5

118K 9.1K 134
                                    


Vee duduk di kantin kampus bersama kedua sahabatnya Jessica dan Chintya. Entah apa saja yang kedua sahabatnya itu bicarakan, Vee sama sekali tidak mendengarkan. Apa yang ia dengar di meja makan tadi pagi benar-benar menyita pikirannya.

Sebenarnya tadi pagi Vee tidak langsung pergi, melainkan berdiri dibalik lemari yang memang dibuat sekat antara ruang makan dan ruang tengah.

Niat awal Vee hanya ingin tau Acel memakan makanan yang dia buat atau tidak. Jujur, setelah beberapa hari lalu mamanya bercerita tentang Acel, Vee sedikit memperhatikan anak itu. Dan ketika Acel menghabiskan makanan yang ia buat, ada sedikit rasa senang yang hadir dalam hati Vee.

Satu hal yang membuatnya kaget ialah perkataan mamanya yang mengatakan bahwa Revan akan pulang.

Banyak hal yang terlintas di benak Vee. Bagaimana reaksi Revan ketika nanti melihat Acel. Bagaimana jika Revan membongkar semua rahasia mereka. Mengingat dulu Revan yang mati-matian ingin memberi tau kedua orang tua mereka.

Vee memijat pelipisnya pelan.

"nggak, nggak mungkin kan Revan berani? Revan nggak akan ngelakuin hal itu. "

Vee meyakinkan dirinya sendiri.

"Ya ampun...Raveena Tricia Akbar! Lo dengerin kita nggak sih?"

"Hah??" Tanya Vee bingung mendengar namanya dipanggil oleh Jessica dengan keras.

"Apaan sih Jess? Nggak usah toa gitu deh!" Jawab Vee kesal.

"Gue gak bakal toa ya kalo lo mau dengerin kita!" Sunggut Jessica sebal karena omongannya sama sekali tidak didengarkan oleh Vee.

"Lo kenapa deh? Dari tadi dipanggil-panggil bengong aja. Kaya orang banyak pikiran gitu" tanya Chintya

"Banyak pikiran? Enggak ah, biasa aja."

"Eh, gue duluan ya, tiba-tiba pusing deh" Vee tiba-tiba pamit.

"Lah? nggak jadi jalan nih kita?" Tanya Jessica

"Besok aja deh, beneran pusing nih gue!" Jawab Vee sambil berdiri.

"Kuat nyetir?" Tanya Chintya

"Kuat lah, nyetir doang. Gue duluan ya!" Vee berlalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

**

Vee mengendarai mobil dengan pelan. Vee tidak bohong ketika mengatakan pada kedua sahabatnya jika kepalanya pusing.

Tinn...tinn..tinn

Vee membunyikan klakson mobilnya dan menunggu Pak Salim satpam rumahnya untuk membuka pagar.

Tinn...tinn...

Vee memdengus sebal, "kemana sih pak Salim?"

Vee mendongak mendengar suara pagar terbuka. Tapi kemudian mata Vee terbelalak ketika melihat anak perempuan memakai daster berwarna pink sambil menggendong boneka ditangannya. Acel mendorong pagar susah payah dengan tangan kecilnya.

Vee bergegas turun dari mobil dan menghampiri Acel.

"Kamu ngapain?" Tanya Vee dengan nada tinggi

Acel mendongak menatap Vee dengan senyum lebar, dan memperlihatkan gigi-gigi kecilnya.

"Aku tanya kamu ngapain?" Tanya Vee sekali lagi dengan nada membentak

Senyum lebar Acel seketika menghilang mendengar bentakan dari kakaknya.
"Acel denger suara mobil kakak, Pak Salimnya nggak ada. Jadi Acel mau bukain kakak." Jawabnya dengan takut.

Saat Vee hendak bersuara lagi, tiba-tiba mbak Heni berlari dari dalam rumah menghampiri mereka.

"Acel...kok keluar-keluar? Bahaya. Mbak cari-cari tadi." ujar mbak Heni dengan nada panik.

"Mbak, lain kali kalo jaga anak tuh yang bener! Acel keluar Sampai pager mbak nggak tau. Kalau Sampai Acel diculik, mbak mau tanggung jawab? Kalau nggak bisa kerja pergi aja!" Ujar Vee marah pada pengasuh Acel.

Acel memeluk leher mbak Heni dan menatap Vee dengan mata yang sudah memerah.

Vee tersentak melihat Rachel yang sudah senggukan digendongan mbak Heni.

"Again Vee??" Batinnya dalam hati

Entah seberapa sering Vee membuat anak didepannya ini menangis karenanya. Dada Vee sedikit sesak melihat tatapan takut yang dilayangkan Rachel padanya.

Tapi lagi-lagi kekerasan hati Vee mengalahkan rasa sesak yang baru saja ia rasakan. Vee berbalik dan memasuki mobinya, menunggu mbak Heni membukakan pagar untuk dirinya.

Sekilas Vee melihat Acel yang masih menangis digendongan mbak Heni.

**

Pukul sebelas malam, Vee menuruni tangga rumahnya untuk mengambil minum di dapur. Namun suara-suara berisik dari arah kamar mamanya menyita perhatiannya.

Vee melangkah menuju kamar mamanya yang pintunya sedikit terbuka.

"Gimana mas? Apa kita bawa ke rumah sakit aja?

Vee mendengar suara Amel kakak iparnya.

"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Dahi Vee mengernyit bingung.

"Nggak usah yang, kamu kan tau Acel takut Rumah sakit. Kan udah ada aku, apa dong gunanya aku jadi dokter gini kalo adek aku sakit aja nggak bisa ngurusin." Kata Raffa membetulkan selimut Rachel.

"Adek?"
"Rachel sakit?" Batin Vee lagi.

"Ya enggak gitu mas, soalnya kan Acel kalo sakit rada nyeremin mas"

"Hus! kamu ini. Udah kita jagain sambil do'a, jangan ngomong gitu!" Kata Raffa menyahuti omongan istrinya.

"Tadi pagi nggak papa deh, kok tiba-tiba panas gini ya ma?" Amel kembali bersuara

"Ya namanya juga sakit Mel, mana tau kita datengnya kapan. Itu juga tadi siang si Heni telpon mama katanya Acel nggak mau makan, sampe mama dateng tadi sore juga masih nggak mau." Kata Rania

Vee mematung di depan pintu kamar mamanya.

"Acel nggak makan? Apa  itu gara-gara gue?"

Vee kembali naik menuju kamarnya dan duduk ditepi ranjang. Memegangi dadanya yang terasa sesak. Rasa bersalah menyusup dalam hatinya mengingat kejadian tadi siang. Ketika dirinya membentak dan membuat Rachel menangis.

"Ya Allah...maafin Vee." Vee berujar lirih sambil meneteskan air mata.

_______________________________________

Jember, Oktober 2017

 Dark Secret (Re-upload)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon