TWENTY SEVEN

13.1K 1.7K 6.4K
                                    

⚠️Vote & Ramein Ya!⚠️

—————

    Sore ini, lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah itu baru tiba di rumah kediamannya. Padahal jam pulang sudah dari sebelum waktu Jum'atan tadi, namun ia keluyuran dulu bersama kekasihnya seharian dan baru pulang sekarang.

     Lelaki itu adalah Adam. Yang dia mau sebenarnya tadi adalah menghabiskan waktu sampai malam bersama kekasihnya, Vony. Tapi cewek itu menolak dan meminta di pulangkan sore ini karena merasa kurang fit, katanya.

     Adam masuk kedalam rumah yang sudah sepi ini. Karena dalam rumah ini hanya menyisakan ia dan Mama nya saja. Dania yang masih sering menangis di tiap harinya belum menyangka kehilangan suami tercinta. Yang ia lakukan hanya menghabiskan waktu di dalam kamar merenungi foto keluarga mereka.

     Adam hanya takut, Mama nya ini kebanyakan pikiran sampai mengganggu sarafnya. Dia tak masalah jika Dania sudah sering menelantarkannya, tak memedulikannya lagi, jarang masak untuk Adam. Tapi yang namanya anak laki-laki satu-satunya, dan cinta pertamanya adalah Sang Ibu. Tentu Adam mengkhawatirkan kondisi kesehatan Mamanya.

     "Ma, Adam pulang." Ucap Adam dari luar kamar Mamanya. Ini hanya untuk sekadar melaporkan saja bahwa dirinya sudah di rumah, dan walau tahu Dania tak akan menyahut, dia pun tetap pergi ke kamarnya juga.

     Suara knop pintu yang di putar membuat Adam berhenti sebelum masuk kamar, Mamanya terdengar membuka pintu, ia akan mendatangi Adam?

     Lelaki itu pun mengurungkan niatnya sebentar, berganti membalik menunggu langkah Mamanya menghampiri, "Dam,"

     Putranya itu memegangi Mamanya yang tampak pucat tak bertenaga. "Iya, Ma? Ada butuh sesuatu?"

     "Mama.. Kangen Viona." Ucap Dania terus terang. "Kenapa Viona nggak pernah main kesini lagi?"

     Adam berhasil kaku di buatnya. Ia harus menjawab apa untuk ini? "Oh, iya. Akhir-akhir ini kami emang sibuk di sekolah, Ma. Jadi capek, nggak bisa banyak main."

     "Ya udah, kan besok udah libur. Ajak Viona kesini, ya?"

     Tidak mungkin. Bahkan kalau sampai Vony tahu hal ini bisa mati Adam!

     "Hm, iya. Besok aku jemput Vio buat main kesini." Baru saja Adam akan masuk kamar karena tak mau memperpanjang obrolan soal Vio, Dania menahan tangannya lagi.

     "Kamu serius, kan, Dam? Kamu sama Viona nggak lagi ada masalah kan sampe Viona nggak pernah kesini lagi? Mama liat kamu udah nggak pernah telponan lagi sama dia. Bahkan cincin kamu pun udah nggak ada. Mana cincin kalian?"

     Bangsat. Adam hanya bisa merutuk dalam hati saat Dania menyadari itu. "Cincinnya lagi sama Vio, di simpen biar nggak hilang."

     Barulah Dania melepaskan pergelangan tangan anaknya itu. "Jangan pernah kecewain Mama, Dam. Kamu nggak boleh pisah dari Viona! Jangan nambah beban pikiran Mama."

     "Setelah Papa ninggalin kita dengan hutang yang ada dimana-mana, kita butuh Ayah Viona untuk bantu kita, Dam. Nggak ada lagi cewek berada untuk kamu selain Viona di daerah ini. Dia dan keluarganya terpandang, kalo kamu nggak mau kita jatuh miskin, pertahankan Viona. Ngerti, Dam?" Lanjut Dania menegaskan.

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang