22

92.1K 6.9K 357
                                    

Hening.

Itulah suasana setelah sepenggal kalimat yang diucapkan Vee.

Revan diam, jantungnya berpacu cepat ketika Vee mengucapkan kalimat itu.

Berbeda dengan Revan. Akbar, Rania, Raffa juga Amel justru tercengang mendengar kalimat Vee. Setelah Lima tahun berlalu tanpa pernah Vee menyinggung hal ini, dan hari ini Vee mengatakan sesuatu yang mereka semua tunggu-tunggu. Setelah Lima tahun mereka semua sabar dengan kediaman Vee tentang laki-laki itu. Hari ini Vee dengan jelas mengucapkan bahwa dirinya mendapat cincin yang ia pakai dari ayah Acel.

"Siapa?" Tanya Akbar tajam.
Vee terdiam.

"Vee! Papa tanya siapa?" Tanya Akbar keras.

"Papa." Rania memegang lengan suaminya.

Vee menatap papanya.
"Revan." Ucapnya tenang

"Apa?" Semua mata beralih menatap Revan. Sementara Revan membatu, benar-benar diam tanpa tau harus menunjukkan ekspresi seperti apa.

"Ya, Revan kan sekarang anggep dirinya dia tuh udah kayak Ayahnya Acel. Karena Vee udah jagain Acel waktu dia ke Surabaya kemaren. Vee ditawari suruh milih mau hadian apa. Jadi Vee minta duit aja buat beli ini." Jawab Vee tersenyum lebar sambil menunjukkan jarinya.

Revan melongo dengan jawaban Vee.

"Sialan!!" Ujar Raffa melemparkan potongan nuget pada Vee.

"Ihhh jorok banget sih Mas." Vee menyingkirkan nuget yang dilempar Raffa padanya.

"Sumpah ya Vee, lo bener-bener bikin kita jantungan Vee. Anj..." Ucap Raffa

"Mulut kamu ya mas!" Tegur Rania.

Revan berdiri dari kursi dan naik menuju kamarnya tanpa pamit. Membuat semua orang mentap heran.

"Rasain lo! Ngambek kan orangnya." Ujar Raffa pada adik perempuannya itu.

"Vee keatas dulu ya ma, pa."

~~

Vee langsung membuka pintu kamar Revan yang ia yakin tidak dikunci oleh kakaknya itu.

Vee melihat Revan berdiri dibalkon kamar, melipat kedua tangan didadanya sambil menatap kosong kearah jalanan komplek. Lalu Vee mengunci pintu kamar Revan.

Vee berdiri disamping Revan dan menyandarkan kepala dibahu Ayah dari anaknya itu. Melingkarkan tangan dilengan kokoh milik Revan.

"Maaf..." Ucap Vee pelan sambil mengelus lengan Revan. Tapi tidak ada jawaban dari Revan.

Vee melepaskan pegangannya pada lengan Revan. Berdiri di depan Revan dan menggenggam jari-jari besar milik Revan.

"Aku minta maaf."

"Aku takut." Jawab Revan

Vee paham, Vee tau apa yang ditakutkan Revan. Takut jika dirinya mengaku yang sebenarnya, keadaan akan menjadi sebaliknya.

Entah dimana keberanian Revan dulu yang ingin mengungkapkan kebenaran tentang keadaan mereka.

Vee menarik lengan Revan untuk masuk ke dalam kamar. Menutup pintu balkon, takut jika ada yang melihat mereka. Lalu duduk disofa panjang dekat ranjang.

Vee memeluk erat tubuh Revan.
"Maaf ya, aku becandanya kelewatan. Eh, bukan becanda kan ya? Kamu kan emang Ayahnya Acel." Ucap Vee tertawa pelan

Revan melepas pelukan Vee, menatap manik mata gadis didepannya. Andai saja mereka bukan saudara, Revan dengan lantang akan mengatakan bahwa yang dikatakan Vee memang benar adanya.

Revan mencium kening Vee lama.
"Maaf." Ucapnya pelan.

"Maaf udah jadi pengecut."

Vee menggeleng. "Enggak, bukan kamu yang pengecut, keadaan yang bikin kita terpaksa ambil jalan kayak gini."

Vee ganti mengecup kening Revan.

"Kita sama-sama butuh kebohongan buat tetep sama-sama kayak gini kan?."

Revan menarik dagu Vee, memberikan ciuman lembut pada bibir merah milik Vee.

"Strawberry? Hmm???" Revan melepas pagutannya.

Vee melingkarkan tangannya pada leher Revan. "Masih banyak kalo kamu mau." Lalu mendongak untuk mengecup bibir Revan. Revan tersenyum lalu menunduk mengecup bibir Vee. Awalnya hanya kecupan, berubah menjadi ciuman. Dan Vee sama sekali tak menolak, dan Vee juga tak menolak saat Revan mengangkat tubuhnya agar duduk dipangkuan Revan, terus memeluk leher Revan saat Revan memperdalan ciumannya.

Tangan Revan pun tak tinggal diam, masuk menyusup ke dalam baju yang dikenakan Vee, tangan Vee meremas rambut Revan saat lidah Revan menyusup masuk kedalam mulutnya. Membiarkan Revan melepas pengait branya dan Revan bisa meremas payudara Vee.

Demi Tuhan Vee, ini masih pagi dan ia membiarkan Revan bertindak seperti ini. Bahkan kedua orang tua mereka masih berada dirumah. Vee ingin menghentikan semuanya tapi dia juga menikmatinya.

Tiba-tiba pintu kamar Revan diketuk dengan suara keras.

Revan dan Vee mengabaikan ketukan pintu itu, Revan mulai menggigit leher Vee, sedangkan Vee memejamkan mata sambil meremas rambut Revan.

"Abang....!"

"Astaga..Acel..." Revan bangkit dari sofa dan merapikan bajunya.

"Kamu rapiin make up sama baju kamu !" Vee segera berlari ke kamar mandi, sedangkan Revan membuka pintu untuk Rachel.

"Hai..."  Sapa Revan saat melihat wajah cemberut Rachel.

"Kenapa sih kok cemberut gitu?"

"Abang nakal! Dikamarnya lama. Non telat nanti sekolahnya." Jawab Rachel semakin manyun.

"Iya iya, kita berangkat sekarang. Pamit dulu sama kak Vee dulu yuk!"

"Vee...." Panggil Revan pada Vee yang masih dikamar mandi.

"Kita berangkat ya. Kamu ati-ati kalo nyetir." Ucap Revan mencium kening Vee pelan.

"Iya...kalian hati-hati juga.."

~~

Setelah Revan berangkat baru Vee turun dari kamar Revan.

"Kak...udah pada berangkat semua ya?" Tanya Vee pada Amel yang sedang menyuapi Rey.

"Udah...lagian kamu lama banget dikamar,  beneran nagmbek ya si Revan?"

"Ya gitu deh...ambekan emang tu orang." Vee tertawa.

"Vee.."

"Ya?"

"Enggak papa kok. Nggak jadi."

" Yaudah Vee berangkat dulu kak." Pamitnya pada Amel yang masih terdiam karena tingkah Vee.

____________________________________________

 Dark Secret (Re-upload)Where stories live. Discover now