21. Kinda

3.9K 488 31
                                    

Sejujurnya aku tidak perlu menahan diri untuk tidak bicara dengan Bona.

Tapi aku masih penasaran apa yang ia pikirkan sampai menjauhiku seperti ini.

Dia memang terlihat seperti biasanya, baik-baik saja dan tetap tersenyum ceria, tapi aku tidak. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu.

Bahkan ketika pembelajaran, dia yang duduk sebangku denganku tidak menganggapku ada di sampingnya. Dia menganggapku seperti hantu yang tak nampak di penglihatan.

Karena tidak bisa diperlakukan seperti ini terus, aku membawa Bona ke belakang sekolah untuk berbicara empat mata dengannya. Aku sudah tidak tahan lagi. Jadi biarkan aku melakukan sesuatu.

"Apa, sih?" Tanyanya menepis tanganku secara kasar.

Kugigit bibirku sekilas dan menghela kecil. Lalu aku berbalik dan menatap kedua matanya. "Kita perlu bicara."

"Aku tidak mau."

Sebelum ia benar-benar berbalik, aku langsung menahan lengannya. "Bona-yah, jebal. Ayo selesaikan sekarang. Aku sungguh tidak nyaman dengan acara saling jauh-jauhan ini." (Kumohon.)

Bona mendesah berlebihan, lalu kembali menepis tanganku secara kasar. Ia memandangku dengan kesan sinis.

"Kalau begitu, enyahlah."

Seketika hatiku mencelos. Pertama kalinya aku mendengar kata itu terlontar darinya. Terlebih itu diucapkan dengan sangat serius dan sungguh-sungguh.

Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia beranjak kembali masuk ke dalam gedung sekolah. Meninggalkan diriku yang masih bingung akan sikapnya.

"Ada apa dengannya?"

#

Gadis itu menyapu pandangannya ke sekeliling, memastikan suasana aman. Tidak ada banyak orang, hanya beberapa saja. Setelah yakin, ia membuka pintu itu dan masuk ke dalam.

Sama halnya di luar, di dalam sana juga tidak ada orang. Sangat sunyi dan sepertinya aman untuknya.

Dia tersenyum sedikit sebelum melangkah menghampiri lift. Ditekannya tombol itu dan menunggu. Beberapa detik setelahnya, pintu terbuka.

"Kuharap dia tidak ada," gumamnya sebelum melangkah masuk ke dalam.

Jarinya menekan salah satu tombol di dinding dan kembali menunggu. Dalam hati, ia memanjat doa berulang-berulang, berharap orang itu tidak ada dan ia bisa melakukan aksinya dengan lancar tanpa halangan.

Sementara berdoa, ia tidak sadar jika sudah tiba dan pintu pun terbuka. Buru-buru gadis itu melangkah keluar dan berbelok ke koridor.

Iris matanya tidak menangkap tanda-tanda kehidupan di koridor itu. Sangat sepi. Dan tidak ada suara yang terdengar kecuali langkah kaki yang diciptakan oleh dirinya sendiri.

Aneh sekali, kenapa tidak ada orang di sini?

Dia menjilat bibirnya sekilas kemudian sedikit menoleh ke belakang. Ini bukan gedung keramat, kan? Karena gadis itu sudah mulai merasa paranoid oleh suasana sunyi ini.

"Ah, tidak. Aku mikirin apa 'sih."

Cepat-cepat ia menggelengkan kepala lalu kembali menghampiri apartemen yang ada beberapa langkah dari tempatnya berada.

Ketika sampai, ia membuka intercome itu dan mengeluarkan ponsel dan mengecek sesuatu. Pupil matanya bergerak cepat membaca sebuah situs tentang menetak.

Selesai, ia langsung melepas kedua sepatunya dan memegangnya. Diarahkannya benda itu ke depan intercome dan segera menepuk-nepuk bagian alasnya hingga menghasilkan debu-debu halus.

Photograph.Where stories live. Discover now