52. Damn

2.8K 295 190
                                    

Dengan sekuntum bunga Chrysanthemum bersama sepasang netra berkabut, wanita berumur tiga puluh lima tahun itu perlahan-lahan memusatkan pandangan pada dua buah bingkai foto yang tersimpan rapi di dalam lemari kaca. Tatapannya terlihat begitu kosong diimbangi dengan air muka mati serta dingin untuk seukuran orang yang datang berkunjung di kolumbarium.

Sinar lampu berwat tinggi menyepuh kulitnya, ia seperti terkena lampu sorot panggung, saat di koridor luar menuju ruangan suasananya terlihat lebih gelap karena saat ini adalah malam hari, tetapi dari semua itu yang paling dianggap menyenangkan dan seakan-akan mengirim gelitik pada hati adalah aroma lembut yang menyerbak dari bunga-bunga yang terkumpul di tiap sisi ruangan. Baunya sungguh memabukkan. Sudut bibir wanita itu terangkat penuh arti, sementara irisnya bergerak memerhatikan dua puluh empat tangkai bunga yang digabungkan menjadi satu di telapak tangan.

Masih terbekas kuat di dalam ingatan saat bagaimana ia mendengarkan sebuah ucapan bahwa, "Bunga krisan putih memiliki makna kejujuran dan kesetiaan. Jadi saat kau menerima sebuah krisan putih dari seorang pria, itu artinya dia benar-benar mempercayaimu."

Dan semua ucapan itu tidak berhenti sampai situ saja. Karena entah ada angin apa, orang yang pernah wanita itu temui setiap saat di sebuah perpustakaan kota saat malam hari lagi-lagi menampakkan batang hidung, mendekatkan diri dan melanjutkan topik bunga krisan yang rupanya belum berakhir, "Lalu kau tahu apa yang spesial? Jumlah tangkai bunga yang diberikan memiliki maknanya tersendiri. Satu tangkai yang berarti mewakili ungkapan 'Cintaku hanya milikmu seorang'. Dua belas tangkai yang berarti dua hati yang menyatu. Tiga belas tangkai yang mewakili ungkapan 'I'm your secret admirer'. Dan dua puluh empat tangkai yang mewakili ungkapan 'Saya memikirkanmu seharian selama dua puluh empat jam penuh'. Menarik bukan?"

Benar. Sangat menarik sampai aku punya alasan untuk datang kemari.

Bersama hempasan napas yang terasa tercekat dengan senyum yang perlahan memudar, wanita dengan sepatu tinggi berwarna merah itu meletakkan buket bunganya ke atas lantai lalu mulai menatap wajah seorang pria yang tersenyum penuh kebahagiaan sebelum pada akhirnya angkat bicara dengan nada lirih yang terasa begitu memilukan, "Aku membawa dua puluh empat tangkai bunga untukmu. Kuharap kau menyukainya dan juga maknanya. Sebab aku tak mau lagi memendam segalanya sendirian sementara kau sudah sangat tenang bersama wanita yang katanya sangat kau cintai di alam sana."

Diam sesaat. Sebuah suara langkah kaki terdengar dari luar sana yang meninggalkan kesan seolah membawa pukulan fakta menarik begitu ia menyadari bahwa ia tidak sendirian di tempat ini. Rupanya masih ada saja orang yang berani datang kemari di malam hari, pikirnya.

"Kau ingat? Kau selalu menyuruhku untuk memercayai sesuatu yang disebut sebagai cinta ketika kita masih berada di masa remaja," ucap wanita itu sesaat kemudian. Ia lantas mengembuskan napas untuk sekali lagi—berusaha menenangkan diri ketika gejolak dalam dada mulai memberontak hingga terasa sampai ke tulang rusuk. "Meski aku sudah berulang kali menolak usulanmu, tapi kau tetap saja ... kau terus-terusan berusaha agar aku keluar dan mau mengenal tentang cinta juga rasa yang diciptakan sampai nyaris membuat orang-orang mabuk di dalam kabutnya."

Sebelum kemari ia sudah menelan dua buah pil obat penenang agar tidak terlalu terpukul dan melupakan ingatan lama, namun sepertinya semua itu memang tidak mudah diatasi begitu saja.

Merasakan detak jantung yang mulai berpacu, getaran pada tubuh terasa menyiksa kala suara dalam kerongkongan keluar satu persatu, "Namun di saat aku mulai memercayainya, kau tiba-tiba menghancurkan dinding kepercayaan itu dan meninggalkanku dengan harapan yang sudah kau tanam padaku. Kira-kira apa yang kau rasakan saat kau berada di posisiku? Sesak? Sedih? Kesal? Dendam?"

Wanita itu menghela napas. "Alih-alih merasakan itu semua. Bodohnya aku justru tetap mencintaimu sampai-sampai aku masih belum mendapatkan cinta baru saat umurku terus bertambah dan bertemu anakmu lagi setelah tiga belas tahun telah berlalu."

Photograph.Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ