Bintang

6.1K 436 18
                                    

Bintang POV

Gue mendengar sayup-sayup suara dari luar kamar rawat. Gue tahu itu adalah suara Ayah dan Bunda. Tapi gak begitu jelas apa yang mereka sedang bicarakan Karena  terhalang tembok pembatas ruangan. Sepertinya mereka ngomongin kesehatan gue dan sepertinya keinginan gue untuk pulang hari ini batal.

Karena bosan, akhirnya Gue mencoba mengambil ponsel di atas meja. gue penasaran melihat notifikasi ponsel gue. Karena sudah dua hari gue sama sekali gak memegang ponsel. Atau selama gue dirawat di sini.

Ketika ponselnya baru gue aktifin, muncullah beberapa notifikasi dari beberapa teman dan Kak Adis. Juga dari Kak Aeera tentunya. Bahkan Kak Aeera mengirim pesan lebih dari sepuluh kali. Perlahan, gue mulai membuka satu persatu.

(Aeera dp: Bintang masih sakit?)

(Aeera dp: Bintang udah makan belum)

(Aeera dp: Bintang mau dibawain apa? Nanti aku kesana.)

(Aeera dp: Bintang bales dong ....)

(Arif : Gws bro ....)

Adis: (Tang ... lo mau di bawain apa nanti.

Aeera dp: (Nanti aku ke sana ya ....)

Dan masih banyak yang lainnya. Gue memilih membalas pesan dari Kak Adis terlebih dahulu. Gue mau Kak Adis membawakan baju ganti. Karena gue gak nyaman memakai pakaian rumah sakit. Karena memperjelas kesan penyakitannya.

Setelah mengirimi Kak Adis pesan, gue lalu melihat kembali pesan yang dikirimkan Kak Aeera. Gak tau kenapa sudut bibir gue sedikit terangkat. Padahal pesan yang dikirimkannya sudah terlalu biasa. Bahkan ketika gue gak sakitpun pasti Kak Aeera tetap mengirimi pesan. Gue gak tau apa yang gue rasakan. Tapi jujur saja sekarang gue nyaman berada di dekat dia. Mungkin karena sifat tulus dan manjanya.

Saat gue lagi ngeliatin pesan yang dikirimi Aeera, Bunda tiba-tiba masuk. Gue langsung menyimpan kembali ponsel gue di bawah bantal.

"Ayo ... lagi liatin apa kamu?"

Gue hanya diam saja. Karena gue gak tahu harus ngomong apa.

Bunda lalu mendekati gue dan mengusap kepala gue lembut. Beliau tersenyum hangat yang membuat kekesalan karena gak bisa pulang gue lenyap.

"Sekarang waktunya apa yang Bunda bilang kemaren. Kamu siap?"

Gue menatap Bunda nanar. Tadi pagi setelah memeriksa keadaan gue, Bunda mengatakan kalau nanti siang gue mau melakulan endoskopi. Suatu proses yang katanya untuk memeriksa keadaan lambung gue. Katanya mau disambungin ke monitor.

"Emang harus banget, Bunda?" tanya gue penasaran. Jujur aja gue takut. Namun melihat kegugupan gue Bunda malah tersenyum

"Iya sayang. Pokoknya kalau kamu mau. Nanti sore kita pulang!" janji Bunda.

Gue lalu berfikir sejenak. Gue menimbang-nimbang apa yang dikatakan bunda barusan. Setelah itu gue menatap Bunda berbinar.

"Beneran?"

Bunda hanya mengangguk. Setelah itu gue disuruh duduk di atas kursi roda. Setelah itu gue di bawa ke sebuah ruangan.

Setelah membaringkan gue di sebuah ranjang, bunda tiba-tiba menyuruh gue buka mulut. Dia lalu menyemprotkan sebuah cairan ke mulut gue. Rasanya sangat aneh seperti cabe busuk. Setelah itu, gue merasa ludah gue mati rasa. Gue jadi seperti orang struk.

Bunda lalu menyuruh gue miring. Setelah itu beliau memasukkan sebuah lempeng pipih kedalam mulut gue. Dialiri ke tenggorokan sampai akhirnya ke lambung. Rasanya tidak sakit. Hanya gue tidak nyaman aja karena gue seperti menelan sendok. Setelah itu isi perut gue terpampang jelas di monitor. Gue lihat Bunda sedikit terkejut melihatnya. Setelah itu Bunda menyedot cairan lambung gue. Setelah itu prosesnya selesai. Lempengan tadi dikeluarkan kembali dari tubuh gue.

"Gak sakit 'kan?" tanya Bunda sambil mengelus pelan rambut gue.

"Ha ... Huna ...."

Astaga ... ternyata lidah gue belum normal. Gue benar-benar seperti orang struk.

Bunda yang mendengar suara gue malah terkekeh. Namun ada pancaran berbeda yang terlihat dari wajahnya. Gue yakin sesuatu yang gak beres.

Setelah itu, gue kembali dibawa ke kamar. Kata Bunda gue harus dirawat beberapa jam sebelum nantinya diperbolehkan pulang.

Setibanya di kamar, ternyata sudah ada kak Adis dan Kak Aeera. Mereka berdua masih menggunakan pakaian sekolah. Sepertinya mereka langsung kesini sepulang sekolah.

Pada saat melihat Kak Aeera, gak tau kenapa tiba-tiba jantung gue serasa mau loncat. Gue gak tahu mengapa tiba-tiba begini. Setahu gue yang sakit itu perut gue bukan jantung. Tapi kenapa sekarang malah begini? Apa ini efek dari endoskopi yang barusaja gue lakukan.

"Biar aku saja yang dorong, Tante."

Kak Aeera mendekat ke arah gue dan mengambil alih kursi roda dari tangan Bunda. Yang membuat gue semakin gelisah. Sumpah gue deg-degan.

Setelah sampai, Kak Aeera membantu gue berdiri dan berbaring di tempat tidur. Gue bingung harus bersikap seperti apa. Tapi yang jelas hati gue jadi ga tenang gini.

"Bintang udah enakan?" Kak Aeera membantu gue tidur.

Gue hanya mengangguk. Karena gue memang belum bisa ngomong karena efek bius tadi. Kan gak lucu kalau orang mendengar gue bicara seperti orang struk. Bisa hancur image cool yang selama ini gue bangun susah susah.

"Bintang mau sesuatu?" Aeera bertanya lagi.

Namun kali ini gue hanya diam. Karena mungkin efek endoskopi tadi membuat tubuh gue kurang nyaman.

"Bintang, lo di tanyain Kak Aeera."

Gue menatap Kak Adis yang barusan bertanya. Mungkin ia kesal karena dari tadi gue hanya diam.

"Adis, adek kamu belum bisa ngomong. Tadi lidah nya di bius."

Gue lalu tersenyum ke arah Bunda. Gue senang karena membantu gue menjelaskan pada mereka berdua.

"Ups, sorrry ya brother. Gue gak tahu," ucap Kak Adis diiringi cengiran khasnya.

Gue hanya mengangguk

"Aku juga minta maaf ya, Bi. Aku juga gak tahu soalnya."

Kali ini Kak Aeera yang berbicara. Kelihatannya ia juga menyesal. Karena tak enak gue tersenyum padanya. Namun ternyata efeknya itu sangat besar bagi Kak Aeera.

"Wahh ... senyum kamu indah banget, Bi. Mau dong disenyumin terus." Dia histeris.

Gue yang mendengar hanya melongo. Gue nyesel udah senyum ke dia. Karena itu hanya membuat sifat aslinya keluar.

Kak Adis dan bunda malah terkekeh mendengar pernyataan Kak Aeera.

Bunda lalu mendekat ke arah Kak Aeera dan mencubit pipinya gemas.

"Ih, mirip banget sih kamu sama Atha."

"Cantikan aku Tante ...."

Mama lalu tertawa lepas mendengar penuturan Kak Aeera. Sedangkan gue dan Kak Adis saling pandang. Kami sepakat kalau mereka berdua sangat norak.


My Angel (Pinky Promise)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang