48. Notion

2.4K 328 173
                                    

Setelah memastikan bahwa semua pekerjaan selesai, aku pun pamit kepada manajer kafe untuk pulang.

Pintu itu kututup dengan pelan. Aku memperhatikan gagangnya sesaat, kemudian mengembuskan napas sambil menggosok telapak tangan karena suhu yang begitu rendah ketika berada di luar.

Angin kencang sering kali berhembus belakangan ini. Menandakan pergantian musim tidak lama lagi di mulai. Musim dingin akan segera tiba.

Waktu memang sangat cepat berlalu. Bahkan, sudah terhitung hampir sebulan aku melewati hari yang hanya sebatas sekolah, kerja, dan rumah.

Di sekolah, aku hanya bisa mengikuti pelajaran tanpa bersosialisasi dengan orang-orang, pulang dari sana aku akan kembali bekerja, kemudian semua itu ditutup ketika aku kembali ke rumah beristirahat untuk mempersiapkan perputaran siklus yang serupa.

Sungguh membosankan.

Terlebih lagi karena aku sama sekali tidak punya teman untuk diajak bicara sekaligus orang yang mendengarkan ceritaku, Hyun Bi.

Gadis itu masih belum juga terbangun dalam komanya, dan selama itu, aku belum pernah sekalipun pergi menjenguknya.

Aku terlalu takut untuk melihat keadaannya. Aku juga takut untuk menemui keluarganya.

Mungkin Hyun Bi akan kecewa padaku kalau tahu soal ini. Atau mungkin tidak. Karena ibunya sudah mulai membenciku dan menjaga jarak antara aku dan anaknya.

Walau kehidupanku yang ini terasa sangat datar dan menyedihkan, aku merasa sedikit lumayan lega.

Aku tidak punya beban pikiran lagi.

Aku juga sudah mulai terbiasa dengan keputusanku melepaskan seluruh perasaan yang sebenarnya adalah kesalahan, perasaanku terhadap Jungkook.

Inilah kehidupan yang seharusnya kujalani dari dulu. Belajar dengan serius hingga lulus dan masuk ke universitas yang kuinginkan, mencoba mandiri dengan mencari uang sendiri, dan menjadi orang biasa tanpa adanya hubungan bersama orang-orang yang ternama.

Ya, itu merupakan hal baik karena aku tidak perlu terlibat dengan masalah-masalah yang sudah pernah kulewati dan membuatku terluka.

Tak sadar, aku tersenyum menyetujui pikiranku.

Kaki-kakiku terus melangkah. Aku berkedip-kedip, sontak mataku basah.

Tidak, tidak.

Aku tidak menangis.

Sesuatu yang asing baru saja masuk ke dalam mataku tepat ketika angin kencang menghantam tubuhku.

Otomatis tanganku menguceknya pelan saat kulihat seorang wanita terjatuh di trotoar itu.

Seluruh barang bawaannya langsung berhamburan.

Tanpa pikir panjang, kudekati ia dan berjongkok sambil membantu memperbaiki kekacauan yang ada.

Orang-orang yang berjalan sama sekali tidak memedulikan. Mereka terus melangkahkan kaki sampai menjauhi spot ini.

Namun aku tidak cukup peduli dan terus membantu wanita itu hingga selesai.

"Oh, terima kasih banyak dan maaf sudah merepotkanmu," ucapnya dengan suara hangat khas ibu-ibu begitu kami berdiri.

Photograph.Where stories live. Discover now