edgar.

"Aku tidak akan memaksa seandainya kamu mau dengan sukarela kembali padaku, Fiona."

"Kamu sudah tidak waras, Ed," maki Fiona yang berusaha melepaskan cekalan tangan Edgar, tapi gagal total.

"Aku tidak waras karena kamu, Sayang. Kamu tidak tahu betapa gilanya aku mencarimu selama ini. Kurasa kita berjodoh karena Tuhan mempertemukan kita di sini," tandas Edgar.

Edgar benar-benar di luar kendali. Fiona tidak berkutik dan tidak tahu harus meminta pertolongan pada siapa. Orang-orang yang sedang berada di dalam kafe mungkin tidak akan mendengar suaranya jika ia berteriak.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now