Chapter 32

36K 3K 14
                                    

[Raya pov]

Ujian hari ini akhirnya selesai juga. Sambil menggerak-gerakkan leher, gue menepuk-nepuk punggung. Capek! Pengen cepat-cepat pulang dan tidur.

"Eh, Raya! Sini!" Panggil Pak Dono ketika gue melewati kantor guru hendak menuju gerbang depan sekolah.

Gue menoleh lalu menghampiri Pak Dono. "Ada apa, Pak?"

"Tolong ambilkan sapu di gudang," kata Pak Dono dengan kumis manggut-manggut.

Nggak tau kenapa, tiap kali gue lihat kumisnya Pak Dono, bawaannya pengen jambak aja tuh kumis. Lucu sih! Jadi gemes deh!

"Buat apa, Pak?" Tanya gue kepo.

"Banyak nanya lu! Sapu ya buat nyapu!"

Gue meringis. "Baik, Pak."

Gue pun bergegas menuju gudang dengan langkah kaki malas. Aaaaarrrgggh! Gue terperanjat kaget. Terdengar suara teriakan seorang wanita dari arah halaman belakang sekolah. Gue langsung berlari menuju sumber suara. Eiiits! Siapa itu? Zen? Siapa cewek itu?

Gue masih ngumpet di balik tembok, mencermati apa yang terjadi di belakang sekolah. Bagaimana pun juga, Zen adalah pentolan sekolah. Dia mengepalai ketua geng di setiap kelas yang ada di sekolah. Kalau gue salah langkah, bisa kelar dah gua.

"Mau apa lo?" Cewek cantik itu bertanya dengan judes.

"Gue mau lo jadi pacar gue, Lea!" Jawab Zen sambil memegang pergelangan tangan cewek yang ternyata bernama Lea itu.

"Lepasin! Gue nggak mau!" Lea memberontak dengan melepaskan tangan Zen dengan paksa.

Bushet dah! Kayak sinetron aja nih adegan, pikir gue.

"Gue kurang apa, Lea?" Zen kembali memegang tangan Lea dengan paksa.

"Jangan ganggu gue, Zen! Lepasin!"

"Gue cinta sama lo, Lea!" Zen mulai mencodongkan wajahnya ke muka gadis yang bernama Lea itu.

"Aaarrrgh! Jangan!" Lea terus menghindar sambil menangis.

Zen sama sekali tak peduli kalau Lea menangis. Ia terlihat nafsu banget. Ya elah! Zen main nyosor aja! Jadi gawat nih! Gue harus melakukan sesuatu untuk menolong gadis yang bernama Lea itu.

"EH! PAK DONO!! ADA APA, PAK?" teriak gue pura-pura seolah-olah ada Pak Dono beneran.

Zen langsung celingukan kaget setelah mendengar ada Pak Dono datang. Kemudian ia melepaskan tangan Lea, memanjat pagar, dan kabur begitu saja.

Setelah Zen pergi, gue menghampiri Lea yang saat itu masih menangis sesenggukan.

"Lo nggak apa-apa 'kan?" Gue memegang pundak Lea.

"Makasih ya, Raya! Lo udah mau nolongin gue."

Waduuuh! Ternyata gue terkenal juga ya? Gue aja tadi nggak kenal siapa gadis ini! Eh, ternyata dia kenal siapa gue.

"Iya. Sama-sama." Gue menimpali.

Lea mengusap air matanya. "Perkenalkan. Gue Renata Azalea, kelas XI-IPA 5." Dia mengulurkan tangannya.

Gue menyahuti uluran tangannya. "Soraya Aldrick," kata gue.

***

Sepulang sekolah, kami berjalan bersama menuju halte bus. Selain cantik, dia kelihatannya anak yang ramah.

"Ngomong-ngomong, bagaimana caranya lo bisa bersahabatan sama Renan dan Arsyaf?" Dia mengawali pembicaraan.

Gue mengangkat bahu. "Kalau Renan sih, gue sudah berteman sejak kecil. Kalau Arsyaf, dia yang daftar sendiri buat jadi sahabat gue."

Mata Lea membulat. "Kok bisa?"

"Nggak tau deh!" Gue kembali mengangkat bahu.

"Oh iya! Gue boleh minta nomor HP lo, nggak?"

"Boleh."

Kami pun bertukar nomor HP dan menjadi teman sejak saat itu. Ah, semoga saja tahun depan, gue bisa satu kelas dengannya. Bantu aku, Dewa!

FEMME FATALE / CEWEK CETARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang