22. Kecemburuan Aksa

43 11 0
                                    

 Hampir setiap hari Aksa melihat Cinta di jemput oleh seorang pria. Aksa masih penasaran karena belum berhasil melihat wajahnya dengan jelas. Malahan beberapa hari terakhir pria itu tak turun dari mobilnya. Dan malam ini, untuk kesekian kalinya Aksa melihat mobil silver itu menunggu Cinta. Aksa mencari tempat persembunyian, kali ini ia sangat ingin melihat wajah pria itu.

 Cinta pun datang, namun kali ini ada yang aneh. Cinta yang masih berdiri di samping mobil itu tampak bicara dengan kesal, sementara itu si pria masih berada di mobil. Aksa berusaha melihat, namun terhalang oleh Cinta. Hingga akhirnya Cinta berbalik dan melangkah pergi. Aksa pun keluar dari persembunyian, hendak meninggalkan tempat itu juga.

 "Cinta, tunggu!"

 Suara teriakan pria itu membuat langkah Aksa terhenti. Ia pun berbalik, kemudian melangkah cepat mencari keberadaan Cinta dan pria tadi.

 "Lepasin!" Cinta berusaha melepaskan cengkraman tangan kekasihnya.

 "Aku antar kamu pulang," ucap pria itu sembari menarik Cinta agar mengikuti.

 Aksa yang melihat kejadian tersebut cukup terkejut, dan yang lebih mengejutkan lagi kini ia bisa melihat wajah kekasih Cinta.

 "Antony?" 

 Aksa mengurungkan niatnya untuk menghampiri Cinta dan pria yang sudah diketahuinya itu. Aksa mengenal Antony karena kekasih Cinta tersebut adalah adik kelasnya saat SMA. Dan mereka bertemu lagi saat study MBA nya di London. Keluarga Antony sangat kaya raya. Yang Aksa tahu Antony sedang merintis perusahaan baru miliknya sendiri.

 "Jadi itu Antony? Kenapa bisa Cinta pacaran sama cowok macam itu?" 

 Aksa terus bertanya-tanya dalam hati sambil berjalan menuju parkiran di jalanan samping gedung. Untung saja sore tadi Jehan sudah memindahkan mobil itu dari basement, jadi Aksa bisa mengejar mobil Antony.

 "Mau dibawa kemana Cinta? Awas aja kalau Antony berani macem-macem."

 Aksa berhasil menemukan mobil silver itu, kemudian mengikuti dengan hati-hati. Mobil Antony tak mengarah ke jalan ke rumah, hal itu membuat Aksa semakin khawatir. Aksa mencoba menghubungi Cinta, namun tak ada respon. Aksa mengulang lagi sampai tiga kali.

 "Cinta, ayo jawab telfonnya. Please!" 

 Aksa merasa kesal sendiri, apalagi ketika sekarang nomor Cinta sudah tidak aktif.

 "Astaga, apa lagi ini."

 Mobil silver itu tiba-tiba berbelok, lalu berhenti di tepi jalan yang sepi. Aksa masih mengikuti, namun tetap menjaga jarak.

 "Ngapain mereka di situ? Jangan-jangan…"

 Pikiran buruk itu tiba-tiba muncul setelah beberapa menit mobil Antony berada di sana, membuat Aksa sangat frustasi. Ia pun melepas seat belt, lalu membuka pintu. Ketika Aksa sudah menginjakkan kaki kanannya ke jalan, tiba-tiba mobil Antony kembali melaju.

 "Eh…," Aksa gelagapan, kemudian segera masuk kembali ke mobil.

 Mobil silver itu kembali ke jalan raya, membuat Aksa sedikit merasa lega. 

 Akhirnya mobil yang diikuti Aksa sejak tadi masuk ke perumahan tempat tinggal Cinta, Aksa semakin lega. Ia berhenti di kejauhan, menunggu sampai Antony benar-benar pergi. Begitu mobil Antony menjauh, Aksa kembali melajukan mobil dan berhenti di depan gerbang. 

 "Eh, Mas Aksa," sapa Pak Sodik yang hendak menutup pintu gerbang.

 "Pak, tolong buka pintunya. Saya mau masuk."

 "Siap!" jawab Pak Sodik dengan semangat. 

 Begitu turun dari mobil, Aksa memberikan kunci mobilnya pada Pak Sodik. Aksa bergegas menuju teras, lalu segera membuka pintu. Ketika masuk ke foyer, hampir saja Aksa menabrak Cinta yang sedang berdiri sambil mengecek ponselnya.

 "Eh, maaf."

 "Kak Aksa?" Cinta memandang kesal. "Ngapain sih lari-lari?"

 "Enggak," Aksa menggeleng cepat. "Aku nggak lari."

 "Ngapain Kakak telfon-telfon aku?" tanya Cinta sambil melipat kedua tangan di depan dada.

 "Cuma mastiin aja kamu nyampe rumah apa enggak," jawabnya sembari memasukkan kedua tangan ke saku celana.

 "Ha? Mastiin?" Cinta bingung.

 Saat itu juga Aksa menyesali jawabannya. Seharusnya ia mencari alasan lain yang membuat Cinta tak curiga. Cinta memandang Aksa dengan penuh selidik, sedangkan Aksa mengalihkan perhatian dengan melepas sepatu dan kaos kaki.

 "Kakak ngikutin aku?" tanya Cinta ketika Aksa beranjak masuk.

 Aksa berhenti, lalu berbalik. "Enggak."

 Cinta masih memandang curiga dengan bibir tersenyum.

 "Aku nggak sengaja lihat kamu sama cowok kamu yang kasar itu," ucap Aksa serius.

 Kening Cinta berkerut, "Cowok kasar? Tunggu, kayaknya Kakak salah paham."

 Ekspresi Aksa berubah menjadi lebih santai, bahkan hampir tersenyum. "Jadi, Antony bukan pacar kamu?" tanyanya antusias.

 "Dia pacar aku. Dan kakak salah paham, dia nggak kasarin aku. Tadi itu cuma karena kita salah paham," jelas Cinta.

 Ekspresi senang Aksa pun hilang seketika. Cinta menggeleng sambil melangkah masuk. 

 "Eh, kok Kak Aksa tahu nama cowokku Antony?" tanya Cinta dalam hati ketika menaiki anak tangga menuju lantai dua.

 Meski Aksa mengelak tak mengikutinya, namun Cinta tak percaya begitu saja. Kini ia dibuat penasaran, kenapa Aksa mengikuti? Dan dari mana Aksa tahu nama kekasihnya? 

 "Apa Kak Aksa kenal Antony, ya?" tanyanya pada diri sendiri sambil memandang ke cermin. 

 Usai menyisir rambut, Cinta keluar dari kamarnya. Cinta berjalan ke balkon. Tak disangka Aksa juga sedang berada di balkon yang menghubungkan kamarnya dan kamar Aksa itu. Pria berkaos putih itu sedang menyesap tehnya.

 Cinta malas berhadapan dengan Aksa, jadi ia berhenti melangkah dan berniat mencari tempat lain untuk bersantai.

 "Cinta, tunggu!"

 Cinta berdecak, ia pun berbalik dengan malas. Aksa meletakkan tehnya di meja, kemudian melangkah mendekati sang adik tiri.

 "Ada apa?" tanya Cinta ketus.

 "Ih, kamu." Aksa menahan tawa, "Kamu kesel gara-gara tadi?"

 Cinta memandang Aksa dengan malas, "Menurut Kakak?"

 "Iya, aku ngikutin kamu," ucap Aksa santai sambil bersandar di pembatas balkon.

 "Ha? Ngapain?" Cinta terheran dan hampir tertawa.

 "Seperti yang aku bilang ke kamu tadi. Aku lihat Antony kasar sama kamu. Sebagai atasan dan juga sekaligus kakak kamu, aku merasa bertanggung jawab atas keselamatan kamu."

 Mendengar penjelasan Aksa membuat Cinta diam-diam tersenyum. Bukan tersenyum senang, melainkan senyum mengejek.

 "Bukan karena Kakak penasaran sama cowokku? Sampai kakak cari tahu nama dia segala."

 Aksa beralih memandang Cinta, "Aku ragu kamu benar-benar kenal siapa Antony. Kamu nggak bisa cari yang lebih apa?"

 "Maksud Kakak apa cari yang lebih?" Cinta terbawa emosi. "Oh, atau jangan-jangan Kakak kaya gini karena sampai sekarang masih ngejomblo? Hahaha!"

 "Enak aja," jawab Aksa dengan kikuk.

 Cinta masih terbahak, hingga akhirnya berhenti karena tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Tak lama setelah itu gerimis datang. Cinta dan Aksa sama-sama bersandar di pembatas balkon, memandang ke area kolam renang.

 "Apa kamu tahu, Cinta. Antony itu nggak sebaik yang kamu kira. Dari dulu dia itu playboy. Aku nggak rela kalau suatu hari Antony nyakitin perasaan kamu," ucap Aksa dalam hati sambil memandang Cinta yang tersenyum sambil melihat hujan.

 Hingga Cinta berlalu meninggalkannya, Aksa masih memandang ke arah gadis itu pergi. Aksa masih tidak mengerti, apakah ini benar-benar rasa tanggung jawabnya? Ataukah hanya perasaan cemburu belaka.

AKSA dan CINTAWhere stories live. Discover now