Chapter 51

33.4K 2.8K 17
                                    

[Raya pov]

Mata gue terbelalak ketika melihat tangan Bianca melingkar erat di lengan Arsyaf. Dia seolah memamerkan kemesraannya dengan Arsyaf.

"Hai, Ray! Kenalkan! Dia pacar gue, Arsyaf!" Bianca tersenyum sombong.

"Gue dah tau dia Arsyaf, bego!" Kata gue nyolot. "Tapi, sejak kapan kalian pacaran?"

"Sejak...."

"Jangan bilang sejak kemunculan dajjal!" Gue menyela.

"Sejak kemarin!" Bianca menatap Arsyaf dari samping dengan manja. "Iya 'kan, Sayang?"

Arsyaf mengalihkan pandangannya. Dia tidak menjawab pertanyaan dari Bianca. Nggak tau kenapa hati gue merasa jijik melihat kemesraan mereka.

"Benar itu, Syaf?" Tanya gue penuh selidik.

Arsyaf lagi-lagi tak menjawab. Dia hanya diam saja, bungkam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hati gue tiba-tiba terasa perih. Gue pun menghela napas untuk mencoba tenang. Lalu gue tersenyum pada mereka.

"Selamat ya!" Gue tersenyum kecut.

"Makasih, Ray!" Sahut Bianca seolah mengolok.

"Oh iya! Gue mau pergi ke toilet dulu ya!" Gue garuk-garuk kepala lalu menunjuk arah toilet. Kemudian berlari pergi.

Di dalam toilet, gue menghela napas berulang kali. Nggak tau kenapa dada ini terasa sesak. Sempat beberapa kali gue memukul dada gue sendiri. Tapi rasa sesak yang gue alami nggak hilang juga. Air mata pun dengan lancang mengalir begitu saja dari kedua bola mata gue.

"Gue kenapa?" Gue keheranan sembari mengusap air mata.

***

Di meja makan, mama, papa, dan Kak Icha menyantap pizza dengan lahap. Gue hanya mengayun-ayunkan sepotong pizza yang gue pegang dengan mulut manyun.

"Kamu kenapa, Ray?" Papa tampak keheranan.

"Biasalah, Pa! Namanya juga remaja! Pasti lagi masa puber!" Celetuk mama.

Kak Icha langsung tertawa lepas. Sampai-sampai gilingan pizza yang ada di mulutnya ada yang muncrat ke muka gue.

"Najis lo, Kak!" Ujar gue marah sambil mengusap wajah.

"Icha, kamu nggak boleh tertawa! 'Kan dulu kamu juga sama! Kasmaran terus nggak mau makan!" Omel mama ke Kak Icha.

Kak Icha langsung kicep sambil melanjutkan mengunyah pizza. Gue masih terdiam bete.

"Ngomong-ngomong, siapa di antara mereka bertiga yang kamu suka?" Tanya mama kepo.

Gue langsung berdiri dari meja makan sambil menggebrak meja lalu mendengus kesal. Kemudian berlalu pergi menuju kamar.

"Tuh 'kan dia ngambek, ma!" Samar-samar gue bisa mendengar suara papa saat gue menjauh pergi.

Sejak Arsyaf pacaran sama Bianca, gue jadi lebih banyak diam. Tidak hanya itu! Gue juga sering nggak fokus belajar. Dan sebagai konsekuensinya, nilai gue pas UTS banyak yang anjlok. Gue jadi peringkat 6 deh!

Arsyaf pun demikian. Sejak dia pacaran sama Bianca, dia lebih sering diam dan terkesan menghindari gue. Tidak hanya itu, dia juga sering bolos sekolah bareng Bianca.

Gue merasa ada sesuatu yang hilang dari kehidupan gue. Satu sahabat gue tiba-tiba sikapnya berubah drastis. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa gue jadi iri dengan kedekatan mereka? Apa gue cemburu? Ah, tidak! Gue nggak berhak cemburu karena gue hanya sekedar sahabat bagi Arsyaf. Tidak lebih!!

Jika dipikir-pikir lagi, Bianca cocok juga pacaran sama Arsyaf. Dia salah satu siswi tercantik di sekolah. Selain cantik, dia juga kaya dan pintar. Dia biasa peringkat 2 di kelas. Tapi dia jadi peringkat 3 ketika nilai gue tiba-tiba melonjak naik saat kelas XI kemarin. Tuhan, ada apa denganku? Kenapa aku selalu memikirkan Arsyaf?

Note    : kenapa Arsyaf tiba-tiba berubah? Stay tune!!

FEMME FATALE / CEWEK CETARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang