Bab 15

147 13 0
                                    

Sebenarnya Billy ingin mengajak Emily pergi ke sebuah kafe yang berada persis di sebelah rumah sakit. Berbincang di dalam kafe pasti terasa nyaman sekalipun tema percakapannya bukan kabar yang menyenangkan. Secangkir kopi hangat dengan sedikit sensasi pahit memang tidak bisa merubah kabar buruk menjadi kabar baik, tapi setidaknya secangkir kopi dapat membuat Emily menjadi lebih sedikit rileks. Ia tampak begitu lelah.

Namun, ajakan Billy ditolak mentah-mentah oleh Emily. Secangkir kopi panas butuh beberapa menit agar suhunya turun dan secara tidak langsung akan menahan perbincangan mereka menjadi lebih lama. Emily hanya ingin Billy lekas bicara, kemudian perbincangan mereka selesai dan ia bisa cepat pulang untuk melaksanakan rencananya.

Alhasil Billy dan Emily duduk di sebuah bangku taman rumah sakit tanpa membeli secangkir kopi lebih dulu. Mereka hanya perlu berjalan beberapa langkah dari pintu masuk rumah sakit untuk menjangkau bangku taman.

Di sana sepi. Hanya ada seorang ibu-ibu yang sedang duduk di bangku lain bersama dengan seorang balita. Mereka tampak sedang menunggu seseorang.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Emily yang sudah tidak sabar ingin memulai percakapan.

Semestinya Billy tidak merasa terbebani dengan apa yang akan ia sampaikan, tapi status Emily yang notabene sebagai kakak perempuan Edgar membuatnya sedikit ragu. Setelah semua yang terjadi, akankah mereka menerima kenyataan bahwa Edgar digugat cerai Fiona melalui dirinya?

"Pagi ini aku bicara dengan Fiona," ungkap Billy. "Sebenarnya dia yang meneleponku lebih dulu."

Emily menyimak baik-baik perkataan Billy.

"Fiona ingin mengajukan gugatan cerai," lanjut Billy.

"Apa? Benarkah? Tapi apa harus secepat ini? Edgar baru siuman tadi malam dan dia sudah mengajukan gugatan cerai?" Emily tak bisa menahan diri untuk meluapkan kekesalannya pada Fiona. Wanita itu marah dan ingin meledakkan semua emosinya. Tapi, begitu ia menarik napas panjang, seketika Emily menyadari keadaan. Fiona berhak untuk menuntut cerai setelah apa yang dilakukan Edgar. "Edgar memang bersalah, tapi setidaknya tunggu dulu beberapa hari atau beberapa minggu. Dia belum pulih benar," ucap Emily. Nada suaranya lebih rendah dari sebelumnya. Emosinya mereda perlahan. Edgar lah yang harus disalahkan atas semua yang terjadi, bukan Fiona.

Billy menatap ujung sepatu hitamnya.

"Sebenarnya aku sudah memperingatkan Edgar berkali-kali... "

"Jadi kamu mengetahui perselingkuhan Edgar?" desak Emily dengan sepasang mata membesar. Ia kaget. Emily tak menduga jika adiknya dan Billy saling berbagi masalah pribadi. Padahal di mata Emily, Edgar bukan seseorang yang suka berterus terang. Edgar terkesan tertutup. Mungkin karena ia wanita, jadi Edgar merasa kurang nyaman jika harus berbicara masalah pribadi dengannya.

Kepala Billy mengangguk.

"Sungguh, Kak. Aku sudah mengingatkan Edgar untuk segera mengakhiri hubungannya dengan wanita itu. Tapi Edgar keras kepala," tutur Billy.

"Seharusnya dia menuruti ucapanmu sejak awal." Emily membuang napas demi melepaskan frustrasinya. "Tidak semestinya Edgar bermain api. Sekarang dia sendiri yang terbakar." Emily benar-benar menyesalkan tindakan Edgar.

Billy tak menambahkan komentar apapun. Ia tidak ingin menambah tumpukan penyesalan di hati Emily.

"Edgar harus menerima risiko atas apa yang telah diperbuatnya," tandas Emily selang tak lama. Wanita itu terlihat pasrah pada keadaan. Terlebih lagi saat ia mengingat betapa dinginnya sikap Fiona kala Emily bertandang ke rumahnya. Fiona sudah tidak peduli pada Edgar. Terlalu mustahil untuk bisa memperbaiki hubungan mereka berdua. Mungkin juga Emily akan bersikap sama seandainya berada di posisi Fiona.

Melihat Emily yang sudah pasrah, Billy berinisiatif untuk menepuk-nepuk pundak wanita itu. Meski tindakannya tak bisa merubah keadaan, Billy yakin Emily bisa merasakan kepedulian dan rasa simpatinya.

"Kelak jika kamu menikah, kamu harus setia dengan pasanganmu, mengerti? Atau kamu akan menyesal telah menyia-nyiakan orang yang mencintaimu," ujar Emily berusaha menasihati.

Billy hanya mengembangkan senyum mendengarnya.

"Kalau begitu kamu masuk saja. Edgar sendirian sekarang," ucap Emily.

"Kak Emily mau pulang sekarang? Apa perlu kuantar?" tawar Billy berbaik hati. Dengan isyarat ia menunjuk ke arah mobilnya diparkir.

"Tidak perlu. Aku membawa mobil sendiri. Kamu langsung temui Edgar saja. Dia pasti sudah sangat merindukan rekan kerjanya," balas Emily menolak tawaran Billy.

"Baiklah. Hati-hati di jalan."

***

MY DANGEROUS WIFE season 2 (End)Where stories live. Discover now