7. Menyakitkan

48 11 0
                                    

  "Mbak, bangun." Bik Sumi sedikit mengguncangkan tubuh Cinta, namun gadis itu masih terpejam.

 "Ya, Allah…. Ni anak gadis kenapa susah banget di bangunin?"

 "Masih belum bangun, Bik?" tanya Aksa.

 "Biasa, Mas. Mbak Cinta kalau tidur suka kaya gini. Ingat 'kan kemarin di villa juga sampai Bapak yang pindahin ke kamar lain?"

 Aksa menggeleng, lalu mendekat. "Coba biar saya yang bangunin."

 "Tapi…."

 "Kalau dia marah, saya yang tanggung," sela Aksa, dan mendapat anggukan dari Bik Sumi.

 Aksa melihat wajah Cinta. Gadis itu benar-benar masih terlelap. Aksa mengguncangkan tubuh Cinta dengan pelan.

 "Cinta, bangun."

 Hanya sekali Aksa melakukannya, dan kedua mata gadis itu pun terbuka. Cinta membenarkan letak kacamata, lalu memandang Aksa yang berdiri di depan pintu mobil. Cinta terpaku oleh wajah tampan yang tampak begitu segar dengan rambut basah. Dari aroma sabun dan shampo yang menguar, jelas Aksa baru saja mandi. 

 "Masuk ke rumah, gih. Tidurnya lanjut di kamar aja."

 Cinta tak menanggapi ucapan Aksa. Gadis itu keluar dari mobil, melewati Aksa, lalu masuk ke rumah.

 Cinta menaiki anak tangga dengan malas, kemudian tiba di lantai dua. Gadis itu berbelok ke kiri dan berjalan menuju kamar. Ketika sedang melihat ke arah kanan, ia melihat Bik Sumi keluar dari sebuah kamar. Kamar itu letaknya berseberangan dengan kamar Cinta. Kening Cinta berkerut ketika sang ayah serta ibu tirinya juga keluar dari kamar itu. 

 Bik Sumi dan Mayang pergi, Cinta berniat menghampiri sang ayah. Ia membuka pintu balkon yang menjadi penghubung bangunan kiri dan kanan rumah. Jika melihat ke bawah, tampak kolam renang biru yang cukup luas. Cinta semakin dekat, dan Aris menyadari kedatangan Cinta.

 "Ada apa sama kamar Bunda? Kok tadi pada baru keluar dari sana?" tanyanya pada sang ayah.

 "Sini," Aris menggapai bahu kiri Cinta agar putrinya itu lebih dekat. "Kamar itu sekarang kamar Aksa."

 Seketika Cinta menyingkirkan tangan sang Ayah dari pundaknya. Ia mundur selangkah dengan wajah bingung. Aris menghela nafas, lalu kembali memegang pundak Cinta.

 "Cinta…"

 "Kenapa Ayah nggak ngomong dulu sama aku?"

 "Terus, kalau Ayah ngomong sama kamu, kamu bakal kasih ijin?" 

 Cinta terdiam, ia menatap tak percaya. Gadis itu sungguh tak menyangka bahwa ayahnya akan bertindak demikian, sedangkan Aris tahu bahwa Cinta sangat menjaga kamar itu agar tak berubah. Kamar itu adalah kamar mendiang Yasmine, ibu Cinta. Kamar khusus yang digunakan untuk menjahit baju-baju yang Yasmine desain sendiri.

 Yasmine adalah seorang desainer pakaian wanita yang cukup memiliki nama. Ketika Yasmine hampir mencapai mimpinya untuk pergi ke acara fashion di Paris, ia malah jatuh sakit. Keadaannya terus memburuk dari waktu ke waktu hingga akhirnya tutup usia. Bagi Cinta, kamar itu sangatlah penting. Cinta banyak menghabiskan waktu di kamar itu, menyalurkan hobinya yang kebetulan sama seperti sang ibu. 

 "Ayah, Cinta." Aksa datang bersama ibunya.

 Cinta dan Aris menoleh bersamaan. Cinta memandang Aksa dan Mayang dengan tatapan kebencian, sementara Aris tersenyum samar. Aksa dan Mayang melangkah semakin dekat sambil tersenyum, namun Cinta malah membuang muka. Cinta lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Gadis itu berjalan cepat menuju kamarnya.

 "Aksa ke kamar, Yah, Buk," pamit Aksa.

 Aris dan Mayang tersenyum sambil memberi anggukan.

 "Ada apa, Mas?" Tanya Mayang lembut.

 "Nggak ada apa-apa," jawab Aris bohong.

 "Tapi kok, Cinta kaya ngambek gitu?"

 "Kamu kan tahu, dia suka gitu kalau lagi kedatangan tamu bulanan."

 "Oh, iya ya," sahut Mayang.

 Cinta membanting pintu, lalu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Gadis itu pun menangis sambil memeluk bantal.

 "Bunda…"

 Cinta menangis terisak-isak, ia tak peduli jika semua orang di rumah itu mendengar. Rasanya sungguh tak adil bagi Cinta. Baru pertama Cinta merasa sang Ayah lebih peduli pada orang lain daripada dirinya. Padahal ketika Aris belum menikahi Mayang, Cinta masih merasa bahwa sang Ayah tetap mengutamakan dirinya. Rasanya begitu sakit membayangkan kini sang Ayah sedang tertawa bersama sang ibu tiri dan kakak tiri.

 Setelah puas menangis, Cinta pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Hari hampir petang, perut Cinta sudah sangat kelaparan. Sejak pagi ia kurang berselera makan, jadi hanya makan sedikit. Gadis itu membuka pintu kamar perlahan, lalu melihat ke luar. Tak tampak seorang pun di luar kamar. Pintu kamar seberang pun tertutup. 

 Cinta ingin sekali pergi ke dapur dan mengambil makanan. Namun ketika gadis itu baru berjalan beberapa langkah, ia mendengar suara sang ayah tertawa begitu lepas. Suara itu berasal dari bawah. Cinta mendekat ke tepi balkon, tampak Aris duduk di sofa tepi kolam renang. Aris tak sendiri, ada Mayang yang juga tertawa di sana. Cinta mengerucutkan bibir, ia merasa begitu kesal. 

 "Hah, dasar muka dua," gumamnya.

 Cinta membuang nafas kasar, menghentakkan kaki, lalu berbalik. Betapa terkejutnya Cinta, Aksa berdiri di hadapannya.

"Ngagetin aja!" sungutnya.

 "Aku nggak ada niat ngagetin kamu, kok," balas Aksa. "Kamunya aja yang kenapa." 

 Cinta membuang muka, lalu ia hendak beranjak. Namun ketika Cinta mengambil langkah ke kanan, langkah Aksa pun sama. Kemudian Cinta bergeser ke kiri, Aksa pun demikian hingga membuat gadis itu kembali kesal. Cinta dan Aksa saling pandang beberapa saat, lalu membuang muka bersamaan.

 "Diem di situ, aku duluan," perintah Cinta sebelum meninggalkan Aksa.

 Setelah Cinta pergi, Aksa menghela nafas panjang. Kemudian ia melangkah maju untuk melihat ke area kolam renang. Tampak ibunya dengan sang ayah tiri yang sedang berbincang sambil tersenyum. Aksa pun tersenyum.

 Sementara itu Cinta menuruni anak tangga dengan santai sambil bersenandung. Ketika hampir mencapai anak tangga paling bawah, Cinta mendengar langkah cepat di belakangnya. Cinta pun menoleh, saat itu juga ia dikejutkan oleh Aksa yang tiba-tiba memegang pundak kirinya.

 "Apaan sih!" bentaknya sambil menyingkirkan tangan dari pundaknya. 

 "Aku mau mastiin, aku salah denger apa nggak. Kamu ngatain Ibuku muka dua?"

 Cinta melipat kedua tangan di depan dada sambil mengalihkan pandang. "Kalau iya, kenapa?"

 Aksa terkejut atas jawaban gadis itu. Ia menjadi marah, "Maksud kamu apa?!"

 Cinta mendesah sambil membuang muka, lalu kembali memandang Aksa namun hanya sebentar. Gadis itu pun beranjak. Aksa tak terima karena benar-benar menginginkan jawaban, jadi ia mengejar langkah Cinta.

 "Cinta, jawab!"

 Cinta tak menghiraukan Aksa. Ia terus melangkah tanpa menoleh. Tepat ketika Aksa dan Cinta tiba di lantai satu, Aris dan Mayang baru saja tiba di ruang keluarga. Pasangan pengantin baru yang tadinya sedang tertawa itu kini menatap satu sama lain setelah melihat Aksa dan Cinta yang tampak tidak akur. Raut kedua muda mudi itu memang terlihat kesal.

 "Ada apa, Aksa?" tanya Mayang sembari mendekat. "Ibuk dengar kamu bentak Cinta."

 "Aku nggak ada maksud bentak Cinta. Tadi aku cuma…"

 "Kak Aksa main tebak-tebakan ngotot banget, orang aku nggak tau jawabannya." Kebohongan itu keluar begitu saja dari mulut Cinta. "Dah, ah. Aku laper banget malah diajak main tebak-tebakan."

 Aris dan Mayang memandang satu sama lain, lalu memandang Aksa yang kini sedang menggaruk tengkuk.

 "Ada-ada aja kalian," ucap Mayang sambil menggeleng.

AKSA dan CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang