37. Ancaman

16 6 0
                                    

 Sejak penjelasan Aksa beberapa hari lalu, kini hari-hari Cinta merasa sedikit lega. Cinta berusaha menganggap rumor tentang Aksa dan Raisa hanya angin lalu yang akan segera menghilang seiring berjalannya waktu. Meski kini rumor itu nampaknya masih menjadi perbincangan panas di antara pegawai wanita, hingga Cinta selalu berusaha menghindar dari teman-temannya. Cinta tak ingin mendengarnya terus menerus yang kemudian akan membuat perasaannya kembali memburuk.

 “Cinta, tolong kamu urus ini ya.” 

 Aksa tiba-tiba meletakkan map di meja Cinta. Pria tinggi itu kemudian berbalik dan menerima telepon. Cinta pun membuka map itu, melihat beberapa lembar kertas di sana.

 “Saya mau keluar sama Jehan,” Pamit Aksa, dan Cinta hanya mengangguk.

 “Bu Raisa udah nunggu di lobby,” ujar Jehan sembari bangun dari duduknya.

 Cinta berdiri, menatap kepergian dua pria itu hingga tak terlihat lagi. Setelahnya gadis itu perlahan duduk dengan pandangan kosong.

 “Bu Raisa? Sebenarnya mereka mau bahas apa sih?” tanya Cinta dalam hati. 

 Cinta mencoba kembali fokus pada pekerjaannya yang tak terlalu banyak seperti biasa. Jika dipikir-pikir, beberapa hari ini Aksa memberikan pekerjaan lebih banyak pada Jehan. Sang CEO juga lebih sering keluar bersama Jehan daripada dirinya. Meski demikian, Aksa masih mengajak Cinta pulang bersama. 

 Ketika sedang membaca dokumen yang Aksa berikan tadi, ponsel Cinta berdering.   Kening Cinta berkerut, itu telepon dari Raisa.

 “Halo, Buk. Pak Aksa nya sudah turun bersama Pak Jehan.” 

 “Iya, beliau sudah ada disini,” sahut Raisa.

 “Lalu?” tanya Cinta bingung.

 “Tolong kamu ambilkan flashdisk hitam di meja Pak Aksa. Sekarang ya, saya tunggu di lobby.”

 “Baik, Bu_”

 Raisa sudah memutus sambungan telepon, membuat Cinta sedikit kesal. Cinta menghela nafas, kemudian bangun dan pergi ke ruangan Aksa. Dicarinya flashdisk yang Raisa maksud tadi. Cinta membuka laci dan menemukan benda kecil hitam itu.

 “Kenapa nggak telfon aku langsung, sih? Kenapa mesti Bu Raisa?” gumamnya sembari pergi dari ruangan. 

 Sesampainya di lobby, Cinta malah mencari keberadaan Aksa. Gadis itu tersenyum begitu melihat sosok tampan yang berdiri di dekat dinding kaca. Aksa sepertinya sedang menelfon. Cinta segera melangkah menghampiri Aksa.

 “Cinta, disini!”

 Suara Raisa mengalihkan perhatian Cinta. Raisa berdiri di depan meja resepsionis, melambai sambil tersenyum padanya. Cinta kembali melihat ke arah Aksa sebentar, kemudian melangkah menghampiri Raisa.

 “Ini Buk, flashdisknya,” ucap Cinta sembari menyerahkan benda yang diminta Raisa itu.

 “Makasih, ya.”

 “Sama-sama, Buk. Kalau gitu saya permisi.” Cinta langsung berbalik setelah Raisa mengangguk.

 Pandangan Cinta dan Aksa bertemu. Cinta langsung mengalihkan pandang, kemudian mengambil langkah cepat menuju lift. Sementara Aksa yang sempat tersenyum merasa di abaikan karena sang pujaan hati tak menyapa atau bahkan sedikit tersenyum padanya.

 Cinta kembali berkutat dengan pekerjaannya, hingga tak terasa jam makan siang pun tiba. Gadis itu menatap pintu masuk, tak ada tanda-tanda kehadiran sang CEO ataupun asistennya, Jehan. Cinta bertambah lesu ketika membaca sebuah pesan dari Aksa.

 CEO Aksa:

 [Aku lagi makan siang sama Raisa dan Jehan. Kamu jangan telat makan, ya.]

 Cinta tak membalas pesan itu dan kembali memperhatikan layar komputer. Sampai waktu jam makan siang usai, Cinta baru bangun dari duduknya. Setelah melakukan gerakan peregangan, ia pergi ke toilet. 

AKSA dan CINTAWhere stories live. Discover now