Chapter 54

31.6K 2.7K 41
                                    

[Raya pov]

Sudah enam minggu Arsyaf mengabaikan gue. Dia lebih sering jalan bareng sama pacar barunya daripada ikut nongkrong bareng gue, Renan, dan El. Dia juga sering bolos sekolah bareng Bianca. Gue sudah tidak tahan dengan semua ini, Syaf! Gue butuh penjelasan! Gue pun berangkat menuju rumah Arsyaf untuk menemuinya.

"Assalamu'alaikum." Kata gue.

"Waalaikum salam," jawab mama Arsyaf saat membuka pintu. "Eh, Raya?"

"Maaf, tante! Arsyafnya ada?"

"Arsyaf lagi di rumah sakit."

Gue terperanjat kaget bukan main. "Apa Arsyaf sakit, tante?"

"Enggak. Tapi pacarnya yang sakit."

"Sekarang, Arsyaf di rumah sakit mana?"

Setelah bercakap-cakap sebentar dengan mamanya Arsyaf, gue langsung menuju rumah sakit. Di sana gue langsung bertanya tentang dimana kamar pasien yang bernama Bianca Laurensia pada petugas rumah sakit.

Setelah tau di mana Bianca dan Arsyaf berada, gue berlari-lari di sepanjang koridor rumah sakit mencari kamar VVIP Anggrek nomor 5. Hingga akhirnya gue menemukan ruangan itu.

Dari balik pintu yang sedikit terbuka, gue bisa melihat Arsyaf duduk di samping Bianca sambil memegang tangan gadis yang saat itu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Gue terpukul melihat semua itu. Ternyata selama ini Arsyaf bolos sekolah untuk menemani Bianca di rumah sakit. Tangan gue pun berubah lemas. Gue memutuskan untuk pulang saja. Gue nggak mau jadi cewek egois yang marah-marah minta penjelasan di saat-saat genting seperti ini.

"Raya?" Sapa Arsyaf dari belakang ketika gue hendak melangkah pulang.

Gue pun berbalik sambil menatapnya lemas. Lantas kami pun bercakap-cakap di kursi yang ada di koridor rumah sakit.

"Kenapa lo nggak bilang, Syaf?" Gue menunduk sedih.

"Tidak ada yang perlu untuk dikatakan, Ray."

"Kenapa lo nggak bilang kalau Bianca sakit dan dia butuh lo di saat-saat terakhirnya?"

"Maaf karena telah merahasiakan hal ini dari lo."

Gue menangis sedih. Air mata pum bercucuran dari kedua bola mata gue. Memang Bianca sering jahatin gue. Tapi saat melihatnya terbaring lemah di rumah sakit membuat gue merasa iba.

"Dokter bilang, dia nggak bisa hidup lebih lama lagi. Jangankan dua bulan lagi! Dia bisa saja hanya hidup selama dua atau tiga minggu lagi!" Wajah Arsyaf terlihat sangat murung.

"Tolong jaga dia, Syaf!"

Arsyaf menatap gue tajam. "Lo bisa nunggu gue kan?" Dia memegang tangan gue lembut. "Gue akan menjadi Arsyaf yang dulu. Jadi, tolong tunggu gue."

Gue mengangguk pelan. Kemudian dari dalam kamar, Bianca berteriak serak memanggil nama Arsyaf. Arsyaf pun bergegas kembali memasuki kamar.

Dari ambang pintu gue hanya bisa melihat Bianca memegang tangan Arsyaf dengan lembut. Napasnya tersengal seolah untuk bernapas saja sulit sekali baginya.

"Arsyaf, siapa dia, Syaf?" Tanya Bianca sambil melirik gue yang sedari tadi berdiri di ambang pintu.

Mata gue membulat mendengar apa yang dikatakan Bianca. Mungkin karena kanker otak yang dideritanya, ingatan yang dia punya banyak yang hilang. Setidaknya itu yang pernah gue baca di buku.

"Dia teman sekelas kita, Bi. Namanya Raya. Dia ke sini untuk jenguk lo," jelas Arsyaf lembut.

"Ooohh..."

"Lo baik-baik saja 'kan, Bi?"

"Arsyaf, sepertinya hidup gue nggak akan lama lagi. Sepertinya, gue nggak bakal bisa melakukan semua hal romantis yang sudah gue list. Bolehkah gue langsung meminta permintaan yang ke ďuabelas sekarang?" Ujar Bianca dengan napas tersengal.

"Apa itu, Bi?"

"Ayo kita ciuman, Syaf!" Pinta Bianca. "Jangan biarkan gue menyesal karena ditakdirkan hidup sesingkat ini!"

Mata gue langsung terbelalak lebar mendengar permintaan terakhir Bianca. Permintaan macam apa itu? Aaaarrrghhh! Gue bahkan tidak bisa membayangkannya.

Note    : apakah Arsyaf akan mencium Bianca? Bintang dan komennya yak!

FEMME FATALE / CEWEK CETARWhere stories live. Discover now