5. Keluarga Baru

51 11 0
                                    

 Setelah berganti baju dan berkemas, Cinta mencari pak Sodik. Ia sudah mencari kesana kemari, namun sang sopir tak di temukan juga. Akhirnya Cinta berhenti di dapur dan berusaha menghubungi Pak Sodik. Teleponnya tak diangkat, namun Cinta mendengar suara dering ponsel cukup jelas. Ia hafal, itu suara ponsel Pak Sodik. 

 Cinta bangun, ia mendekat ke pintu kamar mandi di dekat dapur. Setelah memastikan suaranya ada di dalam sana, Cinta kembali duduk. Gadis itu menunggu dengan gelisah, beberapa kali bangun dan melihat ke pintu kamar mandi, kemudian mondar-mandir sambil menggigit kuku jemari lentiknya.

 "Belum pulang?" tanya Aksa yang tiba-tiba berada di belakang Cinta. 

 Cinta sedikit terkejut, ia menampakkan muka kesal pada pria tampan itu. Cinta menghela nafas. Baru juga akan menjawab pertanyaan Aksa, suara pintu kamar mandi yang terbuka mengalihkan perhatiannya.

 "Pak Sodik," panggil Cinta dengan raut yang berubah sumringah.

 "Maaf, Mbak. Saya tadi…"

 "Nggak papa," sela Cinta. "Ayok cepetan antar aku pulang. Udah jenuh banget di sini." 

 "Maaf Mbak, kayaknya saya nggak bisa, mules banget," ujar Pria bertubuh tambun itu sambil memegang perut.

 Cinta melongo melihat Pak Sodik kembali masuk ke kamar mandi dengan tergesa. Akhirnya Cinta duduk kembali sambil memegang perut. Kening Cinta berkerut ketika merasakan sesuatu. Tadinya ia hanya berpura-pura, namun sekarang sepertinya Cinta benar-benar sedang datang bulan. Gadis itu berdesis, mengumpati diri sendiri.

 "Perut kamu sakit?" tanya Aksa yang masih berada di dapur.

 Cinta hanya menggeleng samar. Jelas gadis itu berbohong. Keringat di dahi mulai terlihat, lalu tangannya masih memegang perut. 

 "Kamu yakin tetap mau pulang? Nggak tiduran di kamar atas aja?"

 Cinta memandang Aksa dengan malas. "Bisa nggak, nggak usah peduliin aku?"

 Aksa menghela nafas sebelum menjawab. "Pak Sodik kayaknya nggak mungkin antar kamu pulang. Kalau kamu kekeh mau pulang, biar aku aja yang antar," usul Aksa.

 Cinta terdiam, ia sedang bingung. Perutnya semakin tidak nyaman, tetapi berada di tempat ini pun sudah tak betah. Apakah Aksa yang harus mengantar? Membayangkan berdua bersama Aksa dalam perjalanan sepertinya akan sangat canggung, tanpa sadar Cinta menggeleng.

 "Nggak usah mikir aneh-aneh. Nanti aku bilang ke Ayah kalau antar kamu pulang. Terus aktifin GPS kamu kalau ngerasa kurang nyaman pergi sama aku."

 "Siapa juga yang mikir aneh-aneh?" protesya sambil bangun.

 Aksa tersenyum, membuat Cinta semakin kesal saja. Kemudian Cinta mengambil sekaleng susu cair di kulkas, lalu di letakkan di meja dapur.

 "Bilangin sama Pak Sodik, minum susu ini biar mulesnya reda."

 Aksa melihat sekaleng susu itu. Ia hendak menjawab Cinta, namun gadis itu mendahuluinya.

 "Aku nggak jadi pulang aja," ucap Cinta sambil beranjak meninggalkan dapur.

 Akhirnya Cinta pergi ke kamar yang ada di bagian paling belakang yang seharusnya menjadi kamar untuk asisten rumah tangga. Gadis itu merebahkan tubuhnya di kasur single, memegang perut sambil merasakan mulas yang kembali datang. Cinta menghirup nafas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan lewat mulut. Ia baru akan memejamkan mata ketika terdengar suara ketukan pintu.

 "Boleh aku masuk?"

 Itu adalah Aksa, berdiri di depan pintu yang memang dibiarkan terbuka oleh Cinta. Aksa membawa sebuah benda berwarna merah di tangan kiri, sedangkan di tangan kanan membawa secangkir teh panas.

AKSA dan CINTAWhere stories live. Discover now