Chapter 9

44.2K 3.9K 35
                                    

[Raya pov]

"Soraya Aldric?" Sapa Bu Rina. "Kamu nggak ngumpulin tugas lagi?"

Gue terperanjat. Menoleh ke kanan dan ke kiri lalu nunjuk diri gue sendiri. "Ha? Saya, Buk?"

"Iya. Kamu! Sudah tiga kali kamu nggak ngumpulin tugas."

"Ha?" Mulut gue langsung menganga kaget. "Saya ngumpulin kok, Buk!"

"Terus di mana tugasmu?" Tanya Bu Rina sambil berkacak pinggang.

"Yaaaa....saya kumpulin di ketua kelas lah!" Sangkal gue.

Bu Rina langsung menoleh ke arah Bianca, yang duduk di bangku paling depan, kanan dekat jendela. "Bianca! Kamu dan Raya ikut saya ke ruang BK!" Suruh Bu Rina.

***

Kami didudukkan dalam satu meja. Jujur, karena IQ gue yang rendah, gue masih kagak ngerti kenapa tugas sekolah gue gak nyampek ke guru.

"Bianca, apa benar Raya ngumpulin tugas ke kamu?" Tanya Bu Rina tegas.

"Enggak, Buk! Dia bohong!" Bianca mengelak.

Gue terperanjat kaget. Otak gue langsung nyambung setelah sepotong kalimat kebohongan terucap dari mulut cewek cantik, ketua kelas. Tentu aja langsung gue berdiri sambil gebrak tuh meja sampai-sampai gue lupa ada Bu Rina yang ikutan nimbrung di meja itu.

"Raya! Duduk!" Perintah Bu Rina tegas.

"Dia yang bohong, Buk!" Sangkal gue.

"Raya! Duduk kamu!"

Gue menghela napas, mencoba meredam amarah yang udah diambang batas kayak lahar yang muncrat-muncrat noh dari atas gunung.

"Bianca, ibu tanya sekali lagi. Apa benar Raya ngasih tugasnya ke kamu?" Mata Bu Rina menajam kayak pisau di dapur master chef.

"Sumpah demi Tuhan, Buk! Raya nggak ngumpulin tugasnya ke saya."

Waaaah! Kebangetan nih anak! Pakek bawa-bawa nama Tuhan segala lagi! Kualat lo!!

"Ibu kan tau! Raya anaknya kayak gimana. Dia emang sering nggak ngunpulin tugas." Tambah gadis yang punya julukan the most beauty girl itu.

"Inget woi! Fitnah lebih kejam daripada dendam nyi pelet! Eh, maksud gue, fitnah lebih kejam dari pembunuhan!" Tukas gue membela diri. Ya elah! Gue pakek acara ngelawak di saat-saat genting kayak begini. Udah turunan kali yaaak?

"DIEM LO! Lo itu kan emang jarang ngerjain tugas!" Kata Bianca nyolot.

"Iya! Gue emang jarang ngerjain tugas! Tapi denger ya! Dua minggu ini gue lagi mood ngerjain tugas sekolah. Jadi...nggak mungkin tuh tugas bisa ngacir sendiri terus ngilang!!"

"Sudah! Sudah! Sudah!" Ucap Bu Rina menengahi.

Kami terdiam menahan amarah masing-masing. Sumpah! Tuh mulut bener-bener busuk! Harusnya dia ke tong sampah aja sekalian.

"Raya, apa kamu bisa membuktikan kalau kamu sudah mengumpulkan tugas ke Bianca?" Bu Rina menatap gue tajam.

Gue berpikir sejenak. Otak gue masih loading. Daaaan.... AHAAAA!! "Gini, Buk. Waktu saya ngumpulin tugas ke Bianca, ada saksi mata kok!"

"Siapa?"

"Tantri, Buk. Saya ngumpulin tugas bareng sama Tantri, Buk."

"Ya udah! Panggil Tantri."

Nggak lama kemudian, Tantri pun datang lalu ikut duduk dalam satu meja bareng kami. Setelah Bu Rina pidato panjang lebar tentang kronologinya kek gimana, akhirnya Bu Rina masuk pada inti cerita.

"Jadi, apakah benar Raya sudah ngumpulin tugas ke Bianca?" Tanya Bu Rani. Ah, males ah! Dari tadi Bu Rani kerjaannya cuma tanya-tanya mulu! Ganti kerjaan aja buk jadi polisi!

Gue menatap Tantri dengan memelas. Sementara Bianca tampak memberi kode mata pada Tantri. Ayo Tantri! Selametin sahabat lo ini! Bisa-bisa gue kena omel bokap gue lagi nih! Ah, bukan omelannya yang gue takutin! Tapi hukumannya coy! GAK JAJAN SELAMA SATU MINGGU.

Note   : apa yang akan dikatakan Tantri? Apakah dia akan jujur untuk menyelamatkan sahabatnya? Atau malah ikutan berbohong? Dan satu pertanyaan lagi! Apa motif Bianca di balik kebohongannya?

Ayo tinggalkan komentar ya kawan. Jangan jadi silent reader. Yang mencet tombol bintang di setiap chapter gue doain dapet pahala. Amiiiin....

FEMME FATALE / CEWEK CETARWhere stories live. Discover now