36. Penjelasan

15 5 0
                                    

 Keesokan harinya Cinta masih enggan bertanya pada Aksa tentang rumor itu. Ia berusaha bersikap seperti hari-hari biasa sebagai sekretaris sang CEO. Meski begitu, Aksa merasa ada yang aneh karena hari ini Cinta tak banyak bicara, hanya menjawab seperlunya saja.

 Ketika jam kerja telah usai, Cinta segera merapikan meja kerjanya. Gadis itu berencana untuk pergi lebih dulu sebelum Aksa keluar dari ruangan. Cinta sampai lupa tak berpamitan pada Jehan karena terburu-buru. Jehan bangun dari duduknya, melihat kepergian Cinta dengan bingung. Tak lama kemudian, ia kembali dibuat bingung karena Aksa berjalan dengan tergesa tanpa menyapa ataupun melihatnya sekilas.

 “Orang berdua kenapa sih? Antara ada dan tiada ni gue,” monolog Jehan yang terheran-heran.

 Sementara itu, Cinta kini telah sampai di lobby. Gadis itu melihat kesana kemari dengan cemas. Ia tak ingin teman-temannya kembali mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan seperti yang sudah-sudah, atau malah memberinya bahan gosip tentang Aksa yang membuat perasaannya semakin kacau.

 Tepat ketika Cinta sampai di teras, mobil hitam Aksa datang bersamaan dengan mobil merah Antony yang berlawanan arah. Kedua pria tampan itu keluar dari mobil masing-masing.

 “Cie…cie…, yang dijemput pacar,” goda Hani.

 “Uh…, senengnya,” timpal Dita.

 Cinta begitu terkejut karena Hani dan Dita berada di belakangnya. Bukan hanya itu, kini Cinta merasa menjadi pusat perhatian para karyawan Tresna Apparel. Rasanya ingin sekali melipat wajah dan segera pergi, namun apa daya kini tubuhnya terasa mematung. Aksa dan Antony sama-sama menaiki anak tangga menuju ke arahnya.

 “Aku tepat waktu, kan?” 

 Bukannya menjawab Antony, Cinta malah memandang Aksa yang kini juga memandangnya.

 “Kita pergi sekarang?” tanya Antony.

 “Saya masih ada perlu sama Cinta,” ujar Aksa tanpa melihat ke arah  Antony, melainkan masih memandang Cinta dengan wajah serius.

 “Iya, Pak?” Cinta menanggapi dengan bingung. “Bukannya tadi Bapak bilang semua sudah beres?” tanyanya ragu.

 “Kalau begitu kami permisi,” pamit Antony sambil menarik tangan Cinta begitu saja.

 Cinta pasrah saja mengikuti Antony, sedangkan Aksa memandang tak percaya. Sementara itu teman-teman Cinta melambai sambil cekikikan. 

 “Kamu ngapain sih, pake jemput segala? Di depan pintu pula,” protes Cinta sembari memasang seat belt. 

 “Mau jalan-jalan, apa langsung pulang? Jalan-jalan aja, ya. Habis itu kita makan malem, ada tempat baru yang pingin aku coba. Mumpung malem minggu.” celoteh Antony tanpa peduli dengan pendapat Cinta.

 “Eh, enggak,” timpal Cinta. “Aku turun di halte depan.”

 “Kamu kenapa sih, Sayang?”

 Cinta menghela nafas, mencoba menahan amarahnya. “Antony, berapa kali sih aku bilang. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa la_”

 “Karena Aksa?” sela Antony yang kemudian menghentikan mobil.

 Cinta hendak menjawab, namun Antony lebih dulu bicara.

 “Oh, atau sebenernya kamu udah selingkuh sama dia?”

 Tuduhan Antony membuat Cinta semakin geram. Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu menatap Antony.

 “Kalau iya, kenapa?” jawabnya berani.

 “Kamu…”

 “Terima kasih tumpangannya,” sela Cinta yang kemudian membuka pintu.

AKSA dan CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang