50. Again

2.2K 300 170
                                    

Waktu aku berkata aku tidak akan bisa mengabulkan permintaan terakhir milik Kim Taehyung, aku benar-benar serius mengatakannya.

Jadi ketika ia menatapku penuh harapan di anak tangga itu, menunggu sebuah kepastian, aku sungguh tidak tahu harus memberi respon bagaimana selain meninggalkannya sendirian di malam itu. Aku sedikit merasa bersalah, sebenarnya. Tetapi aku tidak ingin lagi membuang diri ke dalam jurang antah berantah untuk sekali lagi saat kudengar kabar bahwa Hyunbi telah kembali ke sekolah hari ini.

Pagi tadi, hampir seluruh anak kelas membicarakan tentang kedatangan gadis itu sekaligus memberi sambutan hangat saat aku baru saja selesai membuka pintu dan terdiam memantau dari jauh tanpa mau mendekat sekadar bergabung menanyakan ini-itu mengenai keadaannya yang kuyakini masih belum sembuh total—terbukti dari wajahnya yang masih terlihat pucat pasi juga suara serak yang keluar dari bibirnya kala berbicara.

Hatiku membendung rasa senang tiada tara, ingin segera menghampiri dan memeluk tubuhnya yang mengurus karena sakit dengan erat bagai orang kesetanan yang tidak ingin kehilangan sosok yang disayangi, namun di sisi lain ingin segera melarikan diri menghindarinya karena aku masih menyimpan rasa takut di dasar paling dalam di hati. Mencoba untuk bertatap muka saja, barangkali aku tidak akan sanggup setelah apa yang terjadi selama ini.

Pada akhirnya kuputuskan untuk mengambil opsi kedua dengan pergi bersembunyi ke atap sekolah dan bolos semua mata pelajaran sekaligus sampai bel pulang berbunyi nyaring sepuluh menit lalu.

Aku tidak tahu pasti apa saja yang akan menungguku ke depannya karena melakukan tindakan bodoh ini, tapi tetap kususun keyakinan jika apa yang kulakukan sekarang adalah jalan yang tepat bagi kami untuk hari ini.

Aku ingin Hyun Bi tidak terlalu terganggu di hari pertamanya dan melalui harinya dengan baik, walau itu harus sedikit mengorbankan sesuatu yang kupunya. Tapi tidak apa, sebab selama untuk kebaikannya, maka tidak jadi masalah besar bagiku.

Setitik benda dingin seketika menggangguku. Aku perlahan membuka mata, sontak berhadapan dengan bulir-bulir salju sore ini. Mataku spontan menyipit kala kelopakku tidak sanggup menyesuaikan diri. Buru-buru aku mengubah posisi menjadi duduk bersila di atas meja panjang ini. Aku lupa kalau hari ini salju akan turun sesuai ramalan cuaca yang Jaena katakan padaku.

Pandanganku tertuju pada kedua kakiku. Di sana, terdapat luka sembab yang kudapat pagi ini karena terlalu terburu-buru melarikan diri sampai tidak sengaja menginjak tali sepatu dan jatuh mengenaskan di koridor yang mana terdapat beberapa murid tengah berjalan atau sekadar berbincang di depan kelas.

Aku cukup malu dan ingin melakukan operasi plastik untuk mengubah wajahku agar tidak dikenali, tapi sekarang aku sudah tidak cukup peduli. Toh, orang-orang juga bisa melakukan sedikit kecerobohan yang memalukan, jadi aku tidak akan merasa malu sendiri.

Mau perspektif jujurku yang lebih mengesalkan? Hyunbi barangkali akan terbahak hingga tengah malam kalau menonton segalanya, menyapu rata setiap ejekan yang ia simpan di kepala dan melontarkannya menjadi satu melalui mulut merah yang selalu ia poles dengan sebuah liptint yang naik daun.

Aku bahkan bisa membayangkan ia berkata, “Aduh, kenapa kau bodoh sekali, sih? Harusnya kau masuk saja ke dalam kelas. Itu lebih baik ketimbang lari layaknya pencuri keju dikejar polisi dan jatuh konyol untuk diserahkan ke pihak lebih berwajib, tahu.”

Pandanganku lantas beralih memerhatikan wilayah atap sekolah yang sepi. Semenjak aku dengan iseng menjadikan tempat ini sebagai secret room untuk diriku sendiri karena tidak punya teman selama Hyunbi tidak ada, aku tidak pernah sekalipun melihat ada orang yang mencoba mampir kemari.

Sejauh ini memang tidak ada. Aku bahkan sudah berencana untuk mengenalkan tempat ini pada Hyunbi jika keadaannya sudah jauh lebih baik dan aku sudah memiliki cukup keberanian untuk kembali menjalin hubungan bersamanya.

Photograph.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang