Bab 22

106 13 0
                                    

Fiona mendapatkan kabar jika kekasih Mira telah keluar dari penjara kemarin. Sebagai gantinya ia harus mengeluarkan sejumlah dana dari rekeningnya. Tidak terlalu banyak. Hanya beberapa juta saja. Lagipula pria itu bukan dari golongan orang kaya atau orang terkenal. Tidak akan ada yang mempertanyakankan status hukum orang-orang biasa yang dipenjara. Sesuai atau tidaknya masa tahanan, tidak akan ada orang yang menyadarinya. Kecuali orang yang telah menjebloskannya ke balik jeruji besi.

Sesuai permintaan, orang suruhan Fiona juga sudah membuatkan janji temu dengan pria itu di sebuah restoran cepat saji siang ini.

"Apa kita akan pergi ke rumah sakit?" Krisna yang telah siap menyalakan mesin mobil, melirik ke arah spion tengah dimana seraut wajah Fiona terpantul di sana. Wanita itu mengurai rambut panjangnya yang sedikit terlihat kusut. Riasannya tipis. Pakaiannya cukup sederhana. Hanya blus berwarna krem yang tertutupi dengan kardigan rajut hijau tanah, juga sehelai rok panjang hitam yang menutupi hampir keseluruhan kakinya.

Melihat penampilan Fiona yang tampak tidak terlalu sehat itu membuat perasaan Krisna sedikit khawatir. Ia sangat berharap jika kali ini Fiona benar-benar pergi ke rumah sakit. Entah itu untuk berkonsultasi dengan Dokter Muh atau dengan dokter manapun.

"Aku ada janji dengan seseorang," balas Fiona. "Kita ke restoran cepat saji." Fiona menyebutkan sebuah restoran cepat saji yang berjarak cukup jauh dari rumah.

Kening Krisna mengerut. Namun, ia tetap menyalakan mesin, lantas melajukan kendaraan.

Mungkin banyak yang harus diurus Fiona, batin Krisna berusaha berpikir positif. Mengurus perceraian tidaklah segampang mengurus pernikahan. Krisna berusaha menahan diri. Ia tidak ingin mencampuri urusan pribadi Fiona dan memilih diam.

Begitu sampai, Fiona diantar Krisna masuk ke dalam restoran cepat saji. Fiona memilih meja yang kosong. Wanita itu sengaja datang lebih dulu agar Krisna tak bertemu dengan kekasih Mira. Fiona tak ingin Krisna salah paham atau berpikir macam-macam tentangnya.

"Apa dia belum datang?" Krisna tampak enggan meninggalkan Fiona sendirian di mejanya. Apalagi restoran itu lumayan ramai karena sudah tiba jam makan siang.

"Belum."

"Apa tidak apa-apa kalau kutinggal sendiri?"

"Tidak apa-apa, Kris. Memangnya apa yang akan terjadi padaku kalau kamu pergi? Di sini banyak orang. Tidak akan terjadi apa-apa denganku. Pergilah. Aku akan menelepon setelah selesai," ujar Fiona berusaha menenangkan hati Krisna.

Krisna tampak bimbang meski hanya sejenak. Lalu,

"Baiklah. Aku pergi dulu."

Fiona melempar senyum tipis saat Krisna hendak membalik tubuh. Pria itu berlalu dari hadapan Fiona.

Fiona menunggu selama sepuluh menit hingga akhirnya ada seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit kurus masuk ke dalam restoran. Ia mengenakan Hoodie hitam dan menutupi kepalanya dengan topi senada. Sebuah celana denim lusuh dan robek pada bagian lututnya melengkapi penampilan pria itu.

Pria itu langsung berjalan menghampiri meja Fiona. Agaknya ia telah diberitahu sebelumnya tentang sosok Fiona.

"Fiona?" tanya pria itu saat tiba di depan meja Fiona. Sebelum duduk, ia ingin memastikan identitas wanita yang ingin bertemu dengannya.

"Ya," angguk Fiona.

"Kenalkan namaku Thomas." Pria itu menjulurkan tangan kanannya ke hadapan Fiona, bermaksud memperkenalkan diri.

Fiona menyambut tangan pria itu tanpa canggung.

"Pesanlah makanan dulu," suruh Fiona seraya meletakkan selembar uang seratus ribuan ke atas meja. Sejak dari rumah, ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk uang itu.

Thomas mengulum senyum.

"Kamu tahu kalau aku sudah lama tidak makan makanan enak," ujar Thomas. Pria itu mengambil uang yang diberikan Fiona dengan senang hati, lantas berjalan ke arah kasir restoran untuk memesan makanan.

Selang beberapa lama, Thomas kembali ke meja sembari membawa sebuah nampan berisi paket makanan porsi jumbo. Dua nasi, dua ayam goreng, kentang goreng ukuran besar, dan minuman soda.

"Kita bisa berbagi," ucap Thomas setelah berhasil meletakkan nampan di atas meja.

"Kamu saja. Aku sudah makan di rumah," tolak Fiona.

"Oh? Baiklah kalau begitu. Boleh aku makan lebih dulu? Aku sangat lapar. Aku belum makan apa-apa hari ini," ucap Thomas terang-terangan. Ia bahkan belum sempat pulang ke rumah setelah keluar dari penjara kemarin.

"Silakan," balas Fiona tak keberatan. Ia bisa menunggu. Toh, orang makan tidak akan sampai setengah jam. Apalagi jika orang itu benar-benar kelaparan. Ia akan menyantap makanannya jauh lebih cepat dari biasanya.

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now