Chapter 44

33.7K 2.6K 6
                                    

[Renan pov]

Braaaak.... kami berdua pun terjatuh di atas sofa dengan posisi yang aneh. Posisi yang sama persis seperti adegan drama korea yang kerap Raya tonton.

Entah mengapa naluri gue sebagai lelaki tiba-tiba keluar saat memandang lekat mata Raya. Bibirnya terlihat sangat mungil seperti biasa. Tak pernah sebelumnya gue terlibat kontak fisik sedekat ini dengan Raya. Inilah yang gue khawatirkan selama ini. Gue khawatir kalau nafsu binatang gue tiba-tiba muncul tidak pada tempatnya. Dan itulah sebabnya gue nggak mau tinggal satu atap dengan Raya.

Jantung gue berdegup begitu kencang. Napas gue mulai tak beraturan. Gue perlahan memajukan muka gue ke muka Raya, bibir gue tiba-tiba ingin mendarat di bibir mungilnya. Tapi......

Pleeekk....

Tangan Raya menghentikan bibir gue sekitar 10 cm sebelum bibir gue benar-benar mendarat ke bibir mungilnya.

"Apa-apaan lo, Ren?" Raya melotot penuh tanya.

Gue pun tersadar dan langsung bangun terdiam dengan mulut terlipat kaku.

Raya juga bangun dari posisinya. "Apa-apaan itu tadi? Lo nyoba....."

Sebelum dia melanjutkan kalimatnya, gue langsung mendorong kepalanya. "Jangan berpikir aneh deh! Lo jangan salah paham! Tengkuk gue tadi tiba-tiba sakit saat terjatuh jadi agak nggak bisa nahan kepala gue, bego!" Papar gue bohong.

Dia mengangguk. "Ooohh.. jadi begitu! Gue pikir lo nyoba....."

Sebelum dia merampungkan kalimatnya, gue menyela. "Nyoba apa? Jangan-jangan lo berpikir kalau gue nyoba nyium lo gitu?"

Raya meringis. "Habisnya....."

"Bego! Siapa yang mau nyium nenek lampir kayak elo sih?! Gue aja ogah!"

"Hiiiih! Wajar kalau gue salah paham. Kan tadi....."

"Jadi orang jangan salah pahaman gitu dong! Gue jadi nggak enak nih!" Gue memotong lagi.

"Iye, Pak! Maap, Pak!" Raya tampak percaya dengan apa yang gue katakan. Mukanya terlihat sangat lugu.

Gue langsung berdiri dan berpura-pura mendengus kesal. Lalu menghentak-hentakkan kaki sebentar kemudian pergi menuju kamar.

Sesampainya di kamar, gue langsung mengunci pintu. Menarik napas lalu menghembuskannya mencoba menghilangkan sisa-sisa nafsu bejat yang masih tertinggal.

"Gila! Gila! Gila! Ini gila!" Gue ngebacot sendiri sambil mengacak rambut. "Sadar, Ren! Sadar!"

***

Ketika kami sampai di parkiran sekolah, gue langsung berjalan cepat menjauhinya. Dia terus mengikuti gue dari belakang.

"Lo kenapa sih, Ren?! Dari tadi pagi lo cuma diem aja!" Dia terus ngintilin gue. "Lo marah karena gue tadi malam nuduh lo yang enggak enggak?"

Langkah gue terhenti. "IYA!! Gue nggak nyangka pikiran lo bisa sekotor itu tentang gue, Ray!" Gue bicara seolah gue adalah korbannya.

"Gue minta maaf deh!" Ujarnya manja sambil memegang lengan gue.

STOP! jangan pegang-pegang gue, Ray! Sejak kejadian tadi malam sampai sekarang, gue masih nafsu sama lo, Ray. Batin gue terus berseteru.

Gue menghempaskan tangan Raya. "Maaf, sepertinya untuk 2 hari ke depan, kita nggak usah ketemu dulu!"

"Ren, gue 'kan sudah minta maaf!"

"Gue maafin lo, Ray! Tapi gue butuh waktu!"

"Baiklah kalau begitu." Raya tampak cemberut dengan bibir manyun.

"Gue ke kelas dulu ya!"

Raya hanya mengangguk dengan wajah yang masih cemberut. Walau bagaimana pun juga, Raya nggak boleh tau apa yang gue pikirkan tadi malam. Karena kalau dia tau, dapat dipastikan friend zone kita pasti akan hancur. Dan gue nggak mau sampai itu terjadi.

FEMME FATALE / CEWEK CETARWhere stories live. Discover now