Chapter 53

31.3K 3.6K 25
                                    

[Arsyaf pov]

Flashback sebelum Arsyaf dan Bianca pacaran

Gue mencoba melangkah pergi. Tapi Bianca menghentikan gue. Dia memeluk gue dari belakang sambil menangis.

"Jangan pergi, Syaf! Gue sayang sama lo," papar gadis cantik berambut panjang itu.

Gue bisa merasakan air matanya membasahi punggung gue. Tapi gue nggak peduli! Gue pun melepaskan tangannya yang melingkar di sekeliling pinggang gue dengan kasar. Dia masih menangis.

"Gue suka sama lo, Syaf! Gue cinta sama lo!!" Bianca lagi-lagi menegaskan kalimat-kalimat yang sedari tadi sudah dia ucapkan berulang kali.

"Tapi gue nggak suka sama lo!" Gue lagi-lagi menolak pernyataan cintanya untuk yang kesekian kalinya.

"Gue kurang apa, Syaf?" Ucapnya sesenggukan. "Gue kurang cantik? Gue kurang sexy? Atau gue kurang pinter?"

Gue menggeleng. "Bukan. Bukan karena itu, Bi! Gue nggak suka sama lo karena gue sudah suka sama cewek lain!!" Papar gue ngotot.

"Siapa? Raya?"

Gue terdiam dan memanglingkan muka.

"Raya itu nggak lebih cantik dan nggak lebih pintar daripada gue, Syaf! Tapi kenapa lo suka sama dia?" Tangan Bianca perlahan merambat ke lengan gue.

"Apa perlu alasan untuk mencintai seseorang?"

"Lupakan Raya! Dan mulailah mencintai gue, Syaf! Gue mohon!"

Gue menghempaskan tangan Bianca lalu mencoba beranjak pergi. Tapi langkah gue lagi-lagi terhenti ketika dia memeluk gue dari belakang untuk yang kedua kalinya.

"Tiga bulan saja! Tiga bulan saja! Jadilah pacar gue!" Ucapnya sesenggukan.

"Enggak!" Tukas gue tegas.

"Tiga bulan saja, Syaf! Sebelum gue meninggal, gue ingin lo jadi pacar gue."

Mata gue melebar setelah mendengarkan apa yang dikatakan Bianca barusan. Gue pun berbalik lalu menatap matanya yang basah.

"Dokter bilang, gue menderita kanker otak. Hidup gue cuma tinggal tiga bulan lagi, Syaf!" Papar Bianca sembari mengusap air mata.

"Apa?" Gue terlonjak kaget.

"Dokter juga bilang, perkembangan kanker di otak gue sangat cepat. Percuma operasi dilakukan! Kanker itu akan tumbuh lagi katanya."

"Lo jangan bohong! Lo terlihat baik-baik saja kok!"

Bianca mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya. "Lo masih nggak percaya?"

Mata gue melebar ketika dia mengeluarkan isi dari botol kecil tersebut. Kapsul-kapsul terpapar di atas telapak tangannya.

"Ini obat penghilang rasa sakit. Gue selalu bawa ini di sekolah. Itulah sebabnya gue terlihat baik-baik saja," Gadis berhidung mancung itu menatap gue memelas lalu memeluk gue erat. "Tiga bulan saja, Syaf! Tolong kabulkan permintaan terakhir gue!"

Gue menelan ludah, bingung harus berbuat apa. Bagaimana ini? Bagaimana gue harus menyikapi ini? Apa gue harus menghianati cinta gue ke Raya dan menerima Bianca? Atau.... gue harus menolak cinta Bianca untuk tetap dekat dengan Raya?

Lama sekali Bianca memeluk gue siang itu. Hingga akhirnya gue membalas pelukannya dan kami pun akhirnya jadian. Gue pun mencoba mengabaikan cinta gue ke Raya untuk 3 bulan ke depan.

***

Seperti yang Bianca katakan, dia benar-benar menderita kanker ganas. Tidak ada gunanya melakukan operasi atau pun kemoterapi. Dia hanya bisa pasrah berjalan menuju maut.

Sebelum dia menemui ajalnya, dia ingin melakukan duabelas hal romantis bersama gue. Dan gue pun menyetujuinya.

Pada minggu pertama kami pacaran, kami pergi nonton bioskop. Lalu pada minggu ke dua, kami melakukan makan malam romantis. Dan pada minggu ketiga, kami olahraga pagi bersama. Sedangkan minggu keempat, kami jalan-jalan ke beberapa mall.

Tapi pada minggu kelima, Bianca tiba-tiba terjatuh tak sadarkan diri saat kami kencan. Dia pun masuk rumah sakit karena penyakitnya bertambah parah. Dia juga sering mimisan dan pingsan. Sejak saat itu gue selalu berada di sisinya. Menemaninya sampai dia nanti akan bertemu di titik napas terakhirnya.

Note    : JANGAN BAPER!! bintang dan komen plis

Maap ya.... chapter ini nggak ada komedinya. Soalnya adegan sedih. Entar malah aneh kalau ditambahi komedi.

FEMME FATALE / CEWEK CETARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang