41. Mencoba Menerima Kenyataan

18 4 0
                                    

 Mayang bergegas membuka pintu ketika mendengar suara mobil Aksa. Ada perasaan yang begitu lega ketika melihat putra sulungnya itu keluar dari mobil. Aksa hanya melihat sang ibu sekilas, kemudian berjalan ke sisi kiri. Mayang mengerutkan kening ketika Aksa membuka pintu mobil. Mayang pun maju beberapa langkah untuk melihat lebih jelas.

 “Cinta, kita udah sampe rumah,” ucap Aksa pelan sembari melepas seat belt Cinta.

 Cinta membuka mata. Gadis itu melihat kedepan, dimana sang ibu tiri tampak berdiri di teras. Cinta pun beralih memandang Aksa yang kini juga sedang memandangnya.

 “Aku nggak…”

 “Kamu harus pulang,” potong Aksa.

 Cinta hendak membantah, namun Aksa malah meraih pinggang gadis itu dan sedikit memaksanya turun. Cinta yang masih merasa pusing dan juga tak bertenaga tak kuasa untuk melawan Aksa. Ia terpaksa memegang lengan Aksa agar sanggup berdiri, namun tiba-tiba saja pandangannya kabur dan tak bisa menjaga keseimbangan tubuh.

 “Cinta!” 

 Untung saja Aksa sigap memegangnya. Mau tidak mau Cinta harus kembali membiarkan Aksa membopongnya yang sudah tak berdaya.

 “Cinta kenapa, Sa?” tanya Mayang yang begitu khawatir.

 “Badannya panas banget,” jawab Aksa.

  Aksa melangkah lebar melewati sang ibu. Mayang pun mengikuti Aksa masuk. Sus Rani dan Bik Sumi terkejut ketika melihat Aksa masuk sambil membopong Cinta yang memejamkan mata.

 “Bik, tolong telfon dokter Riska. Secepatnya!” perintah Aksa sebelum menaiki anak tangga.

 “Cepetan, Bik!” seru Mayang pada Bik Sumi karena wanita bertubuh gemuk itu terdiam menatap kepergian Aksa.

 “I_iya, Buk!” Jawab Bik Sumi tergagap.

 Aksa telah membaringkan Cinta di tempat tidur. Ditatapnya wajah cantik yang kini tampak pucat itu, kening mulusnya tampak sedikit berkerut. Aksa menyentuh kening Cinta, suhunya cukup panas. Gadis itu merintih sambil mencoba menyingkirkan tangan Aksa dari keningnya.

 “Pusing,” gumam Cinta.

 “Sabar, ya. Nanti dokter Rizka datang.”

 Mayang berhenti di depan pintu. Melihat betapa perhatiannya Aksa pada Cinta membuatnya merasa kasihan dan juga sedih. 

 “Buk,” panggil Aksa yang menyadari kehadiran Mayang.

 “Ibuk kompres dulu,” ujar Mayang sambil mendekat ke tempat tidur Cinta.

 Sementara Mayang mengompres Cinta, Aksa membuka lemari, mengambil selimut tipis untuk Cinta. Ketika sedang menyelimuti bagian bawah tubuh Cinta, Aksa memperhatikan wajah sang Ibu. Mayang tampak begitu khawatir dan sedih, tak berapa lama kemudian air mata pun menetes.

 “Maafin ibuk, nak. Maafin ibuk,” ucap Mayang dalam hati sambil menatap wajah pucat Cinta.

 “Kita bicara diluar,” ucap Aksa sambil memandang ibunya sekilas.

 Aksa berdiri di balkon depan kamar Cinta. Tak lama setelah itu Mayang menyusulnya. Aksa berbalik, menatap wajah sang ibu yang tampak memerah karena habis menangis.

 “Ibuk ngerasa bersalah sama Cinta?” tanya Aksa dengan tatapan heran.

 “Maaf.” Hanya itu yang terucap dari bibir Mayang.

 “Sebenarnya kenapa sih Ibuk sama Ayah nggak terus terang aja dari dulu? Kalau itu memang kenyataannya, aku akan berusaha terima. Sekarang aku mungkin bisa kelihatan baik-baik aja, Buk. Tapi gimana sama Cinta?”

AKSA dan CINTAWhere stories live. Discover now