Adis

5K 406 17
                                    

Lagi-lagi Natha terlihat melamun saat Dinda mengajaknya bicara. Pemuda itu bahkan tak mengerti arah pembicaraan Dinda. Yang membuat Dinda beberapa kali harus menjelaskan padanya lagi.

Fokus pemuda itu terbagi dua. Di sisi satu ia berusaha mendengarkan Dinda, namun di sisi lain fikirannya tertuju kepada Adis. Ia tak mengerti kenapa sejak ia di rawat di sini Adis tidak pernah menjenguknya. Gadis itu bahkan tidak mengabarinya sama sekali. Apa Adis sangat sibuk hingga membari kabar saja tidak bisa atau karena ia memang tidak penting hingga Adis tak peduli padanya.

Natha menghela nafasnya yang mulai sesak. Terakhir kali pemeriksaan kankernya sudah menyebar ke paru-paru dan kelenjer getah bening terdekat. Karena itu sampai saat ini ia masih tetap harus menggunakan selang oksigen untuk membantu pernafasannya.

"Kamu ga suka ya aku disini?"

Pertanyaan Dinda langsung menyadarkannya. Ia sungguh tak enak dengan gadis itu. Pasti Dinda sangat kesal karena ia selalu melamun dari tadi.

"Maaf Din, aku suka kamu disini." Ucap Natha sambil memaksakan tersenyum.

"Kamu mau tahu kenapa selama ini aku menghilang?" Ucap Dinda tiba-tiba.

Natha hanya mengangguk antusias.

Setelah itu Dinda menghela nafasnya. Sudah saatnya pemuda itu mengetahui semua.

"Aku gila..." Ucap Dinda tersenyum samar.

"Maksudnya?" Ucap Natha penasaran. Ia sangat terkejut mendengar penuturan Dinda.

"Malam hari waktu kita terakhir ketemu, atau malam ketika kamu nolak aku, tiba-tiba di perjalanan pulang aku di jegat oleh beberapa preman. Mereka menyulikku dan memerkosaku bergiliran." Ucap Dinda bergetar.

Natha sangat syok mendengar ucan Dinda. Ia tak menyangka kejadiannya akan sampai seperti itu.

"Aku di gilir hingga akhirnya aku pingsan dan bangun-bangun sudah berada di rumah sakit. aku sangat tertekan hingga mencoba mengakhiri hidup beberapa kali. Aku juga sering berteriak bila melihat lawan jenis. Untuk itu mama memutuskan mengirimku ke rumah sakit jiwa. " Ucap Dinda sambil melanjutkan ucapannya. Perempuan itu menceritakannya kisahnya dengan susah payah. Ia kelihatan seperti ketakutan.

"Kok bisa? I mean kenapa nyokap lo tega ngirim lo lr rumah sakit jiwa? Karena gue tahu tante Dian sangat menyayangi lo."

"Kamu tahu papa tiri aku kan? Bagi dia kehormatan itu nomor satu."

"Maaf Din..." ucap Natha sambil menyentuh dadanya. Rasanya dadanya itu begitu sesak mendengar penuturan Dinda. Rasa bersalahnya semakin kuat. Bisa di katakan ia merupakan penyebab apa yang di alami Dinda.

"Jangan tinggalin aku Nat.." ucap Dinda paraum

Natha tak menjawab apapun. Tapi ia menginstruksikan agar Dinda memeluknya. Ia tak dapat menjanjikan apapun tapi ia akan berusaha semampunya mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik Dinda. Tapi itu bukan dirinya.

"Lo harus bahagia Din..."

♥♥♥

Adis memperhatikan ponselnya yang dari tadi terus berdering. Ia sangat penasaran, namun hatinya ragu. Ia tak sanggup bila harus mendengar pernyataan yang menyakitkan dari Natha. Ia sangat takut bila Natha harus menyakitinya. Untuk itu lebih baik Adis mengalah. Ia lebih baik sakit dan melihat Natha bahagia. Dari pada harus bahagia tapi diatas penderitaan orang lain. Adis tidak menyukai itu.

Adis kembali menatap layar ponselnya sebelum ia mendengar sayup-sayup suara orang muntah dari kamar sebelah. Tidak salah lagi karena itu pasti suara Bintang. Adis sangat khawatir hingga ia memutuskan untuk memeriksanya sendiri. Ia takut terjadi sesuatu pada kembarannya itu.

My Angel (Pinky Promise)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang